Konten dari Pengguna

Energi Surya dalam Transisi Energi di Indonesia

Irfan Muhammad
Currently a last year electrical Engineering student at North Sumatera University. Interested in the renewable energy field.
3 Maret 2022 14:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irfan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.pexels.com/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com/
ADVERTISEMENT
Energi merupakan salah satu kebutuhan bagi seluruh makhluk hidup. Seiring perkembangan waktu kebutuhan energi di Indonesia juga semakin meningkat. Namun pemenuhan kebutuhan energi Indonesia masih bergantung pada energi fosil yang suatu saat nanti akan habis dan tidak dapat menghasilkan lagi. Untuk itu Indonesia perlu mencari energi lain sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan energi batu bara.
ADVERTISEMENT
Dalam pemanfaatan energi baru terbarukan posisi Indonesia memang jauh dibandingkan negara – negara lain. Perkembangan pada sektor Industri tentunya akan meningkatkan konsumsi listrik per kapita nasional. Namun, penyediaan listrik kedepannya akan didominasi dengan energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Indonesia sebagai negara berkembang diyakini mampu untuk terus meningkatkan pemanfaatan potensi energi bersih dalam program transisi energi. Memiliki lahan sekitar 1.811.570 Km2 tentunya dapat dikembangkan untuk pemanfaatan energi surya, terlebih sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa sangat mendukung karena mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun.
Indonesia yang memiliki potensi energi surya sekitar 207.8 GW baru termanfaatkan sekitar 0.01 saja. Menyikapi hal ini Pemerintah terus berkomitmen memberikan dukungan pada bauran energi terbarukan dengan menetapkan target sebesar 23% pada bauran energi baru dan terbarukan dengan membuat kebijakan – kebijakan serta regulasi yang dapat mendukung EBT dalam sisi pengelolaan dan pemanfaatan.
ADVERTISEMENT
Lalu sejauh mana pemanfaatan energi surya yang ada di Indonesia mengingat begitu besarnya potensi yang dimiliki. Berikut ini merupakan contoh pemanfaatan energi surya di Indonesia.
Pertama, terdapat PLTS On-grid yang merupakan jenis pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang terkoneksi langsung dengan pembangkit listrik PLN, sehingga langsung terkoneksi dengan jaringan. Daya yang dihasilkan dari PLTS dapat langsung digunakan ke pusat beban dan selebihnya akan disalurkan ke jaringan PLN.
Jenis sistem ini sangat cocok untuk bandara, mall, perkantoran dan rumah. Sehingga dapat mengurangi biaya listrik PLN atau bahkan dapat menghasilkan keuntungan dari PLN untuk setiap daya berlebih yang disuplai ke jaringan PLN (Program Net Metering PLN). PLTS Likupang merupakan salah satu contoh penerapan PLTS di Indonesia yang dibangun sejak adanya Power Purchase Agreement (PPA) pada akhir 2017.
ADVERTISEMENT
PLTS ini merupakan yang terbesar di Indonesia dengan menggunakan 64.620 panel surya yang tersusun. PLTS ini terbentang seluas 29 hektar dan terletak di Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara dan masif digunakan sebagai sumber energi listrik sejak 5 september 2019.
Setiap harinya panel surya mampu menghasilkan energi listrik sebesar 15 MW. PLTS ini kategorikan menjadi PLTS terbesar di Indonesia karna mampu mendukung sistem kelistrikan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Kawasan Sulawesi Utara – Gorontalo. PLTS Likupang memproduksi listrik yang terhubung langsung dengan jaringan PLN secara langsung tanpa baterai. Pembangunan PLTS ini membutuhakan waktu 1,5 tahun dengan total biaya investasi mencapai USD 29,2 juta.
Kedua, PLTS atap memiliki prinsip kerja yang sama seperti PLTS berskala utilitas. Namun berbeda dengan PLTS biasa yang dipasang di daratan PLTS jenis ini dipasang di atas atap rumah yang berarti kita akan menghemat pada sisi lahan yang akan digunakan. Saat ini Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral degan United Nations development telah meluncurkan hibah sustainable energy funs (SEF) Untuk hibah pemasangan PLTS atap.
ADVERTISEMENT
Hibah ini bertujuan agar masyarkat mau memasang PLTS atap, khususnya untuk pelanggan kategori rumah tangga hingga industri sekala kecil (UMKM). Program ini juga bertujuan untuk mempercepat implementasi program PLTS atap pada target 23 % bauran energi baru dan terbarukan pada tahun 2025. Diharapkan pengembangan PLTS atap ini akan memberikan dampak postif bagi masyarakat serta membuka peluang tenaga kerja baru.
Ketiga, PLTS Terapung yang memiliki keunggulan dibanding dengan PLTS jenis lain dengan mengoptimalkan pemanfaatan resevoir. Sesuai namanya PLTS ini diletakan terapung diatas permukaan air dan dapat dioperasikan secara hibrid dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Pada PLTS jenis ini PV modul dan DC sistem diinstal di floater serta struktur floating diberi pemberat dan dikaitkan dengan ground. Floater biasanya terbuat dari fiber reinforced plastic (RFP), Medium density polyethylene (MDPE), atau high density thermoplastic (HDPE) dan untuk kemiringannya disesuaikan dengan design floating platform.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia PLTS terapung akan dibangun di Bandung dengan nama PLTS Cirata dengan kapasitas 145 MWp dan menggunakan 240 hektar dari luasan waduk. PLTS ini akan menjadi PLTS terapung terbesar se-Asia Tenggara mengalahkan PLTS Cadiz Solar di Filipina dengan dengan kapasitas terpasang sebesar 132,5 MWp. PLTS Cirata dibangun dengan hasil Kerjasama anak usaha PT PJB dengan Perusahaan energi asal Uni Emirat Arab dengan total investasi mencapai USD 129 juta atau setara dengan Rp 1,7 triliun.
Tren PLTS diyakini akan terus meningkat dalam pengembangan energi baru terbarukan di dunia. Berdasarkan kutipan dari Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementrian ESDM (Direktorat Jenderal EBTKE – Kementrian ESDM) Indonesia memiliki lebih dari 190 bendungan dan waduk dengan luas hampir mencapai 87.000 hektar dan potensi pemanfatan PLTS terapung diperkirakan lebih dari 4.300 MWp yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik di Indonesia.
ADVERTISEMENT