Konten dari Pengguna

Menghadapi Krisis NEET: Bagaimana Gen Z Bisa Bangkit dari Tantangan?

IRFAN ZULKARNAEN ANAS -
saya mahasiswa semester 7 jurusan Statistik Universitas Islam Indonesia
30 Januari 2025 15:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari IRFAN ZULKARNAEN ANAS - tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
kegiiatan  masyarakat usia 15 - 24 tahun menurut data dari BPS
zoom-in-whitePerbesar
kegiiatan masyarakat usia 15 - 24 tahun menurut data dari BPS
ADVERTISEMENT
Fenomena NEET (Not in Employment, Education, or Training) di Indonesia terus menjadi perhatian, terutama dengan meningkatnya jumlah pemuda usia 15-24 tahun yang tidak bekerja, tidak bersekolah, dan tidak mengikuti pelatihan keterampilan. Berdasarkan data terkini, sekitar 22,3% pemuda Indonesia tergolong NEET, menggambarkan krisis yang membutuhkan solusi segera. Bagaimana generasi Z dapat bangkit dari situasi ini?
ADVERTISEMENT
Salah satu faktor utama di balik meningkatnya angka NEET adalah ketidakcocokan antara sistem pendidikan dan dunia kerja. Kurikulum pendidikan di Indonesia cenderung berfokus pada teori, sementara dunia kerja membutuhkan keterampilan praktis. Banyak lulusan merasa tidak siap bersaing karena keterampilan mereka tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Kondisi ini menunjukkan perlunya reformasi pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja modern.
Rendahnya akses terhadap pelatihan keterampilan juga menjadi hambatan besar, terutama di daerah-daerah terpencil. Pemuda yang tinggal di pedesaan sering kali kesulitan mengikuti program pelatihan atau mendapatkan informasi tentang peluang kerja. Ketimpangan infrastruktur digital di berbagai wilayah juga membuat mereka sulit mengakses pelatihan online atau mencari pekerjaan berbasis digital.
Kemiskinan turut memperburuk kondisi ini. Banyak keluarga dari latar belakang ekonomi rendah tidak mampu mendukung pendidikan atau pelatihan tambahan untuk anak muda. Akibatnya, mereka terjebak dalam siklus kemiskinan yang sulit dipecahkan. Di sisi lain, persaingan di dunia kerja semakin ketat, dengan Gen Z harus bersaing tidak hanya dengan rekan sebayanya, tetapi juga dengan tenaga kerja berpengalaman dan lulusan dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
Dampak dari fenomena NEET meluas hingga ke aspek sosial dan psikologis. Pemuda yang tidak terlibat dalam aktivitas produktif cenderung kehilangan rasa percaya diri dan mengalami tekanan emosional. Hal ini sering kali berkembang menjadi masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan. Tekanan tersebut juga berdampak pada keluarga mereka, yang harus menghadapi beban emosional dan finansial akibat situasi tersebut.
Dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 8 yang menargetkan pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pemerintah memiliki peran penting untuk menurunkan angka NEET. Reformasi pendidikan harus menjadi prioritas utama, dengan fokus pada keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri modern. Pemerintah juga perlu bekerja sama dengan sektor swasta untuk menciptakan program magang dan pelatihan kerja yang relevan bagi pemuda.
ADVERTISEMENT
Selain itu, literasi digital harus ditingkatkan secara masif. Di era teknologi ini, kemampuan mengoperasikan perangkat digital dan memahami peluang di dunia digital dapat menjadi solusi untuk memberdayakan generasi muda. Program pelatihan berbasis teknologi, khususnya di bidang ekonomi kreatif dan kewirausahaan digital, dapat membantu pemuda menemukan peluang baru dan menciptakan lapangan kerja bagi diri mereka sendiri.
Namun, mengatasi krisis NEET bukan hanya tugas pemerintah. Keluarga, komunitas, dan dunia usaha juga memiliki peran penting. Keluarga perlu mendukung pemuda untuk mengembangkan potensi mereka, sementara komunitas dapat menciptakan ruang-ruang aman untuk pelatihan dan pemberdayaan. Di sisi lain, sektor swasta perlu membuka lebih banyak peluang kerja bagi pemula, termasuk menyediakan magang dan pelatihan keterampilan.
Generasi Z adalah harapan masa depan Indonesia, tetapi angka NEET yang tinggi menunjukkan bahwa potensi besar mereka belum dimanfaatkan sepenuhnya. Jika pemerintah dan masyarakat tidak segera bertindak, risiko krisis sosial dan ekonomi akan semakin besar. Kini adalah waktu yang tepat untuk bergerak bersama, memastikan bahwa generasi muda tidak hanya bertahan di tengah tantangan, tetapi juga menjadi penggerak perubahan yang nyata.
ADVERTISEMENT