Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Kesadaran Peradilan Menjaga Martabat Hakim dan Pengadilan
18 September 2023 5:55 WIB
Tulisan dari Irma Idris tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sebagai negara hukum, nusantara memiliki tantangan tersendiri dalam mewujudkan peradilan berintegritas. Kasus penghinaan terhadap seorang hakim marak kita temui di media sosial maupun secara langsung. Padahal, sebagai figur sentral dalam proses peradilan, hakim perlu kita jaga martabatnya dalam penegakan hukum. Tuntutan hakim sebagai guardian of constitution tidak semudah membalikkan telapak tangan, tuntutan seperti pemeliharaan integritas, mengasah kepekaan nurani, kecerdasan moral dan profesionalisme penegakan hukum harus senantiasa hadir dalam tabiat seorang hakim.
ADVERTISEMENT
Setiap konsonan kata seorang hakim dalam memutus perkara, diiringi dengan sumpah pengucapan irah-irah:
Sumpah tersebut terealisasikan melalui kewajiban menegakkan hukum berdasarkan kebenaran, keadilan dan dipertanggungjawabkan secara horizontal dan vertikal kepada umat manusia dan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai insan istimewa, seorang hakim perlu dijaga dengan baik kehormatan dan keluhurannya, sebab setiap perangai hakim akan menjadi pusat penilaian publik. Sangat miris mengetahui bahwa Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Hakim (PMKH) kian menjamur di berbagai macam pengadilan di Indonesia. Hal ini dibuktikan sepanjang periode 2019 hingga April 2021, terdapat penanganan 19 laporan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim oleh Komisi Yudisial (KY). KY berperan melakukan pengawasan yang bekerjasama dengan masyarakat sebagai konsolidasi inspeksi dalam me
ADVERTISEMENT
ncegah terjadinya pel
anggaran kode etik hakim sebagai suri tauladan kemaslahatan umat.
Perbuatan PMKH akan membawa impact dari segala aspek seperti proses penegakan hukum
yang terhambat, menurunnya kualitas keadilan dalam pengadilan, stabilitas sosial publik mengalami downward-sloping curve, mempengaruhi independensi hakim dalam menjalankan profesinya, citra lembaga peradilan memburuk dan berujung pada ternodainya integritas sistem peradilan. Selain itu, perilaku ini tidak sejalan dengan keberlakuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Advokasi Hakim yang menyatakan,“Langkah hukum atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah melalui proses advokasi”.
ADVERTISEMENT
Perilaku-perilaku tersebut dapat dicegah melalui 3 pilar strategi oleh Komisi Yudisial dalam program Judicial Education, yakni; (1) Pilar pemerintah yakni menjalankan roda pemerintahan dengan menghormati dan mematuhi aturan hukum tanpa tebang pilih; (2) Pilar aparat penegak hukum yaitu menjadi roda penyeimbang antara pemerintah dan masyarakat sehingga tidak melakukan diskriminasi dalam menegakkan hukum; (3) Pilar masyarakat yakni melakukan pelatihan atau pemantapan kepada seluruh stakeholder terkait untuk saling menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim yang dirumuskan dalam bentuk workshop PMKH untuk aparat penegak hukum, pers, dan masyarakat.
Generasi muda harus dapat berpikir kritis ditengah gempuran maraknya krisis nurani yang didukung berbagai situasi pengadu domba agar masyarakat mencela hakim, hingga melakukan pelecehan terhadap marwahnya sebagai guardian of constitutions. Kita pun harus bisa menyuarakan aspirasi dengan cara yang tepat meskipun kita merasa bahwa hakim telah melakukan kesalahan dalam menerapkan dan memutuskan hukum, gagal memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang, putusannya dirasa tidak adil atau tidak masuk akal, munculnya persepsi bahwa kualitas putusan hakim buruk serta terdapat disparitas penjatuhan hukuman terhadap kasus pidana yang melibatkan anak.
ADVERTISEMENT
Perkembangan zaman harus diiringi dengan revolusi mindset dan etika kewarganegaraan yang baik, khususnya jika menyangkut peradilan sebagai ruang sakral. Tentu kita tidak ingin jika terjadi salah satu perbuatan PMKH akan berimpact kepada konsen yang berperkara, sehingga edukasi dini pada diri sendiri sangatlah diperlukan sebagai cikal bakal tongkat estafet dalam memberi haluan penegakan hukum. Kesadaran akan pentingnya menjaga nilai-nilai keluhuran khususnya kepada hakim perlu diinternalisasikan, agar saat terjadi kontra terhadap putusan hakim masyarakat mampu tetap berpikir jernih. Pencegahan PMKH harus dimulai dari diri sendiri agar eksistensi dari lembaga peradilan sebagai tempat penegakan hukum tetap terjaga dengan baik.
Kualitas sumber daya manusia dapat terlihat bagaimana kesadaran kita dalam memperlakukan lembaga peradilan, sungguh miris jika tidak adanya edukasi dini pada diri akan mencoreng kualitas penegakan hukum itu sendiri. Tidak sepakat akan suatu keputusan memanglah hal yang manusiawi bagi sifat alamiah manusia sebagai makhluk tidak pernah merasa terpuaskan. Namun, terjebak di dalam lingkaran setan malas literasi akan menjadi bomerang terhadap diri sendiri maupun orang lain. Tentu sebagai warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan kita harus selalu berpikir positif dan mencari tahu bukan hanya dari satu sisi tapi berbagai sisi.
ADVERTISEMENT