Konten dari Pengguna

Dampak Musik pada Kesehatan Mental: Obat atau Pelarian?

Irma Prita
Mahasiswa Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung
17 November 2024 12:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irma Prita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Desain by Irma Prita
zoom-in-whitePerbesar
Desain by Irma Prita
ADVERTISEMENT
Musik telah lama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, menawarkan kenyamanan, inspirasi, dan hiburan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, penelitian semakin menunjukkan bahwa musik telah memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental, baik positif maupun negatif. Hal ini memunculkan pertanyaan menarik: apakah musik berfungsi sebagai obat yang menyembuhkan luka mental atau sekadar pelarian sementara dari realitas?
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, banyak studi menunjukkan bahwa musik memiliki kekuatan terapeutik yang nyata. Beberapa jenis musik, terutama yang berirama tenang seperti musik klasik atau ambient, terbukti dapat mengurangi tingkat stres dan kecemasan. Musik juga merangsang pelepasan dopamin—"hormon kebahagiaan"—yang mampu meningkatkan suasana hati, membantu mengurangi gejala depresi, dan memberi perasaan nyaman. Tak heran jika terapi musik kini banyak digunakan dalam perawatan kesehatan mental, termasuk untuk pasien depresi, PTSD, hingga gangguan kecemasan.
Lebih dari itu, musik juga memungkinkan orang untuk mengekspresikan emosi yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Lagu-lagu yang liriknya menggambarkan perasaan duka atau kesedihan, misalnya, dapat membantu pendengarnya merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi masalah mereka. Ini bisa menjadi semacam "katarsis" yang penting untuk pemulihan emosional, di mana seseorang mampu melepaskan emosi negatif dan mendapatkan kembali keseimbangan mental.
ADVERTISEMENT
Namun, meski memiliki efek positif, musik juga bisa menjadi pedang bermata dua bagi kesehatan mental. Pada beberapa kasus, orang mendengarkan musik untuk melarikan diri dari kenyataan yang menyakitkan. Lagu-lagu dengan lirik yang sangat emosional atau sedih bisa memperburuk perasaan negatif atau membuat seseorang terjebak dalam perasaan melankolis yang berlarut-larut. Alih-alih mengatasi akar masalah, seseorang mungkin justru semakin tenggelam dalam rasa putus asa atau kemarahan tanpa solusi yang jelas.
Selain itu, musik yang terlalu keras atau lirik yang penuh kemarahan kadang-kadang bisa meningkatkan rasa cemas dan agresi, terutama jika didengarkan dalam jangka panjang. Penelitian menunjukkan bahwa musik yang berirama cepat dan berenergi tinggi, meski efektif sebagai penyemangat, bisa menyebabkan peningkatan denyut jantung dan ketegangan pada beberapa orang, yang justru dapat memicu perasaan cemas.
ADVERTISEMENT
Maka, penting bagi kita untuk sadar bahwa musik, sebagaimana obat, perlu digunakan dengan bijak. Musik bisa menjadi alat yang sangat bermanfaat untuk membantu pemulihan mental, tetapi harus disertai dengan kesadaran diri. Memilih genre atau lagu yang sesuai dengan kebutuhan emosional kita sangat penting. Jika kita merasa terjebak dalam perasaan negatif saat mendengarkan musik tertentu, mungkin ini adalah sinyal untuk berhenti sejenak, mencari jenis musik lain, atau bahkan menggabungkan aktivitas tersebut dengan langkah lain yang lebih konstruktif.
Selain manfaatnya dalam terapi individu, musik juga berperan besar dalam konteks sosial, yang turut berdampak pada kesehatan mental. Musik sering menjadi alat untuk mempererat hubungan sosial dan menciptakan rasa kebersamaan. Misalnya, konser, karaoke bersama, atau sekadar berbagi playlist dapat menjadi kegiatan yang membangun hubungan positif dan meningkatkan kesejahteraan mental. Bagi banyak orang, momen berbagi musik menjadi waktu untuk menciptakan kenangan indah, mengurangi rasa kesepian, dan meningkatkan perasaan saling memiliki dalam komunitas.
ADVERTISEMENT
Ada sisi lain yang perlu kita waspadai di era digital saat ini. Dengan mudahnya akses ke berbagai platform streaming, kita bisa dengan cepat tenggelam dalam dunia musik untuk melarikan diri dari tantangan kehidupan nyata. Bagi sebagian orang, terutama generasi muda yang hidup di tengah tekanan sosial yang tinggi, mendengarkan musik dalam waktu lama bisa menjadi mekanisme "numbing" atau kebiasaan menghindari emosi yang sebenarnya perlu dihadapi. Alih-alih berusaha menyelesaikan masalah, musik bisa menjadi bentuk “penundaan” emosional yang pada akhirnya membuat seseorang sulit menghadapi kenyataan atau mengatasi akar penyebab stres dan kecemasan.
Musik memiliki lirik positif dan membangun dapat menjadi motivasi untuk bangkit dan menghadapi tantangan. Banyak lagu yang mengandung pesan inspiratif dan menyemangati, seperti lirik tentang ketahanan, harapan, dan kebangkitan. Lagu-lagu semacam ini sering dijadikan “mantra” oleh pendengarnya, mengingatkan mereka untuk tidak menyerah dan tetap optimis. Bagi mereka yang mengalami kesulitan mental, mendengarkan musik inspiratif dapat menjadi dorongan untuk bangkit dan bertindak.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, dalam penggunaan yang sehat dan sadar, musik bisa menjadi lebih dari sekadar pelarian; ia bisa menjadi penggerak untuk menghadapi dan mengatasi tantangan mental. Musik dapat memberikan perspektif baru, menyuntikkan semangat, dan bahkan memberi ketenangan yang diperlukan agar seseorang mampu mengurai masalah mereka secara bertahap.
Untuk menjadikan musik sebagai "obat," seseorang harus mampu mengenali kapan mereka mulai menggunakannya sebagai pelarian yang berlebihan. Memiliki kesadaran diri dan keinginan untuk menghadapi masalah nyata adalah kunci agar musik benar-benar menjadi bagian dari perjalanan penyembuhan, bukan penghindaran.
Pada akhirnya, apakah musik adalah obat atau pelarian tergantung pada bagaimana dan dalam kondisi apa kita menggunakannya. Musik dapat menjadi penyembuh yang efektif jika kita menggunakannya untuk membantu proses refleksi, relaksasi, dan penyembuhan. Namun, jika digunakan sebagai sarana untuk melarikan diri dari kenyataan, musik hanya akan menjadi pelarian sementara yang tidak menyelesaikan akar masalah. Seperti halnya aspek lain dalam hidup, kuncinya adalah keseimbangan—menggunakan musik sebagai pendamping dalam perjalanan mental kita, bukan sekadar tempat persembunyian dari kenyataan yang perlu kita hadapi.
ADVERTISEMENT