Konten dari Pengguna

Asas Ultimum Remedium dan Primum Remedium dalam Bidang Pendidikan

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
16 November 2024 15:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
Dalam ranah hukum pidana, dikenal dua asas penting yang kerap menjadi perdebatan dalam penegakan hukum, yakni ultimum remedium dan primum remedium. Keduanya memiliki implikasi yang berbeda dalam pendekatan terhadap penegakan hukum, termasuk di bidang pendidikan. Artikel ini akan membahas pengertian, penerapan, serta relevansi kedua asas tersebut dalam konteks pendidikan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pengertian Asas Ultimum Remedium dan Primum Remedium
1. Ultimum Remedium
Ultimum remedium berasal dari bahasa Latin yang berarti "upaya terakhir." Dalam hukum pidana, asas ini menempatkan sanksi pidana sebagai langkah terakhir yang digunakan setelah upaya hukum lainnya, seperti mediasi, sanksi administratif, atau pembinaan, dianggap tidak efektif. Filosofi di balik asas ini adalah bahwa hukuman pidana dengan karakter punitif harus digunakan dengan hati-hati, mengingat dampaknya yang berat terhadap pelaku, baik secara fisik, mental, maupun sosial.
2. Primum Remedium
Sebaliknya, primum remedium berarti "upaya pertama." Dalam pendekatan ini, hukum pidana diprioritaskan sebagai instrumen utama dalam menangani pelanggaran hukum. Sanksi pidana dipandang sebagai cara yang efektif untuk memberikan efek jera dan menegakkan keadilan, meskipun sering kali kurang mempertimbangkan langkah alternatif yang lebih ringan.
ADVERTISEMENT
Penegakan Hukum di Bidang Pendidikan
Bidang pendidikan memiliki karakteristik yang unik karena berkaitan dengan pembentukan karakter, moral, dan masa depan generasi muda. Oleh karena itu, penegakan hukum di sektor ini memerlukan pendekatan yang bijaksana. Asas ultimum remedium dan primum remedium kerap diperdebatkan dalam konteks pendidikan, terutama ketika terjadi pelanggaran hukum, baik oleh siswa, guru, maupun pihak lain yang terlibat dalam ekosistem pendidikan.
Penerapan Asas Ultimum Remedium dalam Bidang Pendidikan
1. Pembinaan Lebih Diutamakan
Dalam konteks pendidikan, penerapan asas ultimum remedium berarti bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh siswa atau guru harus terlebih dahulu diselesaikan melalui upaya pembinaan. Contohnya, ketika seorang siswa terlibat dalam tindak kekerasan di sekolah, pihak sekolah dan orang tua dapat melakukan pendekatan berupa konseling atau mediasi sebelum melibatkan aparat penegak hukum.
ADVERTISEMENT
2. Sanksi Administratif dan Disiplin
Sanksi administratif, seperti skorsing, teguran tertulis, atau kewajiban mengikuti program pembinaan, dapat dijadikan alternatif sebelum sanksi pidana diterapkan. Pendekatan ini bertujuan untuk mendidik pelaku agar menyadari kesalahan tanpa langsung memberikan stigma sebagai pelaku kejahatan.
3. Pencegahan dengan Pendidikan Hukum
Penerapan ultimum remedium juga mencakup upaya pencegahan melalui pendidikan hukum kepada siswa dan guru. Dengan memahami konsekuensi hukum atas tindakan tertentu, diharapkan pelanggaran dapat diminimalkan tanpa harus melibatkan proses pidana.
Penerapan Asas Primum Remedium dalam Bidang Pendidikan
1. Kasus-Kasus Berat
Meskipun ultimum remedium sering menjadi pendekatan utama di bidang pendidikan, ada situasi tertentu di mana primum remedium perlu diterapkan. Misalnya, dalam kasus pelecehan seksual oleh tenaga pendidik terhadap siswa atau tindak kekerasan berat yang dilakukan oleh siswa terhadap sesama. Dalam kasus ini, sanksi pidana dijadikan langkah awal untuk memberikan perlindungan kepada korban dan menciptakan efek jera.
ADVERTISEMENT
2. Penguatan Penegakan Hukum
Primum remedium juga relevan dalam penanganan kejahatan oleh pihak-pihak yang menyalahgunakan sistem pendidikan, seperti korupsi dalam pengelolaan anggaran sekolah atau pemalsuan dokumen akademik. Dalam kasus ini, penegakan hukum pidana dapat memberikan pesan kuat bahwa tindakan tersebut tidak dapat ditoleransi.
3. Perlindungan Hak Korban
Dalam beberapa situasi, primum remedium digunakan untuk melindungi hak-hak korban. Misalnya, ketika ada siswa yang menjadi korban perundungan berat (bullying) yang menyebabkan kerugian fisik atau psikologis. Pendekatan pidana diperlukan untuk memastikan pelaku bertanggung jawab secara hukum.
Dinamika dan Tantangan dalam Penerapan Kedua Asas
1. Keseimbangan antara Pendidikan dan Penegakan Hukum
Salah satu tantangan utama adalah mencapai keseimbangan antara tujuan pendidikan dan kebutuhan untuk menegakkan hukum. Jika hukum pidana digunakan terlalu sering (primum remedium), hal ini dapat menciptakan ketakutan di lingkungan pendidikan dan merusak esensi pendidikan itu sendiri. Sebaliknya, jika sanksi pidana terlalu jarang digunakan (ultimum remedium), ada risiko pelanggaran hukum diabaikan, yang pada akhirnya merugikan korban.
ADVERTISEMENT
2. Stigma dan Reintegrasi
Penerapan sanksi pidana, terutama terhadap siswa, dapat menimbulkan stigma sosial yang sulit dihapuskan. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa hukuman pidana yang diberikan disertai dengan program reintegrasi yang memungkinkan pelaku untuk kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif.
3. Kapasitas Penegak Hukum
Penegak hukum juga perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip pendidikan. Dalam banyak kasus, pendekatan yang terlalu keras justru memperburuk situasi dan menghambat proses rehabilitasi.
Regulasi yang Mengatur
Di Indonesia, penerapan ultimum remedium dan primum remedium di bidang pendidikan dapat ditemukan dalam berbagai regulasi, seperti:
1. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Undang-undang ini menekankan pentingnya pendekatan restorative justice dalam menangani pelanggaran hukum oleh anak-anak, termasuk siswa. Hal ini sejalan dengan asas ultimum remedium.
ADVERTISEMENT
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang ini menggarisbawahi pentingnya pembinaan karakter dan moral dalam pendidikan, yang mendukung penggunaan pendekatan non-pidana dalam penegakan hukum.
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Beberapa peraturan menteri juga mengatur tata cara penyelesaian masalah di lingkungan sekolah, yang menempatkan mediasi dan pembinaan sebagai langkah awal sebelum melibatkan aparat penegak hukum.
Asas ultimum remedium dan primum remedium memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi dalam penegakan hukum pidana, termasuk di bidang pendidikan. Dalam kebanyakan kasus, penerapan asas ultimum remedium lebih relevan karena sesuai dengan karakter pendidikan yang berfokus pada pembinaan dan pengembangan karakter. Namun, dalam kasus-kasus berat yang melibatkan pelanggaran serius, asas primum remedium dapat digunakan untuk memberikan perlindungan kepada korban dan menegakkan keadilan.
ADVERTISEMENT
Penting bagi para pembuat kebijakan, pendidik, dan penegak hukum untuk mempertimbangkan konteks dan dampak jangka panjang sebelum memutuskan asas mana yang akan digunakan. Dengan pendekatan yang bijaksana, diharapkan penegakan hukum di bidang pendidikan dapat berjalan efektif tanpa mengorbankan esensi pendidikan itu sendiri.