Konten dari Pengguna

Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
1 Agustus 2024 7:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Guru Pendidikan Pancasila di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Satgas Kedisiplinan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, setiap putusan pemidanaan yang dikeluarkan oleh hakim harus mencantumkan irah-irah 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa'. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 197 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, apa yang membuat kalimat ini begitu penting hingga absennya dalam sebuah putusan dapat membuat putusan tersebut batal demi hukum? Artikel ini akan mengeksplorasi pentingnya irah-irah ini dan dampaknya terhadap keabsahan putusan pemidanaan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sejarah dan Filosofi Irah-Irah
Irah-irah 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa' bukanlah sekadar kalimat pembuka. Kalimat ini mencerminkan filosofi dasar negara Indonesia, yang tertuang dalam Pancasila, dengan sila pertama berbunyi 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Pencantuman irah-irah ini dalam setiap putusan hukum bertujuan untuk menegaskan bahwa hukum dan keadilan di Indonesia harus selalu didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, moral, dan etika.
Dalam konteks ini, irah-irah tersebut berfungsi sebagai pengingat bahwa hukum bukan sekadar aturan tertulis yang harus diikuti secara mekanis, tetapi juga harus mencerminkan nilai-nilai moral yang lebih tinggi. Ini juga menegaskan komitmen para penegak hukum untuk menjalankan tugas mereka dengan integritas dan ketulusan yang sejalan dengan nilai-nilai agama dan kepercayaan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pentingnya Irah-Irah dalam Sistem Hukum
Pasal 197 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa setiap putusan pemidanaan harus mencantumkan berbagai elemen, termasuk irah-irah 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa'. Ketentuan ini bukan tanpa alasan. Irah-irah ini berfungsi sebagai:
1. Legitimasi Putusan: Irah-irah ini memberikan legitimasi moral dan spiritual pada putusan pemidanaan. Ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil tidak hanya sah secara hukum tetapi juga etis dan bermoral.
2. Keseriusan dan Kredibilitas: Mencantumkan irah-irah ini menunjukkan keseriusan dan kredibilitas sistem peradilan dalam menegakkan hukum berdasarkan nilai-nilai yang dianut bangsa. Ini juga menggarisbawahi komitmen negara dalam menjunjung tinggi prinsip-prinsip Pancasila.
3. Kepastian Hukum: Dengan adanya ketentuan ini, setiap putusan hukum harus mematuhi standar yang telah ditetapkan, sehingga menciptakan kepastian hukum. Tanpa irah-irah ini, putusan dapat dianggap cacat dan tidak sah.
ADVERTISEMENT
Implikasi Hukum Tidak Ditetapkannya Irah-Irah
Pasal 197 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, termasuk tidak mencantumkan irah-irah, mengakibatkan putusan batal demi hukum. Ini berarti putusan yang tidak memuat irah-irah tersebut dianggap tidak pernah ada dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Beberapa implikasi dari batal demi hukumnya suatu putusan antara lain:
1. Putusan Tidak Berlaku : Putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan atau dieksekusi. Semua langkah hukum yang diambil berdasarkan putusan tersebut juga menjadi tidak sah.
2. Proses Ulang : Kasus tersebut mungkin harus diproses ulang mulai dari tahap awal, yang tentunya memakan waktu, tenaga, dan biaya tambahan. Ini juga dapat menyebabkan penundaan dalam pemberian keadilan.
ADVERTISEMENT
3. Hak Terdakwa : Ketidakabsahan putusan memberikan hak kepada terdakwa untuk mengajukan banding atau kasasi atas dasar putusan yang tidak sah. Ini berarti terdakwa dapat terhindar dari hukuman sementara proses hukum diulang.
Pandangan Akademis dan Praktisi
Dari sudut pandang akademis, banyak ahli hukum yang sepakat bahwa irah-irah ini memainkan peran penting dalam menjaga integritas dan moralitas sistem peradilan. Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, seorang guru besar hukum, mengemukakan bahwa hukum tidak hanya sebagai instrumen teknis untuk menyelesaikan sengketa tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai luhur bangsa. Oleh karena itu, pencantuman irah-irah ini adalah suatu keharusan.
Di sisi praktis, hakim dan praktisi hukum memahami bahwa mencantumkan irah-irah ini adalah bagian dari prosedur standar yang harus diikuti. Namun, kesalahan administratif bisa terjadi. Oleh karena itu, penting bagi para penegak hukum untuk selalu teliti dalam menyusun putusan agar tidak terjadi kelalaian yang bisa berakibat pada batalnya putusan.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi
Untuk menghindari batalnya putusan akibat tidak mencantumkan irah-irah, beberapa langkah dapat diambil:
1. Peningkatan Pelatihan : Hakim dan petugas pengadilan harus terus diberi pelatihan mengenai pentingnya setiap elemen dalam surat putusan, termasuk irah-irah.
2. Sistem Kontrol : Pengadilan perlu memiliki sistem kontrol internal yang memastikan setiap putusan diperiksa secara menyeluruh sebelum dikeluarkan.
3. Teknologi dan Digitalisasi : Pemanfaatan teknologi untuk menyusun dan mengelola dokumen pengadilan dapat mengurangi risiko kesalahan administratif.
Irah-irah 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa' bukan hanya kalimat seremonial tetapi merupakan pilar penting dalam menjaga keabsahan dan integritas putusan pemidanaan di Indonesia. Ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf a dan ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa pencantuman irah-irah ini adalah wajib, dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan ini mengakibatkan putusan menjadi batal demi hukum. Oleh karena itu, para penegak hukum harus selalu teliti dan memastikan bahwa setiap putusan yang dikeluarkan telah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang. Dengan demikian, keadilan yang ditegakkan tidak hanya sah secara hukum tetapi juga bermoral dan beretika, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT