Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kehidupan dalam Tiga Hari: Kemarin, Hari Ini, Besok
14 Juli 2024 11:31 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
Kehidupan manusia dapat dipandang sebagai perjalanan yang dibagi dalam tiga segmen temporal: kemarin, hari ini, dan besok. Tiga aspek ini tidak hanya mewakili perjalanan waktu, tetapi juga dimensi-dimensi penting yang membentuk eksistensi dan makna hidup manusia. Dalam filsafat, refleksi terhadap waktu ini membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang identitas, pengalaman, dan harapan manusia.
ADVERTISEMENT
Kemarin: Refleksi Masa Lalu
Masa lalu, atau "kemarin," adalah dimensi waktu yang penuh dengan memori dan pengalaman. Dalam pandangan filosofis, masa lalu memiliki peran penting dalam membentuk identitas kita. Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman, menekankan pentingnya sejarah pribadi dalam pembentukan diri. Menurutnya, tanpa memori akan masa lalu, manusia akan kehilangan identitasnya.
Memori memberikan kita pengetahuan dan pembelajaran dari pengalaman sebelumnya. Filosof Prancis, Henri Bergson, menyatakan bahwa waktu adalah kontinuitas pengalaman yang terekam dalam memori. Bagi Bergson, pengalaman masa lalu tidak pernah benar-benar hilang, tetapi tetap hidup dalam bentuk memori yang mempengaruhi tindakan dan keputusan kita saat ini.
Namun, tidak semua pandangan filosofis melihat masa lalu sebagai sesuatu yang positif. Arthur Schopenhauer, misalnya, melihat kehidupan manusia sebagai penderitaan yang tak terelakkan, di mana masa lalu sering kali dipenuhi dengan penyesalan dan kesedihan. Pandangan ini mengajak kita untuk merenungkan kembali bagaimana kita memahami dan menghargai masa lalu kita, serta bagaimana kita bisa berdamai dengan pengalaman yang mungkin tidak menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Hari Ini: Eksistensi dan Kehadiran
Hari ini, atau "sekarang," adalah momen aktual di mana kita hidup dan berinteraksi dengan dunia. Filosof eksistensialis seperti Jean-Paul Sartre dan Martin Heidegger memberikan penekanan besar pada pentingnya eksistensi saat ini. Bagi mereka, kehidupan yang otentik hanya bisa dicapai dengan menyadari dan menghadapi kenyataan sekarang.
Sartre, misalnya, menekankan konsep "keberadaan mendahului esensi," yang berarti bahwa manusia pertama-tama eksis, dan baru kemudian membentuk esensinya melalui tindakan dan pilihan. Dalam konteks ini, hari ini adalah medan di mana kita memiliki kebebasan untuk menentukan siapa kita dan apa yang kita lakukan.
Heidegger, di sisi lain, menekankan konsep "dasein," yang berarti "kehadiran." Bagi Heidegger, penting bagi manusia untuk selalu sadar akan kehadirannya di dunia dan bagaimana ia terhubung dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Kehidupan di saat ini adalah tentang kehadiran yang otentik dan penuh kesadaran, serta menerima kenyataan tanpa penolakan atau pelarian.
ADVERTISEMENT
Namun, fokus pada hari ini juga mengingatkan kita akan keterbatasan waktu. Waktu terus berjalan tanpa henti, dan setiap momen yang berlalu tidak akan pernah kembali. Ini mengajarkan kita untuk hidup dengan kesadaran penuh, menghargai setiap detik, dan berusaha untuk membuat setiap hari bermakna.
Besok: Harapan dan Ketidakpastian
Besok, atau masa depan, adalah dimensi waktu yang penuh dengan harapan dan ketidakpastian. Dalam filsafat, masa depan sering kali dipandang sebagai arena di mana potensi dan kemungkinan dapat direalisasikan. Filosof Jerman, Immanuel Kant, menekankan pentingnya harapan dalam kehidupan manusia. Harapan memberikan arah dan tujuan, memungkinkan kita untuk merencanakan dan bekerja menuju masa depan yang diinginkan.
Namun, masa depan juga membawa ketidakpastian. Filosof Denmark, Søren Kierkegaard, berbicara tentang kecemasan eksistensial yang muncul dari ketidakpastian masa depan. Menurutnya, ketidakpastian ini adalah bagian tak terpisahkan dari kondisi manusia. Kecemasan ini bukan sesuatu yang negatif, tetapi dapat menjadi pendorong untuk hidup lebih bermakna dan otentik.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kehidupan modern, masa depan sering kali diwarnai dengan tekanan dan tuntutan. Tekanan untuk sukses, tuntutan untuk merencanakan segalanya dengan sempurna, dan kecemasan tentang ketidakpastian sering kali mengaburkan potensi positif dari harapan dan impian. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menemukan keseimbangan antara merencanakan masa depan dan tetap fleksibel menghadapi ketidakpastian.
Harmoni Tiga Dimensi Waktu
Kehidupan manusia sebagai perjalanan melalui kemarin, hari ini, dan besok mengajarkan kita pentingnya menemukan harmoni di antara ketiganya. Filsafat memberikan kita alat untuk merenung dan memahami setiap dimensi waktu ini dengan lebih dalam.
Kemarin memberikan kita pembelajaran dan identitas, tetapi juga mengajarkan kita untuk berdamai dengan masa lalu. Hari ini adalah arena di mana kita dapat mewujudkan kebebasan dan kehadiran kita dengan cara yang otentik dan penuh kesadaran. Besok membawa harapan dan potensi, tetapi juga mengingatkan kita akan ketidakpastian yang harus dihadapi dengan keberanian.
ADVERTISEMENT
Dengan menyadari dan menghargai setiap dimensi waktu ini, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan seimbang. Kehidupan manusia bukanlah sekadar perjalanan melalui waktu, tetapi adalah upaya untuk menemukan makna dan tujuan dalam setiap momen yang kita jalani. Filosofi tentang waktu mengajak kita untuk selalu merenung, belajar, dan berkembang, menjadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk menjadi lebih baik dan lebih bijaksana.