Konten dari Pengguna

Kita Hanya Tanah yang Diberi Nyawa Jangan bersikap Seperti Langit yang Tinggi

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
13 Agustus 2024 10:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
.
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
Dalam kehidupan ini, manusia sering kali terjebak dalam ilusi kesombongan. Kesuksesan, kekuasaan, dan kedudukan sosial kerap membuat seseorang merasa superior di antara sesamanya. Namun, penting untuk mengingat bahwa pada dasarnya, kita hanyalah makhluk yang berasal dari tanah, diberi kehidupan oleh Tuhan. Kita bukanlah langit yang berada jauh tinggi di sana, tak terjangkau dan abadi. Pemahaman ini seharusnya membawa kita pada sikap kerendahan hati dan introspeksi diri.
ADVERTISEMENT
Hakikat Manusia: Tanah yang Diberi Nyawa
Dalam ajaran agama dan filosofi, manusia seringkali digambarkan sebagai makhluk yang berasal dari tanah. Dalam Al-Quran surah almukminun: 12 menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari sari pati tanah (Al Quran surah almukminun: 12). Makna simbolis ini menekankan asal mula manusia yang sederhana dan rendah hati. Kita bukanlah entitas yang abadi, melainkan bagian dari alam yang akan kembali ke tanah ketika nyawa kita diambil kembali.
Kesadaran akan asal-usul ini seharusnya menuntun kita pada sikap rendah hati. Manusia bukanlah pusat alam semesta, melainkan bagian kecil dari keseluruhan ciptaan. Meski manusia dianugerahi akal dan kemampuan untuk menciptakan peradaban, tidak seharusnya kita lupa akan asal-usul kita yang sederhana. Kesadaran ini membantu kita untuk tetap berpijak pada bumi, tidak terbuai oleh kesombongan dan ego yang tak terkendali.
ADVERTISEMENT
Kesombongan: Perilaku yang Menjauhkan dari Hakikat Kemanusiaan
Kesombongan adalah salah satu sifat yang paling dibenci dalam berbagai ajaran moral dan agama. Ketika seseorang merasa dirinya lebih tinggi, lebih berkuasa, atau lebih penting daripada orang lain, mereka mulai memandang rendah sesamanya. Mereka merasa bahwa mereka adalah langit yang berada di atas segala sesuatu, jauh dan tak tersentuh oleh kekurangan dan kesalahan yang melekat pada manusia lainnya.
Namun, sikap seperti ini justru menjauhkan seseorang dari hakikat kemanusiaannya. Manusia yang sombong cenderung mengabaikan kelemahan dan kekurangan dirinya sendiri. Mereka tidak menyadari bahwa pada akhirnya, semua manusia sama di hadapan Tuhan dan takdir. Kekuasaan, harta, dan kedudukan sosial hanyalah sementara. Pada akhirnya, yang akan tersisa hanyalah jejak kebaikan atau keburukan yang telah kita tinggalkan di dunia.
ADVERTISEMENT
Sikap sombong juga menciptakan jarak antara individu dan komunitasnya. Ketika seseorang merasa lebih tinggi dari orang lain, mereka cenderung meremehkan kontribusi dan nilai-nilai orang lain. Ini bisa menyebabkan isolasi sosial dan hilangnya rasa solidaritas dalam masyarakat. Pada tingkat yang lebih luas, kesombongan kolektif suatu kelompok atau bangsa dapat menyebabkan konflik dan ketidakadilan yang merugikan banyak pihak.
Kerendahan Hati: Kunci Kehidupan yang Bermakna
Sebaliknya, kerendahan hati adalah sikap yang sangat dihargai dalam berbagai tradisi dan ajaran. Seseorang yang rendah hati menyadari bahwa meskipun ia mungkin memiliki kelebihan dan keberhasilan, semua itu bukanlah alasan untuk merasa lebih baik daripada orang lain. Kerendahan hati membuat seseorang selalu siap untuk belajar, menerima kritik, dan memperbaiki diri.
ADVERTISEMENT
Kerendahan hati juga menciptakan hubungan yang lebih harmonis dengan orang lain. Ketika seseorang tidak merasa superior, mereka lebih mudah untuk berempati, mendengarkan, dan membantu orang lain. Sikap ini memperkuat ikatan sosial dan menciptakan lingkungan yang saling mendukung. Dalam komunitas yang dipenuhi dengan individu-individu yang rendah hati, kebersamaan dan kolaborasi menjadi lebih mudah terwujud.
Lebih jauh lagi, kerendahan hati memungkinkan seseorang untuk tetap bersyukur atas apa yang dimilikinya. Seseorang yang rendah hati tidak akan terjebak dalam perlombaan untuk selalu menjadi yang terbaik atau memiliki yang paling banyak. Sebaliknya, mereka akan fokus pada kualitas hidup yang lebih bermakna, seperti hubungan yang baik dengan keluarga dan teman, serta kontribusi positif bagi masyarakat.
Refleksi Pribadi: Menghindari Perilaku Seperti Langit
ADVERTISEMENT
Ungkapan "Jangan bersikap seperti langit yang jauh tinggi di sana" mengingatkan kita untuk tidak menjadikan diri kita sebagai sesuatu yang tak terjangkau dan superior. Langit yang tinggi mungkin terlihat indah dan megah, tetapi ia juga tak terjangkau, tak dapat disentuh oleh tangan manusia. Dalam konteks hubungan antarmanusia, sikap seperti ini justru akan menciptakan jarak dan kesenjangan.
Setiap kali kita merasa tergoda untuk bersikap sombong, ada baiknya kita merenungkan kembali asal-usul kita sebagai manusia yang berasal dari tanah. Ingatlah bahwa kita hanyalah makhluk yang diberi kehidupan oleh Tuhan, dan kehidupan kita hanyalah sementara. Dengan kesadaran ini, kita dapat menjaga diri dari sikap yang merugikan dan terus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Menjadi Manusia yang Membumi
Pada akhirnya, menjadi manusia yang membumi adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan bermanfaat. Kesadaran bahwa kita berasal dari tanah yang diberi nyawa seharusnya membuat kita selalu rendah hati dan bersyukur. Dengan menghindari sikap sombong dan superior, kita dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama dan memberikan kontribusi positif bagi dunia.
Sebagai manusia, kita memang memiliki potensi untuk mencapai hal-hal besar. Namun, keberhasilan sejati bukanlah tentang menjadi yang paling tinggi atau paling kuat. Keberhasilan sejati adalah tentang bagaimana kita menggunakan potensi kita untuk kebaikan, tetap rendah hati, dan selalu ingat bahwa pada akhirnya, kita semua adalah tanah yang akan kembali ke tanah. Jangan pernah merasa diri kita seperti langit yang jauh dan tinggi, tetapi jadilah manusia yang membumi, yang dapat disentuh, diakses, dan memberikan manfaat bagi sesama.
ADVERTISEMENT