Konten dari Pengguna

Lelucon yang Merendahkan Orang Lain: Tinjauan dari Hukum Pidana

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
20 September 2024 12:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
Dalam kehidupan sehari-hari, lelucon sering kali dianggap sebagai bentuk hiburan ringan yang bisa mencairkan suasana dan mempererat hubungan sosial. Namun, tidak jarang kita menemui orang yang senang membuat lelucon yang merendahkan orang lain, tetapi ketika lelucon tersebut diarahkan kepada dirinya, mereka justru marah dan merasa tersinggung. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan ketidakmatangan emosional, tetapi juga dapat berdampak pada aspek hukum, khususnya dalam ranah hukum pidana.
ADVERTISEMENT
Aspek Psikologis dan Sosial
Orang yang suka merendahkan orang lain melalui lelucon, biasanya melakukannya untuk merasa superior atau sekadar mencari perhatian. Lelucon yang merendahkan sering kali berbentuk ejekan atau sindiran yang bersifat menghina, baik secara fisik, intelektual, maupun personal. Ironisnya, ketika orang yang sama menjadi sasaran lelucon, mereka sering kali tidak bisa menerima hal tersebut dan merespon dengan amarah.
Dari sisi psikologis, ketidakmampuan untuk menerima lelucon yang diarahkan pada diri sendiri menandakan adanya rasa tidak aman (insecurity). Mereka yang sering merendahkan orang lain melalui humor defensif biasanya memiliki ketakutan terhadap kritik yang pada gilirannya membuat mereka tidak bisa menerima ejekan yang bersifat balik.
Lelucon yang Merendahkan dan Hukum Pidana
Di Indonesia, hukum pidana memberikan perlindungan terhadap kehormatan dan nama baik seseorang dari tindakan penghinaan. Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa seseorang yang menyerang kehormatan atau nama baik orang lain melalui tuduhan yang dimaksudkan untuk diketahui oleh khalayak umum, dapat dikenai sanksi pidana. Artinya, lelucon yang bersifat menghina, apalagi disebarluaskan kepada publik, dapat dianggap sebagai tindak pidana penghinaan.
ADVERTISEMENT
Terkait fenomena orang yang suka merendahkan orang lain melalui lelucon, kita dapat menganalisis perilaku tersebut melalui Pasal 310 KUHP. Jika lelucon yang merendahkan orang lain tersebut diucapkan di depan publik atau melalui media sosial, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai penghinaan, tergantung pada bagaimana lelucon tersebut disampaikan dan dampaknya terhadap korban.
Namun, tidak semua lelucon yang terasa merendahkan dapat langsung dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan. Hukum pidana menekankan adanya unsur kesengajaan dalam tindakan tersebut. Jika lelucon disampaikan dengan niat untuk merendahkan, mempermalukan, atau menghina seseorang, maka elemen pidana dapat terpenuhi. Sebaliknya, jika lelucon hanya dimaksudkan untuk bercanda tanpa niat buruk, pengadilan akan mempertimbangkan konteks dan niat tersebut.
Batasan Kebebasan Berpendapat dan Hukum
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kebebasan berpendapat memang dijamin oleh konstitusi melalui Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Setiap orang bebas untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat, termasuk dalam bentuk humor. Namun, kebebasan ini bukanlah hak mutlak, karena dalam penerapannya, harus memperhatikan hak orang lain, termasuk hak atas nama baik dan kehormatan.
Lelucon yang merendahkan seseorang, terutama jika dilakukan secara terus-menerus dan di depan umum, dapat melanggar hak tersebut. Misalnya, seseorang yang sering kali menjadi korban lelucon merendahkan di tempat kerja atau di lingkungan sosial tertentu, bisa saja merasa terintimidasi atau direndahkan hingga pada tahap yang mengganggu kehidupannya. Jika korban merasa terhina atau dipermalukan secara serius, mereka memiliki hak untuk melaporkan tindakan tersebut sebagai tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Pasal 27A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga memberikan perlindungan khusus terhadap penghinaan yang dilakukan melalui media elektronik. Di era digital seperti sekarang, banyak lelucon merendahkan yang disampaikan melalui media sosial atau aplikasi pesan instan. Tindakan tersebut bisa digolongkan sebagai tindak pidana jika memenuhi unsur penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur oleh UU ITE.
Refleksi Moral dan Tanggung Jawab
Fenomena di mana seseorang senang membuat lelucon yang merendahkan orang lain tetapi tidak bisa menerima lelucon tentang dirinya sendiri, mencerminkan sikap hipokrit yang sering kali tidak disadari oleh pelakunya. Dari perspektif moral, ini adalah bentuk ketidakadilan interpersonal. Orang semacam ini cenderung tidak memahami prinsip resiprositas dalam hubungan sosial, di mana seseorang harus siap menerima apa yang mereka lemparkan kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks hukum, sikap semacam ini bisa berbahaya jika orang tersebut kemudian menuntut orang lain atas dasar penghinaan, padahal mereka sendiri secara aktif melakukan tindakan yang sama. Di mata hukum, setiap individu diharapkan memiliki tanggung jawab atas tindakan dan perkataannya. Jika seseorang suka menghina orang lain melalui lelucon, mereka seharusnya juga menyadari bahwa mereka rentan terhadap konsekuensi hukum jika lelucon tersebut dianggap melanggar norma hukum yang berlaku.
Penyelesaian Konflik: Pendekatan Restoratif
Untuk mengatasi konflik akibat lelucon yang merendahkan, pendekatan restoratif bisa menjadi solusi yang efektif. Pendekatan ini bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara pihak yang terlibat dengan cara mediasi dan dialog. Dalam hal ini, pihak yang merasa dihina melalui lelucon dapat mengajak pelaku untuk berdiskusi mengenai dampak negatif dari tindakan tersebut. Pendekatan restoratif juga membantu menghindari proses hukum yang berlarut-larut dan lebih mengedepankan penyelesaian damai.
ADVERTISEMENT
Namun, jika mediasi tidak berhasil dan lelucon tersebut terus dilakukan hingga menyebabkan dampak psikologis atau sosial yang serius, maka korban berhak menempuh jalur hukum untuk mendapatkan perlindungan.
Lelucon yang merendahkan orang lain memiliki potensi untuk melanggar hukum pidana, terutama jika disampaikan dengan niat merendahkan atau disebarluaskan kepada publik. Di Indonesia, hukum pidana memberikan perlindungan terhadap kehormatan dan nama baik individu melalui Pasal 310 KUHP dan UU ITE. Orang yang suka membuat lelucon merendahkan namun tidak bisa menerima lelucon tentang dirinya sendiri, selain mencerminkan sikap tidak adil secara sosial, juga harus waspada terhadap konsekuensi hukum dari tindakannya. Sebaiknya, humor digunakan sebagai alat untuk mempererat hubungan, bukan sebagai senjata untuk merendahkan orang lain.
ADVERTISEMENT