Konten dari Pengguna

Menggali Lebih Dalam Tentang Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik dalam KUHP

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
30 Agustus 2024 15:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Sumber Foto : pikbest.com
Dalam konteks hukum di Indonesia, penghinaan dan pencemaran nama baik merupakan salah satu tindak pidana yang sering kali menjadi perdebatan. Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, penghinaan adalah tindakan yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Pengaturan hukum terkait penghinaan dan pencemaran nama baik ini dapat ditemukan dalam Pasal 310 KUHP.
ADVERTISEMENT
Bentuk penghinaan ini sendiri tidak terbatas pada kata-kata lisan, tetapi juga dapat dilakukan melalui tulisan atau gambar. Oleh karena itu, penting untuk memahami bentuk-bentuk penghinaan atau pencemaran nama baik tersebut, sebagaimana diatur dalam KUHP.
Jenis-Jenis Penghinaan dalam KUHP
KUHP mengatur enam jenis penghinaan yang berbeda, yang masing-masing memiliki karakteristik dan implikasi hukum yang unik. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai keenam jenis penghinaan tersebut:
1. Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)
Penistaan terjadi ketika seseorang menuduh orang lain melakukan perbuatan tertentu dengan tujuan agar tuduhan tersebut diketahui oleh banyak orang. Tuduhan tersebut tidak harus terkait dengan perbuatan yang dapat dihukum, seperti mencuri atau berzina, tetapi bisa saja perbuatan biasa yang dianggap memalukan oleh masyarakat. Intinya, penistaan bertujuan untuk merusak reputasi seseorang di mata publik.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan sehari-hari, bentuk penistaan ini bisa dilihat dalam berbagai situasi, seperti penyebaran rumor atau fitnah yang tidak berdasar di media sosial, yang tujuannya untuk merendahkan martabat seseorang.
2. Penistaan dengan Surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)
Penistaan dengan surat terjadi ketika tuduhan penghinaan dilakukan melalui tulisan atau gambar. Ini berarti bahwa penghinaan tidak hanya disampaikan secara verbal, tetapi juga dapat disebarluaskan melalui media cetak, media elektronik, atau platform online. Pasal ini relevan di era digital saat ini, di mana informasi dapat dengan cepat tersebar luas melalui internet.
Namun, KUHP juga memberikan pengecualian, di mana seseorang tidak dapat dituntut jika tuduhan tersebut dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.
ADVERTISEMENT
3. Fitnah (Pasal 311 KUHP)
Fitnah merupakan kejahatan yang lebih serius dibandingkan penistaan. Pasal 311 KUHP menyatakan bahwa jika tuduhan yang dilayangkan tidak dapat dibuktikan kebenarannya di pengadilan, maka orang yang menuduh tersebut dapat dikenakan pasal fitnah. Dengan kata lain, jika seseorang dengan sengaja menyebarkan tuduhan palsu yang merusak reputasi orang lain, dan tuduhan tersebut terbukti tidak benar, maka tindakan tersebut dikategorikan sebagai fitnah.
4. Penghinaan Ringan (Pasal 315 KUHP)
Penghinaan ringan adalah penghinaan yang dilakukan di tempat umum, biasanya melalui kata-kata makian atau perbuatan yang dianggap merendahkan. Misalnya, menggunakan kata-kata seperti "anjing", "bajingan", atau tindakan seperti meludahi wajah seseorang. Tindakan-tindakan ini dianggap sebagai penghinaan ringan karena dampaknya yang lebih terbatas dibandingkan dengan penistaan atau fitnah.
ADVERTISEMENT
Menurut R. Soesilo, penghinaan ringan juga bisa terjadi melalui tindakan fisik, seperti mendorong seseorang dengan maksud menghina, atau tindakan lain yang dianggap merendahkan martabat.
5. Pengaduan Palsu atau Pengaduan Fitnah (Pasal 317 KUHP)
Pasal 317 KUHP mengatur mengenai pengaduan palsu atau pengaduan fitnah, di mana seseorang dengan sengaja membuat laporan palsu kepada pejabat negara dengan tujuan merusak reputasi orang lain. Tindakan ini sangat merugikan karena dapat menyebabkan seseorang yang tidak bersalah harus berurusan dengan proses hukum yang panjang dan rumit.
Contoh konkret dari pengaduan palsu ini adalah ketika seseorang mengajukan laporan kriminal terhadap orang lain, meskipun ia tahu bahwa laporan tersebut tidak benar, dengan tujuan untuk membalas dendam atau menjatuhkan orang tersebut.
ADVERTISEMENT
6. Perbuatan Fitnah (Pasal 318 KUHP)
Perbuatan fitnah menurut Pasal 318 KUHP adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk menjebak orang lain agar terlihat bersalah atas tindak pidana yang sebenarnya tidak mereka lakukan. Contoh dari perbuatan fitnah ini adalah ketika seseorang dengan sengaja menaruh barang hasil curian di rumah orang lain, dengan tujuan agar orang tersebut dituduh melakukan kejahatan.
Tindakan seperti ini sangat berbahaya karena tidak hanya merusak reputasi, tetapi juga bisa menghancurkan kehidupan seseorang yang tidak bersalah.
Pentingnya Pemahaman yang Mendalam tentang Hukum Penghinaan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penghinaan dan pencemaran nama baik merupakan kategori tindak pidana yang serius dalam hukum Indonesia, sebagaimana diatur dalam KUHP. Tindakan penghinaan ini tidak hanya dilakukan secara lisan, tetapi juga bisa melalui tulisan, gambar, atau tindakan fisik yang merendahkan martabat orang lain.
ADVERTISEMENT
Sebagai masyarakat yang hidup di era digital, di mana informasi dapat dengan cepat menyebar, kita harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat atau kritik terhadap orang lain. Penggunaan media sosial yang tidak bijak bisa dengan mudah menjebak kita dalam masalah hukum, terutama terkait penghinaan dan pencemaran nama baik.
Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang aturan-aturan hukum ini sangat penting agar kita bisa lebih bijak dalam berinteraksi, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Penghormatan terhadap martabat dan reputasi orang lain harus menjadi prinsip yang dipegang teguh, guna menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan berkeadilan.