Konten dari Pengguna

Penyitaan Barang Milik Siswa yang Melanggar Tata Tertib Sekolah

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
21 Juli 2024 12:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III
Sumber Foto : Dokumen Pribadi
Sekolah merupakan institusi pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan perilaku siswa. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, setiap sekolah memiliki tata tertib yang harus dipatuhi oleh seluruh siswa. Salah satu bentuk penegakan tata tertib di sekolah adalah melalui penyitaan barang milik siswa yang melanggar aturan. Praktik ini seringkali menimbulkan kontroversi, terutama jika dilihat dari perspektif hukum Indonesia. Artikel ini akan membahas penyitaan barang milik siswa yang melanggar tata tertib sekolah dikaitkan dengan Pasal 362, Pasal 406, dan Pasal 368 KUHP, serta Pasal 1 butir ke-16 dan Pasal 38 ayat 1 KUHAP.
ADVERTISEMENT
1. Tata Tertib Sekolah dan Penyitaan Barang
Tata tertib sekolah dibuat untuk menjaga ketertiban dan keamanan di lingkungan sekolah. Barang-barang yang disita biasanya adalah barang-barang yang dilarang dibawa ke sekolah, seperti ponsel, rokok, atau senjata tajam. Penyitaan dilakukan sebagai bentuk sanksi dan upaya pencegahan agar siswa tidak mengulangi pelanggaran yang sama.
Namun, tindakan penyitaan barang milik siswa ini menimbulkan pertanyaan mengenai legalitasnya, terutama jika dilihat dari perspektif hukum pidana dan hukum acara pidana di Indonesia.
2. Pasal 362 KUHP: Pencurian
Pasal 362 KUHP menyatakan bahwa "Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, dihukum karena pencurian, dengan hukuman penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah."
ADVERTISEMENT
Dalam konteks penyitaan barang di sekolah, pasal ini bisa menjadi kontroversial jika penyitaan tersebut dianggap sebagai pengambilan barang secara melawan hukum. Namun, perlu diingat bahwa penyitaan barang di sekolah dilakukan dalam konteks penegakan tata tertib yang sudah disepakati oleh seluruh pihak, termasuk siswa dan orang tua.
3. Pasal 406 KUHP: Pengrusakan Barang
Pasal 406 KUHP menyatakan bahwa "Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dihukum karena merusakkan barang, dengan hukuman penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Jika barang yang disita oleh pihak sekolah mengalami kerusakan atau hilang, maka pihak sekolah dapat dituntut berdasarkan pasal ini. Oleh karena itu, sekolah harus memastikan bahwa barang yang disita disimpan dengan baik dan dikembalikan dalam kondisi yang sama saat disita.
ADVERTISEMENT
4. Pasal 368 KUHP: Pemerasan
Pasal 368 KUHP menyatakan bahwa "Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya orang itu memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena pemerasan, dengan hukuman penjara paling lama sembilan tahun."
Tindakan penyitaan barang bisa dianggap sebagai pemerasan jika dilakukan dengan maksud untuk menguntungkan pihak tertentu secara melawan hukum. Dalam konteks sekolah, hal ini bisa terjadi jika pihak sekolah menggunakan barang yang disita untuk kepentingan pribadi atau keuntungan finansial. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk menjaga integritas dan transparansi dalam proses penyitaan barang.
ADVERTISEMENT
5. Pasal 1 Butir ke-16 KUHAP: Penyitaan dalam Proses Hukum
Pasal 1 butir ke-16 KUHAP mendefinisikan penyitaan sebagai "serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan."
Penyitaan yang dilakukan di sekolah tidak termasuk dalam definisi penyitaan menurut KUHAP karena tidak dilakukan dalam konteks penyidikan, penuntutan, atau peradilan. Namun, prinsip-prinsip yang terkandung dalam KUHAP dapat menjadi acuan bagi sekolah dalam melakukan penyitaan barang, yaitu harus dilakukan dengan prosedur yang jelas dan untuk tujuan yang sah.
6. Pasal 38 Ayat 1 KUHAP: Tata Cara Penyitaan
Pasal 38 ayat 1 KUHAP menyatakan bahwa "Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat."
ADVERTISEMENT
Meskipun penyitaan di sekolah tidak memerlukan izin pengadilan, sekolah harus memiliki prosedur yang jelas dan transparan dalam melakukan penyitaan barang milik siswa. Hal ini untuk memastikan bahwa tindakan penyitaan dilakukan dengan cara yang adil dan tidak melanggar hak-hak siswa.
Penyitaan barang milik siswa yang melanggar tata tertib sekolah adalah langkah yang sering dilakukan oleh pihak sekolah untuk menjaga disiplin dan ketertiban. Namun, tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati dan mematuhi prinsip-prinsip hukum yang berlaku di Indonesia. Pasal 362, Pasal 406, dan Pasal 368 KUHP mengatur tentang pencurian, perusakan barang, dan pemerasan, yang bisa menjadi acuan dalam menilai legalitas penyitaan barang di sekolah. Selain itu, definisi dan tata cara penyitaan menurut KUHAP juga dapat menjadi pedoman bagi sekolah dalam melakukan penyitaan barang dengan prosedur yang benar.
ADVERTISEMENT
Sekolah harus memastikan bahwa penyitaan barang dilakukan dengan tujuan yang sah, prosedur yang jelas, dan tidak melanggar hak-hak siswa. Dengan demikian, penyitaan barang dapat menjadi alat yang efektif dalam penegakan tata tertib tanpa menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.