Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Relevansi Razia Rambut Panjang bagi Siswa Laki-Laki Dengan Hukum dan Zaman Now
9 September 2024 11:09 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Razia rambut panjang bagi siswa laki-laki merupakan tradisi yang sudah berlangsung lama di berbagai sekolah di Indonesia. Praktik ini umumnya dilakukan untuk menegakkan disiplin, dengan tujuan menanamkan nilai-nilai kerapihan dan kepatuhan terhadap aturan sekolah. Namun, dengan perubahan zaman dan perkembangan cara pandang masyarakat terhadap kebebasan individu, relevansi dari razia rambut panjang ini mulai dipertanyakan, terutama jika ditinjau dari segi hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
1. Sejarah dan Tujuan Razia Rambut di Sekolah
Secara historis, aturan terkait rambut siswa laki-laki di sekolah-sekolah Indonesia bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang rapi dan tertib. Pemotongan rambut dianggap sebagai simbol disiplin dan kerapihan yang mencerminkan moralitas dan etos kerja siswa. Pada masa lalu, sekolah adalah institusi yang sangat mengedepankan keseragaman fisik dan perilaku, termasuk aturan mengenai panjang rambut. Namun, seiring berkembangnya kebebasan berekspresi, aturan ini mulai menjadi sorotan dan dipertanyakan.
Bagi sebagian sekolah, aturan ini masih dijalankan dengan ketat dan menjadi salah satu bagian dari upaya untuk menegakkan disiplin. Razia rambut panjang biasanya dilakukan secara mendadak, dan siswa yang kedapatan melanggar aturan ini akan dipaksa memotong rambutnya di tempat atau menerima sanksi lain seperti teguran atau hukuman fisik ringan. Namun, apakah metode ini masih relevan dan proporsional di masa sekarang?
ADVERTISEMENT
2. Kebebasan Berpendapat dan Hak Asasi Manusia
Dalam konteks hukum Indonesia, kebebasan berekspresi dijamin oleh UUD 1945, terutama dalam Pasal 28E ayat (2) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Dengan demikian, aturan yang terlalu ketat terkait penampilan fisik, termasuk rambut, dapat dipandang sebagai pembatasan terhadap kebebasan individu untuk berekspresi.
Meski sekolah memiliki kewenangan untuk menegakkan disiplin, kebijakan ini harus seimbang dengan hak asasi siswa. Perlindungan terhadap kebebasan individu juga ditekankan dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang melarang adanya perlakuan diskriminatif yang didasarkan pada karakteristik personal, termasuk penampilan fisik. Oleh karena itu, razia rambut panjang dapat dianggap melanggar hak-hak siswa atas kebebasan berekspresi jika dilakukan tanpa alasan yang proporsional dan tidak ada justifikasi yang jelas.
ADVERTISEMENT
3. Pendekatan Hukum dalam Lingkungan Sekolah
Sekolah memiliki wewenang untuk mengatur tata tertib dan disiplin dalam lingkungannya. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sekolah bertanggung jawab untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan membentuk karakter peserta didik. Namun, regulasi ini tidak secara spesifik mengatur soal aturan rambut siswa.
Pada tingkat otonomi, masing-masing sekolah dapat merumuskan aturan internal, termasuk soal kebijakan rambut panjang. Meskipun demikian, aturan yang diterapkan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang lebih luas seperti hak asasi manusia dan kebebasan individu. Misalnya, jika sebuah sekolah memberlakukan razia rambut, mereka perlu mempertimbangkan apakah kebijakan tersebut memiliki dasar hukum yang kuat dan apakah pelaksanaannya proporsional dengan tujuan yang ingin dicapai, seperti menciptakan lingkungan yang rapi dan tertib.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam lingkungan sekolah, pemberian sanksi kepada siswa harus dilakukan secara proporsional dan tidak boleh mengarah pada perbuatan yang merendahkan martabat siswa. Hal ini sesuai dengan prinsip non-diskriminasi dan penghormatan terhadap martabat yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014.
4. Perkembangan Sosial dan Budaya
Di era modern, pandangan masyarakat terhadap rambut dan penampilan telah berkembang. Rambut bukan lagi semata-mata dilihat sebagai simbol disiplin atau kerapihan, tetapi juga merupakan bagian dari identitas pribadi dan ekspresi budaya. Dalam masyarakat yang semakin terbuka terhadap pluralitas gaya dan pandangan, razia rambut panjang bagi siswa laki-laki dapat dianggap sebagai bentuk pengekangan terhadap ekspresi diri.
Budaya pop dan globalisasi turut mempengaruhi cara pandang anak muda terhadap penampilan, termasuk panjang rambut. Siswa laki-laki di masa sekarang mungkin merasa bahwa rambut panjang adalah bagian dari identitas atau ekspresi mereka, dan sekolah yang memaksa mereka untuk memotong rambut dapat dianggap sebagai tindakan yang mengekang kebebasan pribadi. Dalam konteks ini, razia rambut panjang menjadi tidak relevan jika dilihat dari perubahan nilai-nilai sosial yang ada.
ADVERTISEMENT
5. Pendekatan Alternatif dalam Penegakan Disiplin
Alih-alih memberlakukan razia rambut panjang yang berpotensi melanggar hak-hak siswa, sekolah dapat mengambil pendekatan lain yang lebih manusiawi dan relevan dalam menegakkan disiplin. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah dialog antara pihak sekolah dan siswa. Dengan berdialog, siswa dapat lebih memahami alasan di balik aturan-aturan yang ada, dan di sisi lain, sekolah dapat menyesuaikan kebijakan mereka dengan kebutuhan serta nilai-nilai modern yang lebih menghargai kebebasan individu.
Pendekatan berbasis dialog dan kesepakatan ini juga selaras dengan semangat Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menekankan pada pendekatan restoratif dalam penyelesaian masalah, termasuk dalam lingkup disiplin sekolah. Meskipun undang-undang ini lebih difokuskan pada peradilan pidana anak, semangatnya dapat diterapkan dalam lingkungan pendidikan, di mana hukuman yang bersifat represif dapat digantikan dengan pendekatan yang lebih mendidik dan membangun kesadaran.
ADVERTISEMENT
6. Relevansi di Masa Sekarang
Mengacu pada analisis di atas, relevansi razia rambut panjang bagi siswa laki-laki saat ini patut dipertanyakan. Secara hukum, kebebasan berekspresi siswa diatur dan dilindungi, sementara kebijakan sekolah harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan perkembangan sosial-budaya. Dengan perkembangan cara pandang masyarakat terhadap kebebasan individu, razia rambut panjang dapat dianggap sebagai kebijakan yang tidak lagi relevan dan justru dapat merugikan siswa.
Sekolah sebagai institusi pendidikan harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan menciptakan kebijakan disiplin yang lebih humanis. Kebijakan disiplin yang terlalu ketat tanpa justifikasi yang jelas dapat berpotensi menimbulkan resistensi dari siswa dan merusak hubungan antara pihak sekolah dan peserta didik. Oleh karena itu, sekolah perlu mencari cara-cara baru yang lebih inklusif dan menghargai kebebasan individu dalam menegakkan disiplin, tanpa harus mengorbankan kebebasan berekspresi para siswa.
ADVERTISEMENT
Razia rambut panjang bagi siswa laki-laki di masa sekarang tampaknya mulai kehilangan relevansinya, terutama jika ditinjau dari aspek hukum dan perkembangan sosial. Kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh hukum Indonesia menuntut kebijakan disiplin yang lebih seimbang dan menghormati hak-hak individu. Sekolah sebaiknya mempertimbangkan pendekatan yang lebih modern dan dialogis dalam menegakkan disiplin, alih-alih menerapkan kebijakan yang dapat dianggap usang dan mengekang kebebasan siswa.