Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Sengkon dan Karta: Kasus yang Melahirkan Peninjauan Kembali di Indonesia
27 Juni 2024 13:13 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
ADVERTISEMENT
Kasus Sengkon dan Karta adalah salah satu kasus hukum paling terkenal di Indonesia yang tidak hanya mengguncang dunia peradilan tetapi juga mendorong reformasi hukum yang signifikan, yaitu lahirnya mekanisme Peninjauan Kembali (PK) dalam sistem peradilan Indonesia. Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya keadilan yang tidak hanya di atas kertas tetapi juga di lapangan. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi kasus tersebut dan bagaimana ia berkontribusi terhadap lahirnya mekanisme PK di Indonesia.
Latar Belakang Kasus
Pada tahun 1974, terjadi sebuah perampokan dan pembunuhan di Desa Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat. Sengkon dan Karta, dua petani sederhana, dituduh sebagai pelaku. Mereka diadili dan dijatuhi hukuman penjara berdasarkan pengakuan yang diduga diperoleh melalui penyiksaan oleh aparat kepolisian. Selama proses hukum berlangsung, banyak kejanggalan yang terungkap, termasuk kurangnya bukti yang meyakinkan dan tidak adanya saksi mata yang dapat mengidentifikasi keduanya sebagai pelaku.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, Sengkon dan Karta dihukum masing-masing 12 tahun dan 7 tahun penjara. Mereka terus berjuang untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah, meskipun sistem hukum pada saat itu tampaknya tidak berpihak pada mereka. Kasus ini memperlihatkan betapa rentannya seseorang terhadap ketidakadilan, terutama ketika berhadapan dengan sistem peradilan yang tidak sempurna.
Perjuangan untuk Keadilan
Perjuangan Sengkon dan Karta untuk mendapatkan keadilan menarik perhatian publik dan para aktivis hukum. Setelah bertahun-tahun menjalani hukuman, kebenaran akhirnya terungkap. Pada tahun 1981, seorang narapidana bernama Asmadi mengakui bahwa dia dan rekannya, Djelihong, adalah pelaku sebenarnya dari kejahatan tersebut. Pengakuan ini memicu penyelidikan ulang dan membuka jalan bagi pembebasan Sengkon dan Karta.
Kasus ini menyoroti kelemahan dalam sistem peradilan Indonesia, terutama dalam hal penanganan bukti dan perlakuan terhadap terdakwa. Sengkon dan Karta menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan, dan kasus mereka menggerakkan hati nurani masyarakat serta memicu dorongan untuk reformasi hukum.
ADVERTISEMENT
Lahirnya Peninjauan Kembali (PK)
Kasus Sengkon dan Karta membawa dampak besar dalam dunia peradilan Indonesia. Salah satu dampak terpenting adalah lahirnya mekanisme Peninjauan Kembali (PK). PK adalah upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dengan tujuan untuk mengoreksi kesalahan yang terjadi dalam putusan tersebut.
Mekanisme PK ini memberikan harapan baru bagi mereka yang merasa diperlakukan tidak adil oleh sistem peradilan. Ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa keadilan tidak hanya berhenti pada keputusan pengadilan pertama, tetapi terus dicari hingga kebenaran terungkap. Adanya PK juga menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia memiliki mekanisme untuk mengoreksi kesalahan, meskipun kesalahan tersebut terjadi pada tingkat tertinggi pengadilan.
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1980
ADVERTISEMENT
Lahirnya mekanisme PK diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1980 tentang Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. PERMA ini menjadi dasar hukum pertama yang mengatur tata cara pengajuan PK di Indonesia. Adapun alasan-alasan yang dapat diajukan dalam permohonan PK meliputi:
1. Ditemukan bukti baru (novum) yang sebelumnya tidak diketahui dan bisa mengubah putusan.
2. Putusan hakim yang bertentangan satu sama lain pada tingkat pengadilan yang sama atau berbeda.
3. Kesalahan nyata dalam putusan yang menimbulkan ketidakadilan.
PERMA Nomor 1 Tahun 1980 memberikan panduan yang jelas tentang prosedur PK, termasuk syarat-syarat pengajuan dan batas waktu pengajuan. Peraturan ini memberikan landasan bagi Mahkamah Agung untuk mengoreksi kesalahan yang terjadi dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
ADVERTISEMENT
Prosedur Peninjauan Kembali
Peninjauan Kembali diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009.
Proses pengajuan PK harus dilakukan dengan cermat, mengingat ini adalah upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan. Permohonan PK diajukan ke Mahkamah Agung, yang kemudian akan menilai apakah alasan yang diajukan cukup kuat untuk mengubah putusan sebelumnya.
Dampak Positif dan Tantangan
Lahirnya mekanisme PK membawa sejumlah dampak positif dalam sistem peradilan Indonesia. Pertama, PK memberikan kesempatan bagi terdakwa yang merasa diperlakukan tidak adil untuk mendapatkan keadilan. Ini adalah bentuk pengakuan bahwa kesalahan bisa terjadi dalam proses peradilan dan perlu ada mekanisme untuk mengoreksinya.
ADVERTISEMENT
Kedua, adanya PK juga mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan. Hakim dan aparat penegak hukum menjadi lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya karena ada kemungkinan putusan mereka akan ditinjau ulang.
Namun, di balik dampak positif tersebut, terdapat sejumlah tantangan. Salah satunya adalah proses PK yang bisa memakan waktu lama dan membutuhkan biaya. Tidak semua terdakwa memiliki akses atau sumber daya untuk mengajukan PK. Selain itu, meskipun PK dimaksudkan untuk mengoreksi kesalahan, tidak semua permohonan PK berakhir dengan pembebasan terdakwa. Mahkamah Agung masih harus mempertimbangkan bukti dan alasan yang diajukan dengan sangat hati-hati.
Kasus Sengkon dan Karta adalah salah satu contoh nyata betapa pentingnya keadilan dalam sistem peradilan. Ketidakadilan yang mereka alami menjadi pemicu lahirnya mekanisme Peninjauan Kembali (PK), yang kini menjadi bagian penting dari sistem hukum Indonesia. PK memberikan harapan bagi mereka yang merasa diperlakukan tidak adil dan memastikan bahwa kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan.
ADVERTISEMENT
Meskipun masih ada tantangan dalam pelaksanaan PK, langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk memperbaiki sistem peradilannya dan memastikan bahwa setiap orang mendapatkan keadilan yang seharusnya. Kasus Sengkon dan Karta akan selalu diingat sebagai simbol perjuangan melawan ketidakadilan dan dorongan untuk reformasi hukum yang lebih baik.