Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Tempus Delicti, Locus Delicti, dan Asas Unus Testis Nullus Testis di Sekolah
27 Juni 2024 8:24 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.

Dalam dunia hukum, pemahaman tentang tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana) dan locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana) adalah fundamental. Keduanya memainkan peran penting dalam penegakan hukum dan proses peradilan, termasuk dalam konteks pelanggaran peraturan tata tertib sekolah. Bersamaan dengan itu, asas unus testis nullus testis (satu saksi bukanlah saksi) juga memegang peran signifikan dalam memastikan keadilan dalam penanganan kasus-kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Tempus Delicti dan Locus Delicti dalam Konteks Sekolah
Tempus Delicti
Tempus delicti mengacu pada waktu spesifik ketika sebuah pelanggaran atau tindak pidana terjadi. Dalam konteks pelanggaran peraturan tata tertib sekolah, mengetahui waktu terjadinya pelanggaran dapat membantu pihak sekolah atau komite disiplin untuk memahami konteks kejadian, menentukan validitas alibi, dan memastikan bahwa tindakan yang diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada saat itu. Misalnya, jika ada perubahan peraturan atau prosedur tertentu yang berlaku sejak waktu tertentu, maka pengetahuan tentang tempus delicti akan sangat krusial.
Locus Delicti
Locus delicti, di sisi lain, mengacu pada tempat di mana pelanggaran terjadi. Dalam lingkungan sekolah, locus delicti dapat mencakup kelas, halaman sekolah, laboratorium, atau area lain yang berada dalam pengawasan sekolah. Memahami locus delicti membantu pihak berwenang menentukan yurisdiksi, mengidentifikasi saksi, dan mengumpulkan bukti yang relevan. Misalnya, jika pelanggaran terjadi di area yang diawasi oleh kamera pengintai, rekaman tersebut dapat menjadi bukti penting dalam proses disiplin.
ADVERTISEMENT
Asas Unus Testis Nullus Testis
Asas unus testis nullus testis, yang berarti "satu saksi bukanlah saksi," menekankan pentingnya memiliki lebih dari satu saksi untuk memperkuat keabsahan sebuah kesaksian. Dalam konteks pelanggaran peraturan tata tertib sekolah, asas ini memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak didasarkan pada kesaksian tunggal yang bisa jadi bias atau tidak akurat. Mengingat bahwa lingkungan sekolah sering kali melibatkan banyak pihak, penerapan asas ini membantu dalam memastikan bahwa keputusan disiplin didasarkan pada bukti yang cukup dan terverifikasi.
Pentingnya Asas Ini dalam Kasus Sekolah
1. Keadilan untuk Siswa: Dalam kasus pelanggaran, siswa berhak mendapatkan penanganan yang adil. Jika hanya ada satu saksi yang melaporkan pelanggaran, risiko kesalahan penilaian meningkat. Dengan mengharuskan adanya lebih dari satu saksi, kemungkinan terjadinya ketidakadilan dapat diminimalkan.
ADVERTISEMENT
2. Validasi Bukti: Kesaksian ganda membantu dalam memvalidasi bukti dan memperkuat argumen yang ada. Ini penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi, bukan asumsi atau persepsi individual.
3. Pencegahan Penyalahgunaan: Asas ini juga berfungsi sebagai mekanisme pencegahan terhadap potensi penyalahgunaan wewenang atau fitnah. Dengan mengharuskan lebih dari satu saksi, kemungkinan adanya saksi palsu atau kesaksian yang dimanipulasi dapat ditekan.
Pemahaman tentang tempus delicti dan locus delicti, serta penerapan asas unus testis nullus testis, adalah elemen krusial dalam penanganan kasus pelanggaran peraturan tata tertib sekolah. Keduanya membantu memastikan bahwa setiap tindakan disiplin yang diambil adalah berdasarkan bukti yang kuat dan adil. Dalam upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif, transparan, dan adil, penerapan prinsip-prinsip hukum ini harus menjadi standar yang tidak bisa ditawar.
ADVERTISEMENT