Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Advokat Membela Koruptor di Pengadilan: Kode Etik Profesi Advokat
20 Januari 2021 11:54 WIB
Tulisan dari Irmen tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Advokat merupakan profesi yang menyediakan jasa hukum baik didalam maupun diluar Pengadilan, dimana advokat memberikan jasa bantuan hukum seperti konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan tindakan-tindakan hukum lain demi memperjuangkan kepentingan hukum kliennya. Klien seorang advokat merupakan orang perorangan, badan hukum, atau lembaga lain yang memerlukan bantuan advokat dalam menyelesaikan masalah hukumnya. Advokat dalam mengurus perkara harus meletakkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadinya.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjalankan profesinya, seorang advokat harus disumpah terlebih dahulu sesuai dengan agama dan keyakinannya. Seorang advokat harus berjanji dan bersungguh-sungguh di hadapan Pengadilan Tinggi dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik dan amanat yang terkandung didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Advokat harus bersedia memberi nasihat dan bantuan hukum kepada orang-orang yang memerlukan bantuannya tanpa membedakan agama, kepercayaan, suku, keturunan, kedudukan sosial atau keyakinan politik, seorang advokat harus turut menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.
Profesi advokat merupakan profesi yang mulia dan terhormat, dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah officium nobile dimana setiap advokat wajib mengikuti segala kaidah hukum dan perundang-undangan yang berlandaskan nilai-nilai luhur advokasi. Dalam menjalankan profesinya advokat harus membela kliennya walaupun kliennya tersebut telah terbukti melakukan kesalahan, namun seorang advokat profesional ditunutut harus bisa membela hak-hak kliennya tersebut agar tidak diperlakukan semena-mena. Seorang tersangka/terdakwa mempunyai hak untuk didampingi dan memilih sendiri penasehat hukum/advokat di Pengadilan, yang mana hal tersebut sudah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 54 dan 55.
ADVERTISEMENT
• Pasal 54 KUHAP berbunyi, “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”
• Pasal 55 KUHAP berbunyi, “Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.”
Jadi pada dasarnya terdakwa/tersangka yang melakukan tindak kejahatan mulai tindak pidana kelas teri hingga tindak pidana kelas kakap seperti korupsi berhak untuk mempunyai penasehat hukum/advokat sebagai pendamping dimuka Pengadilan.
Dalam profesi advokat ada stigma buruk yang muncul dimasyarakat, dimana masyarakat menganggap profesi advokat menjadi buruk apabila seorang advokat menjalankan profesinya dengan membela para pelaku kejahatan seperti Koruptor, selain itu advokat terkesan hanya mencari keuntungan yang besar dengan membela klien-kliennya tanpa memandang perbuatan buruk kliennya tersebut. Dalam hal ini masyarakat harus mampu memahami bahwa pekerjaan sebagai advokat dalam lingkup pidana adalah memberikan pendampingan hukum bagi orang-orang yang diduga pelaku maupun korban suatu tindak pidana. Advokat dalam menjalankan profesinya dilarang untuk membedakan perlakuan terhadap kliennya berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya. Bagi seorang advokat, klien yang menunjuk dirinya sebagai pendamping di Pengadilan harus mendapatkan pembelaan atas hak-hak yang dimiliki kliennya tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu masyarakat juga perlu memahami bahwa hukum Indonesia sangat menjunjung tinggi asas preduga tak bersalah (presumtion of innocent) yang diatur didalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman).
UU No 48 Tahun 2009 Pasal 8 ayat (1) berbunyi, “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Jadi meskipun masyarakat menganggap klien seorang advokat merupakan pelaku tindak pidana korupsi, namun pada intinya klien tersebut harus dianggap tidak bersalah dimuka Pengadilan sampai dijatuhkannya putusan Hakim yang menyatakan bahwa terdakwa/tersangka tersebut benar bersalah dan pantas untuk diberikan hukuman karena pada dasarnya yang berhak menentukan seseorang itu bersalah ataupun tidak di Pengadilan hanyalah Hakim seorang.
ADVERTISEMENT
Seorang advokat juga mempunyai hak untuk menolak memberikan pendampingan hukum kepada seorang klien, dimana hal tersebut merupakan suatu kebolehan seorang advokat untuk menolaknya. Hal tersebut tertuang didalam Kode Etik Profesi Advokat (KEAI) pasal 3 huruf a.
• KEAI Pasal 3 huruf a berbunyi, “advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya.”
Jika perkara yang menurut advokat tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, maka seorang advokat berhak menolak untuk memberikan bantuan hukum kepada orang yang memerlukan jasa atau bantuan hukum darinya,
Menurut Muhammad Nuh dalam bukunya “Etika Profesi Hukum” ketika membela seorang klien yang telah nyata-nyata bersalah, maksud advokat bukan semata-mata agar klien dibebaskan dari semua tuntutan, tetapi advokat menjadi penasihat atau pendamping tersangka/terdakwa di muka pengadilan. Dalam hal ini mendampingi bermaksud untuk menjamin hak-hak kliennya tidak dilanggar dan tidak diperlakukan secara semena-mena. Jadi tersangka/terdakwa tindak pidana kejahatan mempunyai hak untuk didampingi oleh advokat di Pengadilan bahkan tindak pidana korupsi sekali pun. Advokat selaku penyedia jasa bantuan hukum juga mempunyai kewajiban untuk mendampingi kliennya dan memastikan hak-hak kliennya tersebut terjaga dan terlindungi. Bukan semata-mata memperoleh keuntungan dengan membebaskan kliennya dari segala tuntutan.
ADVERTISEMENT
Referensi:
www.hukumonline.com