Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Paradoks Pilpres: Teori Strain dan Dilema Demokrasi
27 November 2023 10:51 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari ironfajrul tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“...Tentu saja demokrasi, seperti teater, sebenarnya bukanlah proses untuk menemukan kebenaran, melainkan untuk menghadapi kesalahan, dan mengatasinya, terkadang dengan sedih, terkadang dengan tawa....” - Goenawan Mohamad, dalam tulisan di Catatan Pinggir 7
ADVERTISEMENT
Pemilihan presiden merupakan momen krusial dalam kehidupan politik sebuah negara demokratis. Meskipun bertujuan untuk menentukan pemimpin yang akan mewakili kehendak rakyat, proses ini seringkali memicu ketegangan yang signifikan dalam masyarakat. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya ketegangan ini termasuk persaingan politik yang sengit, retorika yang memecah belah, dan ketidakpuasan terhadap proses pemilihan itu sendiri.
Ketidakpercayaan terhadap integritas proses pemilihan bisa menjadi penyebab signifikan ketegangan. Jika muncul kecurangan atau kontroversi terkait prosedur pemilihan, hal ini dapat memicu ketidakpuasan dan meragukan legitimasi pemilihan. Keraguan terhadap hasil dapat menciptakan ketegangan yang dapat berlanjut pasca-pemilihan.
Dampak Proses politik antara lain adanya kondisi ketidaksesuaian antara tujuan politik dan sarana untuk mencapainya, hal ini dapat menghasilkan ketegangan (strain) yang mendorong perilaku devian atau bahkan kriminal sebagai respons.
ADVERTISEMENT
Beberapa implikasi yang timbul antara lain adanya tindakan kecurangan dalam pemilihan, atau jika kebijakan-kebijakan yang diusulkan tidak mencerminkan kebutuhan mayoritas, hal ini dapat menyebabkan ketegangan dan frustrasi; ketidaksetaraan dalam partisipasi politik atau distribusi kebijakan dapat menciptakan ketidaksesuaian politik yang mendorong respons dari masyarakat.
Jika anggota Warga Negara merasa bahwa sistem politik tidak memberikan sarana yang adil untuk mencapai tujuan politik, salurannya dengan mencari cara alternatif untuk menyuarakan kepentingan mereka, termasuk melalui aksi politik ekstralegal atau ekstremisme.
Proses politik sering kali melibatkan penggunaan retorika untuk memotivasi dan memobilisasi massa. Persaingan politik yang ketat dan polarisasi antar-kelompok dapat menciptakan ketegangan yang signifikan dapat mengakibatkan konflik, protes, atau bahkan kekerasan sebagai respons terhadap ketidaksetaraan dalam proses politik.
ADVERTISEMENT
Ketidaksesuaian politik dapat mengarah pada ketidakpercayaan terhadap institusi politik. Jika masyarakat merasa bahwa institusi politik tidak mewakili kepentingan mereka atau korup, hal ini dapat menyebabkan ketegangan dan penolakan terhadap otoritas politik yang ada.
Teori Strain, Tujuan Hukum, dan Deskripsi Demokrasi
Teori strain dalam kriminologi merujuk pada pendekatan yang mencoba menjelaskan terjadinya perilaku kriminal sebagai hasil dari ketidaksesuaian antara tujuan sosial yang diinginkan dan sarana yang dapat digunakan untuk mencapainya. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Robert K. Merton pada tahun 1938 dalam makalahnya yang berjudul "Social Structure and Anomie".
Menurut Teori Strain, ketidaksesuaian ini dapat muncul ketika individu atau kelompok tidak mampu mencapai tujuan yang diinginkan melalui cara-cara yang diterima secara sosial. Ada lima respons atau tindakan yang dapat diambil individu atau kelompok, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Konformitas
Individu menerima aturan dan norma sosial yang ada dan mencapai tujuan mereka sesuai dengan cara-cara yang diterima secara sosial.
2. Inovasi
Individu mencoba mencapai tujuan mereka dengan cara yang tidak diterima secara sosial. Contoh termasuk kejahatan, penipuan, atau tindakan ilegal lainnya.
3. Ritualisme
Individu mematuhi norma sosial, tetapi tujuan awal mereka tidak lagi menjadi fokus utama. Mereka tetap berpegang pada aturan, meskipun tidak lagi berharap mencapai tujuan yang mereka tetapkan.
4. Retreatisme
Individu menolak atau mundur dari tujuan sosial dan sarana untuk mencapainya. Mereka mungkin memilih gaya hidup alternatif, seperti kecanduan zat-zat terlarang.
5. Rebellion
Individu menolak tujuan dan sarana yang ada, dan mereka mencoba menggantinya dengan menciptakan sistem baru. Mereka ingin menggulingkan atau mengubah struktur sosial yang ada.
ADVERTISEMENT
Teori strain memberikan wawasan tentang bagaimana ketidaksesuaian antara tujuan dan sarana dapat menjadi faktor pendorong perilaku kriminal. Teori ini menjadi salah satu pendekatan yang mempengaruhi pemahaman kita tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejahatan dan bagaimana demokrasi menjadi suatu paradoks dalam sistem dalam suatu negara.
Tujuan demokrasi menurut Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat yang terkenal ini menyebut demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat." Menurut Lincoln, tujuan demokrasi adalah menciptakan suatu bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan politik didasarkan pada keinginan dan kepentingan mayoritas rakyat.
Jean-Jacques Rousseau dalam karyanya "The Social Contract", berargumen bahwa tujuan demokrasi adalah menciptakan bentuk pemerintahan yang mewakili "kehendak umum", Rousseau berpendapat bahwa melalui partisipasi aktif warga negara, demokrasi dapat mencapai tujuan tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut Amartya Sen, menekankan hubungan antara demokrasi dan perkembangan manusia. Tujuannya adalah untuk menciptakan kondisi sosial dan ekonomi di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka sepenuhnya.
Perspektif tentang tujuan demokrasi, yang mencakup partisipasi warga negara, perlindungan hak individu, pencapaian keadilan, dan penciptaan pemerintahan yang efektif.
Walaupun pandangan ini berbeda, mereka semua mencerminkan aspek-aspek penting dari sistem demokrasi yang linear dengan pandangan dan interpretasi tentang tujuan hukum, di mana menurut Hans Kelsen, tujuan hukum adalah menciptakan suatu tatanan sosial yang diatur oleh norma-norma hukum. Hukum, dalam pandangan Kelsen, berfungsi untuk mengatur perilaku masyarakat dan menyediakan struktur yang diperlukan bagi pemerintahan.
Menurut John Austin, memiliki pandangan Utilitarian terhadap tujuan hukum adalah menciptakan utilitas sosial. Hukum harus dapat memberikan kebahagiaan maksimal bagi masyarakat dengan mengatur perilaku dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran. Dalam pandangan Herbert L.A. Hart, menyoroti pentingnya keadilan dalam tujuan hukum.
ADVERTISEMENT
Namun, Hart juga menekankan konsep "hukum sebagai suatu sistem" yang memainkan peran penting dalam membentuk perilaku manusia dan menjaga stabilitas sosial. Kemudian menurut Oliver Wendell Holmes Jr., berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menciptakan prediktabilitas dan stabilitas dalam masyarakat. Menurutnya, hukum mengembangkan kepastian hukum yang diperlukan untuk pengembangan sosial.
Proses Politik dan Bentuk Kriminalitas
Mari kita tinjau dua konsep yang dibahas, yaitu demokrasi dan Teori Strain dalam masyarakat. Ketika kita melihat paradoks antara tujuan demokrasi untuk menciptakan keadilan dalam penegakan hukum dan teori strain, kita dapat melihat beberapa titik yang menarik:
1. Partisipasi dan Keadilan dalam Demokrasi, Demokrasi menekankan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan. Tujuan utama adalah menciptakan keadilan sosial dan politik. Namun, dalam kenyataannya, terdapat tantangan dalam menerjemahkan partisipasi menjadi keadilan yang merata, terutama jika terdapat kelompok-kelompok yang kurang terwakili atau diabaikan.
ADVERTISEMENT
2. Ketidaksesuaian dan Kejahatan, Teori strain menggambarkan bagaimana ketidaksesuaian antara tujuan sosial dan sarana dapat mengarah pada perilaku kriminal. Dalam konteks demokrasi, ketidaksesuaian ini bisa muncul jika sistem demokrasi tidak mampu memberikan keadilan yang memadai kepada semua warga, menyebabkan frustrasi dan potensi peningkatan tingkat kejahatan.
3. Ketidaksetaraan dalam Demokrasi, Jika demokrasi tidak mengatasi ketidaksetaraan ekonomi atau sosial, hal tersebut bisa menjadi sumber ketidaksesuaian yang mendorong tindakan kriminal. Ketidaksetaraan yang signifikan dapat menciptakan perasaan ketidakpuasan di antara kelompok-kelompok yang kurang diuntungkan.
Bahwa demokrasi bukanlah jaminan otomatis untuk keadilan. Tantangan dan paradoks muncul ketika sistem demokratis tidak berhasil mengatasi ketidaksetaraan, ketidakadilan, atau ketidaksesuaian yang mungkin menjadi faktor pendorong kejahatan, antara lain dalam bentuk
ADVERTISEMENT
1. Manipulasi Politik, yaitu dengan ketidaksesuaian dalam pemilihan presiden juga dapat terkait dengan dugaan manipulasi politik atau kecurangan. Jika ada persepsi bahwa pemilihan tidak adil atau hasilnya dimanipulasi, hal ini dapat memicu respons kriminal atau tindakan subversif dari kelompok-kelompok yang merasa tidak diwakili atau dirugikan.
2. Propaganda Ekstrem dan Ekstremisme Politik, ketidaksesuaian politik dapat memicu penyebaran propaganda ekstrem dan meningkatkan risiko ekstremisme politik. Ini dapat mencakup rekrutmen teroris atau tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama ideologi politik tertentu.
3. Penyebaran Informasi Palsu dan Desinformasi, dengan kemajuan teknologi, penyebaran informasi palsu (hoaks) dan desinformasi dapat memainkan peran penting dalam memperkeruh suasana selama pemilihan presiden. Penyebaran berita palsu yang dimaksudkan untuk merusak reputasi kandidat atau menciptakan konflik dapat menciptakan ketegangan dan ketidakpercayaan dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Bahwa tidak semua ketidaksesuaian politik berujung pada tindakan kriminal, dan sebagian besar partisipan dalam proses demokrasi mengekspresikan ketidaksesuaian mereka melalui cara-cara yang sah dan demokratis. Namun, dalam situasi tertentu, ketidaksesuaian politik yang signifikan dapat menjadi faktor yang mempengaruhi respons masyarakat dan meningkatkan risiko tindakan kriminal atau kekerasan.
Respons dan Prediksi
Salah satu penyebab utama ketegangan dalam masyarakat pada proses demokrasi dalam bentuk pemilihan presiden adalah persaingan politik yang sengit antara kandidat. Kandidat bersaing untuk mendapatkan dukungan dan memenangkan suara rakyat, dan dalam upaya tersebut, mereka mungkin menggunakan retorika yang terkait Isu-isu sosial dan ekonomi dan keadilan yang memperkeruh suasana.
Pernyataan yang kontroversial, serangan pribadi, dan kampanye negatif dapat menciptakan ketegangan di antara pendukung kandidat yang berbeda. Pemilihan presiden seringkali diwarnai dengan retorika yang memecah belah masyarakat. Kandidat atau pendukungnya mungkin menggunakan narasi yang menekankan perbedaan, baik itu berdasarkan suku, agama, ras, atau pandangan politik. Retorika semacam ini dapat memicu konflik antar-kelompok dan meningkatkan polarisasi dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Meramalkan masa depan bentuk demokrasi yang didasarkan pada masyarakat dengan teori strain adalah tugas yang rumit karena banyak faktor yang terlibat, dan perkembangan masyarakat dan sistem politik tidak selalu dapat diprediksi secara akurat.
Namun dengan memperhatikan beberapa poin faktor pemilihan politik yang kontroversial dan ketidakpuasan terhadap proses politik dapat menjadi katalisator bagi respons yang merugikan. Bahwa masyarakat dengan ketegangan (strain) tinggi mungkin mengalami perubahan dalam partisipasi politik. Individu mungkin cenderung terlibat dalam bentuk-bentuk partisipasi politik yang lebih radikal, seperti protes, unjuk rasa, atau tindakan ekstrem lainnya sebagai respons terhadap ketidakpuasan mereka.
Ketidaksesuaian dalam masyarakat dapat mempengaruhi dinamika sosial secara keseluruhan. Dapat terjadi peningkatan konflik antar-kelompok atau antar-individu, yang pada gilirannya dapat memicu ketegangan sosial dan meningkatkan risiko konflik dan tindakan kriminal.
ADVERTISEMENT
Sebagai responsnya, seluruh stake holder baik pemerintah dan masyarakat, memahami pentingnya proses kampanye yang etis, dengan memberdayakan masyarakat melalui media dan informasi yang akurat, dan meningkatkan transparansi serta kepercayaan terhadap proses pemilihan. Hanya dengan mengatasi penyebab-penyebab ketegangan ini, masyarakat dapat membaca situasi dan menjaga kondusifnya demokrasi.
Terakhir penulis mengutip Hannah Arendt, yang mengingatkan kepada manusia dengan nada yang keras, dalam tulisannya pada artikel dengan judul Crises of the Republic: Lying in Politics, Civil Disobedience, On Violence, and Thoughts on Politics and Revolution, yang menyatakan “...The extreme form of power is All against One, the extreme form of violence is One against All. And this latter is never possible without instruments. To claim, as is often done, that a tiny unarmed minority has successfully, by means of violence—shouting, kicking up a row, et cetera—disrupted large lecture classes whose overwhelming majority had voted for normal instruction procedures is therefore very misleading... .”
ADVERTISEMENT
(IFA) ditulis dari berbagai sumber referensi.