Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Prabowo Menang, Apakah Demokrasi Kalah?
22 Februari 2024 19:44 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Irsad Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan menantu Suharto dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah memenangkan pemilihan presiden Indonesia pada putaran pertama, dengan perolehan suara di atas lima puluh persen, cukup untuk menghindari pemilihan presiden putaran kedua. Menjelang pelaksanaan pilpres, beberapa Lembaga Survey memang memprediksi paslon Prabowo-Gibran akan memperoleh kemenangan dalam satu kali putaran Pilpres.
ADVERTISEMENT
Senada dengan survei elektabilitas para Paslon, hasil hitung cepat Pilpres 2024 menunjukkan Paslon 02 Prabowo Gibran memenangkan Pilpres dengan peroleh suara antara 57%-58%, sebuah selisih yang besar. Namun demikian, angka akhir hasil Pilpres 2024 membutuhkan waktu beberapa saat untuk diumumkan secara resmi oleh KPU RI.
Pilpres 2024 adalah kemenangan besar bagi Prabowo, yang telah kalah dalam setiap pencalonan presiden sebelumnya. Bagi beberapa pihak, kemenangan Prabowo disebabkan sebagian besar karena ia didukung oleh presiden Joko Widodo (Jokowi) yang masih sangat populer, dan karena Prabowo memposisikan kepresidenannya sebagai semacam Jokowi periode ketiga.
Sebagian pengamat politik dan media menuding Jokowi sebagai Presiden yang telah memimpin kemunduran demokrasi dalam berbagai cara—meningkatnya penggunaan tentara dalam urusan dalam negeri, lemahnya pemberantasan korupsi, gagal melindungi hak-hak minoritas serta Jokowi menciptakan dinasti keluarganya sendiri, Putranya kini menjadi wakil presiden Prabowo—walaupun Jokowi pernah berjanji tidak akan pernah menciptakan dinasti keluarga.
ADVERTISEMENT
Anggota keluarga Jokowi yang menjadi pejabat publik dan Ketua Partai Politik adalah Gibran Rakabuming Raka, Walikota Solo dan calon kuat Wakil Presiden, menantunya Bobby Nasution, Walikota Medan, Kaesang Pangarep, Ketua PSI, dan tentu saja, Anwar Usmand, Hakim Mahkamah Konstitusi.
Kekuasaan memang menggiurkan, dan Jokowi ternyata sama seperti politisi Indonesia lainnya (kecuali Gus Dur dan BJ Habibie, yang kebetulan menjadi presiden) dalam membangun dinasti keluarga, menambah perselisihan dan politik yang didominasi elite yang mana telah melemahkan Indonesia selama bertahun-tahun, bahkan ketika Jokowi menerapkan kebijakan ekonomi yang dinilai cukup efektif.
Sebagai presiden, Prabowo kemungkinan akan melanjutkan kebijakan ekonomi Jokowi, membangun infrastruktur di Indonesia, mencoba menyederhanakan proses masuknya investasi asing (sebagian dengan harapan dapat memikat perusahaan-perusahaan yang ingin meninggalkan Tiongkok), dan berfokus pada beberapa kebijakan populis yang dirancang untuk membantu masyarakat yang sangat miskin.
Prabowo juga, sebagaimana ditulis oleh New York Times, meskipun bukan seorang yang menolak perubahan iklim, tampaknya siap menerapkan kebijakan yang secara signifikan akan meningkatkan emisi karbondioksida di Indonesia, dan menebang sebagian besar hutan di Indonesia, yang merupakan penyerap karbondioksida yang sangat penting.
ADVERTISEMENT
Emisi karbon dioksida di Indonesia melonjak lebih dari 20 persen pada tahun 2022, tahun terakhir di mana data tersedia, menurut Climate Action Tracker, sebuah organisasi independen yang menilai target emisi tingkat negara. Laporan ini menilai target iklim Indonesia sangat tidak mencukupi
Berkaitan dengan politik luar negeri, Prabowo kemungkinan besar ingin Indonesia terlihat sebagai kekuatan yang lebih besar di Asia dan di panggung dunia—untuk mengambil kembali kepemimpinan ASEAN yang sebenarnya, memainkan peran yang lebih besar di lembaga-lembaga Internasional, dan sebagainya. Alih-laih berupaya menyeimbangkan AS dan Tiongkok, ia mungkin lebih cenderung memperkuat pertahanan dan kemitraan Indonesia melawan hegemoni Tiongkok.
Sekarang sampailah pada gajah di dalam ruangan. Sebelum menjabat di kabinet Jokowi, Prabowo adalah lawan politik Jokowi. Pada masa-masa itu, Prabowo pernah mengikuti salah satu rapat umum yang terkenal, dengan menunggang kuda putih, semacam simbol orang kuat.
ADVERTISEMENT
Menurut Edward Aspinall, salah seorang ilmuwan politik dari Australian National University, Prabowo memiliki potensi besar untuk mengembalikan Indonesia ke arah pemerintahan otoritarian. Prabowo adalah produk murni dari otoritarianisme Orde Baru Presiden Suharto (1966-1998). Prabowo adalah satu dari sedikit jenderal senior pada masa berakhirnya Suharto, anak arsitek ekonomi pada masa awal Orde Baru dan menikah dengan anak keempat Suharto, Titiek Suharto.
Selain itu, Prabowo mendapatkan sejumlah tuduhan tentang pelanggaran HAM, hal ini termasuk, dugaan, penculikan, penyiksaan, dan kemungkinan penghilangan para aktivis. Sebuah pelanggaran yang menyebabkan Dewan Kehormatan Perwira menyarankan agar Prabowo dijatuhi hukuman administrasi berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.
Tak hanya penculikan aktivis, Prabowo setidaknya memiliki dua masalah penggerakan pasukan tanpa garis komando yang jelas. Ketika Prabowo berpangkat Kapten, seperti diakui Sintong Panjaitan dalam biografinya, “Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando” (2009: 450-453), Prabowo pernah berusaha menggerakkan pasukan pada Maret 1983 untuk menculik Jenderal Benny Moerdani yang hendak dijadikan Panglima ABRI. Saat itu dia menuduh Benny hendak mengkudeta Presiden Soeharto. Prabowo tidak dipecat setelah peristiwa itu.
ADVERTISEMENT
Prabowo juga pernah menggerakkan pasukan Kostrad tanpa koordinasi yang jelas pada 1998. Hal itu kemudian membuat Prabowo dicopot sebagai Pangkostrad oleh mendiang Presiden Habibie. Habibie mencopot Prabowo sebagai Pangkostrad setelah ia mendapatkan laporan Panglima ABRI tentang adanya gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kuningan dan Istana Merdeka.
Terdapat pula berita miring ketika Prabowo bertugas di Timor Timur. Sebelum menjadi Pangkostrad, Prabowo kerap berkunjung ke Timor Timur. Namun tidak semua orang yang bertugas di Timor Timur menyukai Prabowo. Gubernur Mário Viegas Carrascalão adalah salah satunya. Carrascalão pernah menuduh Prabowo, yang saat itu berpangkat mayor, membayar beberapa warga Timor Timur untuk menyergap dan membunuh anggota ABRI dari batalion lain yang sedang berpatroli.
Kisah ini diadaptasi dari Timor Antes do Futuro: Autobiografia (hal.321-322), diceritakan kembali oleh Made Supriatma melalui artikel “Prabowo Subianto di Mata Gubernur Wilayah Pendudukan” di website Indoprogress. Setelah merampas senjata dan menyatakan pasukannya hilang, mereka melapor ke Batalyon 328 milik Prabowo. Batalyon Prabowo kemudian memasuki hutan bersama orang-orang Timor Timur, mengidentifikasi senjata-senjata yang dirampas, dan menembaki orang-orang Timor bayaran itu.
ADVERTISEMENT
Lantas sekarang, siapakah Prabowo Subianto? Apakah dia adalah orang yang setelah menjabat sebagai Menteri Pertahanan Rezim Jokowi, tiba-tiba bersikap lebih tenang dan tampak menganut gagasan demokrasi? Waktu akan menjawabnya, tetapi kebiasaan lama mungkin sulit dihilangkan.