Belajar dari Simon Leviev dan Indra Kenz

Muhammad Irsyad Hawari
Mahasiswa Program Magister Agama dan Lintas Budaya Minat Studi Ekonomi Islam UGM
Konten dari Pengguna
4 Mei 2022 5:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Irsyad Hawari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Belajar dari Simon Leviev dan Indra Kenz
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Platform streaming film asal paman sam-Netflix-merilis sebuah film dokumentasi berjudul The Tinder Swindler yang bercerita mengenai aksi penipuan seorang Simon Leviev kepada sejumlah wanita melalui aplikasi kencan, Tinder. Dalam film dokumenter tersebut, disebutkan bahwa para korban merasa terpikat oleh Simon Leviev. Karakternya yang romantis, pengertian, dan memiliki gaya hidup mewah adalah berbagai alasan mengapa banyak korban yang terpikat olehnya. Setelah “mendapatkan hati” para korban, barulah Simon memulai untuk menjalankan misinya. Alasan Simon beragam, mulai dari kartu kreditnya tidak bisa digunakan, rekening dibukukan, hingga terdesak membutuhkan dana tunai.
ADVERTISEMENT
Dengan jarak waktu yang tidak terlalu jauh dari rilisnya film tersebut, publik Indonesia tengah dihebohkan dengan kasus ditangkapnya salah satu afiliator aplikasi trading Binomo, Indra Kenz. Dalam laporan kepolisian disebutkan bahwa taksiran kerugian para korban mencapai 44 miliar rupiah. Atas kasus penipuan tersebut, Indra Kenz dijatuhkan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Lantas, seperti apa cara penipuan yang dilakukan Indra Kenz?
Dalam menjalankan aksinya, Indra memperlihatkan pencapaian hasil dari trading Binomo atau istilah yang lazim digunakan saat ini adalah “flexing”. Mulai dari rumah mewah, mobil mewah, hingga portofolio trading yang menggoda sering ia pamerkan melalui media sosialnya. Flexing tersebut pada akhirnya membuat banyak masyarakat tergoda untuk mengikuti jejaknya yakni melakukan trading binomo.
ADVERTISEMENT
Terdapat satu kesamaan yang mencolok dari kedua kasus tersebut yaitu, baik Simon maupun Indra, keduanya berusaha untuk meyakinkan atau “mendapatkan hati” para korban. Upaya tersebut menurut saya sebetulnya adalah sebuah penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak yang lain. Indra dan Simon sama-sama memberikan sebuah informasi mengenai dirinya, baik keberhasilan investasi bagi Indra, dan sikap romantis bagi Simon. Agar sesuai dengan konteks pembahasan, mari kita anggap bahwa hubungan Simon dan Indra dengan para korbannya adalah sebuah “transaksi”. Bicara mengenai transaksi, saya teringat mengenai konsep asimetri informasi.
Konsep asimetri informasi pertama kali di kenalkan oleh Bapak George Arkelof-ekonom Amerika kelahiran 1940-pada penelitiannya yang berjudul “The Market For Lemons: Quality Uncertancity and The Market Mechanism” pada tahun 1970. Dalam tulisannya, Bapak Arkelof mengungkapkan sebuah kegagalan pasar atau market failure yang terjadi di pasar mobil bekas di Amerika. Pada saat itu lemon dalam bahasa slang Amerika merujuk pada mobil yang ditemukan rusak atau cacat setelah dibeli. Saat itu, penjual dan pembeli mobil bekas di Amerika memiliki ketidakseimbangan informasi. Hal tersebut terjadi karena para penjual memiliki lebih banyak mengetahui kondisi mobil yang diperjualbelikan dibandingkan dengan para pembeli.
ADVERTISEMENT
Ketika membeli mobil bekas, para pembeli tidak mengetahui bagaimana kualitas mobil seperti bagaimana perawatan yang selama ini dilakukan, atau apakah mobil tersebut pernah mengalami masalah, dan lain sebagainya. Bapak Arkelof menyebutkan, dalam transaksi tersebut, penjual akan berusaha untuk menawarkan barang pada harga yang lebih tinggi dari nilai kualitas mobil, sedangkan sebaliknya, pembeli akan berusaha membeli mobil tersebut pada harga yang sama atau lebih rendah dari nilai kualitas mobil. Hal ini dikatakan menyebabkan market failure atau kegagalan pasar. Artinya, harga yang benar tidak dapat ditetapkan menurut hukum penawaran dan permintaan.
Diakhir penelitiannya, Bapak Arkelof menyimpulkan bahwa dalam perekonomian, kejujuran memiliki peran yang penting. Kesimpulan ini sejalan dengan nilai yang terkandung dalam banyak ajaran agama. Islam memberikan panduan dalam kegiatan ekonomi. Adapun kaitannya dengan kegiatan ekonomi adalah adanya pelarangan dalam transaksi jual beli yaitu Tadlis. Secara singkat makna Tadlis adalah : tidak menjelaskan sesuatu, menutupinya, dan penipuan. Selain dalam Islam, banyak nilai-nilai dalam agama lain yang menekankan nilai kejujuran, seperti dalam agama Buddha misalnya, nilai kejujuran tertuang dalam jalan suci Atthangika manga yaitu samma vacca yang berarti ucapan benar. Atau dalam alkitab yang tertuang dalam Amsal 23 : 16 yang berbunyi “Jiwaku bersukaria, kalau bibirmu mengatakan yang jujur”. Dan masih banyak lagi nilai kejujuran yang bisa ditelaah dari berbagai ajaran agama.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya nilai ketidakjujuran maka salah satu pihak pasti akan mengalami kerugian. Kembali ke dalam kasus Simon, ketidakjujuran ia dalam menjalin hubungan mengakibatkan kerugian para korban, dan dalam kasus Indra pun demikian. Ketidakjujuran Indra dalam memperkenalkan Binomo mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.
Mengambil salah satu prinsip ekonomi : trade can make everyone better off , maka asumsi yang harus ada untuk mencapai kondisi di mana perdagangan akan membuat semua orang menjadi lebih baik adalah sebuah kejujuran. Semua pihak dalam sebuah transaksi harus sama-sama berlaku jujur satu dengan yang lain.
Terakhir, mengutip sebuah nasihat bijak dari bung Hatta :“kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman, namun tidak jujur itu sulit diperbaiki”. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari Simon dan Indra mengenai pentingnya sebuah nilai kejujuran.
ADVERTISEMENT