Pulau Tabuhan, Daratan Kecil yang Penuh Kejutan

Irvanuddin Rahman
I write therefore I am
Konten dari Pengguna
14 Februari 2018 21:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irvanuddin Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tibalah di hari terakhir rangkaian Road Trip Kumparan With All New Toyota Rush, Bangsring Underwater menjadi destinasi terakhir yang kami kunjungi. Pagi-pagi sekali kami sudah berangkat karena dikejar waktu check-in untuk para peserta dari Surabaya, yakni pukul 12:00. Ada dua lokasi yang kami incar hari ini, Pulau Tabuhan dan Rumah Apung.
Kebiasaan buruk saya ketika melakukan hal dengan terburu-buru ialah pasti ada saja yang skip. Entah apa ini adalah suatu gejala penuaan atau sebagainya. Ketika sampai di pantai Bangsring, saya kebingungan mengingat di mana saya meletakkan action cam yang sudah saya pasangkan di monopod yang baru saja saya beli di Detos, khusus untuk kegiatan ini. Sedetik setelah saya berkesimpulan kalo kamera itu tertinggal di restaurant hotel, tiba-tiba Mas Adit sang kapten road trip ngomong "Go Pro siapa ni ketinggalan." "Oh, saya mas! di restaurant ya?" saya nyaut. "Nggak, di situ tu" sembari nunjuk kap mobil. Seketika saya ingat kalo iya betul saya naro kameranya di cekungan kap mobil, tempat di mana wiper berdiam diri. Bagaimana mungkin kamera itu gak jatuh di sepanjang perjalanan tadi, padahal super ngebut karena mengejar waktu, dan jalanannya pun cukup berkelok. Apakah ini salah satu keajaiban All New Toyota Rush? Mungkin kamu akan tahu setelah coba sendiri.
ADVERTISEMENT
Dari dermaga pantai Bangsring kami mencarter tiga kapal untuk menuju Pulau Tabuhan. Tidak terlalu jauh, sekitar 15 menit perjalanan tanpa ngobrol karena suara mesinnya yang sepertinya sudah harus dikilik sejak beberapa tahun lalu. Lagipula rasanya tidak ada yang butuh mengobrol ketika disuguhi pemandangan Gunung Baluran serta siluet pulau Bali selama berada di kapal. Ya, Pulau ini adalah pulau kecil seluas 5 - 6 hektare yang terletak di Selat Bali, namun masih masuk wilayah Kabupaten Banyuwangi.
Sesampainya di pesisir pantai, saya langsung meletakkan barang bawaan di warung yang ada di pulau tersebut. Ada sekitar 3-4 warung yang menjajakan makanan siap saji seperti mie instan, ataupun cemilan seperti goreng pisang, dan pastinya minuman khas daerah pantai, Es Kelapa. Tanpa berlama-lama, langsung saya lakukan ritual kecil saya ketika sampai di pulau semacam ini, berkeliling pulau dengan kaki telanjang untuk 'berkenalan'. Pasir putih yang lembut bak permadani yang dijajakan di sepanjang Jalan Rs. Fatmawati menuju perempatan ITC Fatmawati di seluruh pulau, nunjukin kalo pasir di pulau ini selalu terkena ombak, jadi jangan coba-coba dateng pas lagi air pasang. Atau mau coba? ya gapapa juga sih, sok mangga.
Ajeng Damarasari, salah satu peserta dari Jakarta berpose di spot paling favorit di Pulau Tabuhan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Banyak kegiatan yang bisa dilakukan disini, snorkeling, foto-foto untuk berbagai tujuan dari pre wedding sampai sekadar bahan postingan Instagram, berjemur, atau chill dengan mengayuh kano (sampai Bali juga boleh.) Namun yang perlu diperhatikan, kalo ingin berjemur jangan sampai lupa pakai sun block, kecuali memang pingin hasil kulit yang memerah bukan menghitam.
Waktu sudah mendekati pukul 12.00, berarti saatnya konco-konco rombongan Surabaya untuk angkat koper duluan menuju Bandara Blimbingsari. Acara puncak pun segera dihelat, pembagian hadiah untuk para peserta berprestasi. Sensasi anak Sultan kembali hadir di bagian ini. Dari 5 tim yang ada, predikat "The Best Team" diraih oleh Rush 5 dengan hadiah Rp 5.000.000,- WOW! Selanjutnya, dari 20 peserta, ada predikat "The Best Person" yang akhirnya jatuh kepada Fahmi Adimara peserta dari Surabaya dengan hadiah sebesar Rp 2.500.000,- WOWW! Setelah pembagian hadiah dilakukan, kami berpisah dengan konco kentel dari Surabaya ini di Pulau Tabuhan.
Manusia jinak dan hiu yang lebih jinak. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Setelah dirasa cukup menghabiskan waktu di Pulau Tabuhan, kami segera berangkat ke Rumah Apung untuk berenang bersama hiu-hiu jinak di penangkaran. Kok ada hiu bisa jinak? Well, it happens. Sesampainya di Rumah Apung, kami langsung bergegas memasang segala perlengkapan. Rumah Apung ini jaraknya hanya beberapa meter dari bibir pantai Bangsring, dan bentuknya semacam rumah panggung di atas laut yang di sekitarnya dibuatkan keramba untuk penangkaran beberapa ikan laut, dan juga hiu. Ada sensasi tersendiri memang bisa berenang bersama hiu yang masih kecil-kecil ini. Namun yang menjadi pertanyaan di benak saya, apa iya hal ini diperbolehkan? hal ini masih saya akan dalami pastinya (aih shedap.)
Selesai berenang bersama hiu-hiu malang tersebut, kami segera kembali ke dermaga pantai Bangsring untuk mempersiapkan diri kembali ke Jakarta melalui Bandara Blimbingsari. Seiring perjalanan menuju Jakarta dengan ditemani lagu Pulang dari Float, saya membatin, "Habis sudah sensasi anak Sultan, saatnya kembali jadi rakyat jelata."
ADVERTISEMENT