Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menikmati Harmoni Kopi dan Alam di Kaki Gunung Merapi
23 Desember 2024 11:29 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Irwansyah Krisnanjaya Santosa Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menikmati Harmoni Kopi dan Alam di Kaki Gunung Merapi. Pada Rabu, 18 Desember 2024. Hari itu Yogyakarta seperti berselimut kesuraman. Sejak pagi, langit memamerkan gumpalan awan kelabu, memantulkan suasana yang dingin dan melankolis. Angin berhembus pelan namun pasti, membawa hawa dingin yang menusuk. Hujan sesekali turun, membasahi tanah dan dedaunan di sekitar tempat kami menginap semalam. Namun, semua itu tak mematahkan semangat saya dan tiga teman saya untuk melanjutkan rencana kami: menjelajahi pesona Kopi Merapi, sebuah warung kopi yang terletak di kaki Gunung Merapi.
ADVERTISEMENT
Perjalanan dimulai sekitar pukul sembilan pagi. Dengan dua motor, kami memecah keheningan pagi, melintasi jalan-jalan Yogyakarta yang basah oleh sisa hujan. Udara dingin menerpa wajah kami, memaksa jaket-jaket kami bekerja keras menahan gigil. Suasana perjalanan penuh dengan canda tawa, seolah cuaca bukanlah penghalang. Saling berteriak untuk sekadar melontarkan lelucon di atas deru kendaraan menjadi hiburan sederhana di tengah perjalanan.
Ketika motor mulai memasuki kawasan Kaliurang, rintik hujan kembali turun. Awalnya, saya sempat khawatir apakah hujan akan bertambah deras dan memaksa kami berhenti. Namun, alam seperti memberi isyarat bahwa kami diperbolehkan melanjutkan perjalanan. Rintik hujan reda tak lama setelahnya, meninggalkan aroma khas tanah basah yang menyegarkan. Jalanan di Kaliurang yang berliku dan menanjak terasa semakin memacu adrenalin. Pemandangan di kiri dan kanan mulai didominasi oleh pepohonan hijau yang menjulang tinggi, memberikan nuansa hutan yang tenang sekaligus misterius.
ADVERTISEMENT
Sekitar 45 menit berlalu, kami akhirnya tiba di Kopi Merapi. Tempat ini benar-benar seperti yang diceritakan banyak orang menenangkan, asri, dan memberikan pemandangan yang tak tertandingi. Kabut tipis menyelimuti area sekitar, menyembunyikan sebagian besar gunung, menciptakan suasana yang teduh dan syahdu. Udara di sini lebih segar, bercampur aroma kayu dan dedaunan basah. Kami segera memilih tempat duduk di bawah sebuah pohon besar, di mana pandangan langsung mengarah ke Gunung Merapi.
Di bawah pohon rindang itu, kami duduk diam beberapa saat, membiarkan tubuh beristirahat dari perjalanan yang cukup melelahkan. Pemandangan di depan kami terasa seperti lukisan hidup. Kabut tipis mulai menipis secara perlahan, memperlihatkan sosok Gunung Merapi yang menjulang dengan megah. Ada sesuatu yang begitu memikat dari gunung ini kesederhanaannya yang agung, keheningannya yang penuh cerita. Kami semua terdiam, larut dalam keindahan yang tak terlukiskan.
ADVERTISEMENT
Pesanan kami datang tak lama setelah itu. Secangkir kopi robusta panas, wedang uwuh yang beraroma rempah, serta berbagai camilan tradisional seperti pisang goreng dan tempe goreng menghiasi meja kami. Saya menyeruput kopi perlahan, membiarkan rasa pahitnya menyatu dengan sedikit manis yang tersisa di lidah. Rasanya sederhana, tetapi sempurna, seperti mengingatkan pada filosofi hidup yang tak perlu rumit untuk menjadi bermakna.
Di sela-sela menyeruput kopi dan wedang, kami mulai berbincang. Obrolan mengalir begitu saja, dimulai dari kenangan masa kecil hingga diskusi tentang rencana masa depan. Setiap tawa yang keluar terasa lebih tulus, setiap cerita yang dibagikan terasa lebih mendalam. Suasana alam yang tenang membuat hati kami terasa lebih dekat. Di tengah obrolan, saya sempat berhenti sejenak, memandang teman-teman saya, dan menyadari betapa berharganya momen ini.
ADVERTISEMENT
Ada sesuatu yang unik ketika kita duduk bersama, dikelilingi oleh alam. Rasanya seperti semua topeng yang biasa kita kenakan sehari-hari luruh begitu saja. Kami berbicara tanpa basa-basi, tanpa berpura-pura. Hanya ada kami, alam, dan keheningan yang menjadi saksi.
Gunung Merapi, yang berdiri gagah di depan kami, memiliki daya tarik tersendiri. Saya teringat cerita-cerita yang pernah saya baca tentang gunung ini tentang letusannya yang dahsyat, tentang masyarakat di sekitarnya yang hidup berdampingan dengan bahaya. Namun, di saat itu, Merapi menunjukkan sisi lainnya. Ia seperti seorang tua bijak yang diam, memandang dunia dengan tenang, memberikan pelajaran tanpa kata-kata.
Saya membayangkan bagaimana rasanya hidup di sekitar gunung ini, mendengar gemuruhnya ketika ia bangkit, dan merasakan kekuatannya yang tak terbendung. Namun, di sisi lain, saya juga mengagumi keberanian dan keikhlasan masyarakat yang memilih tetap tinggal, menjaga tradisi dan kehidupan mereka.
ADVERTISEMENT
Tanpa kami sadari, waktu berlalu begitu cepat. Matahari mulai menampakkan sinarnya yang terik, menandakan bahwa siang telah tiba. Kami pun bersiap untuk pulang. Perjalanan kembali terasa lebih ringan. Jalanan yang sebelumnya basah kini mulai mengering, dan cuaca lebih hangat, memberikan kesan penutup yang sempurna untuk perjalanan ini.
Di perjalanan pulang, saya merenung. Perjalanan ini bukan sekadar tentang menikmati kopi atau melihat gunung. Lebih dari itu, ia adalah tentang kebersamaan, tentang momen-momen kecil yang sering terlewatkan di tengah kesibukan sehari-hari.
Bagi saya, perjalanan ini mengajarkan banyak hal. Bahwa keindahan alam adalah anugerah yang tak ternilai. Bahwa kebersamaan, meskipun sederhana, adalah salah satu hal paling berharga dalam hidup. Dan bahwa terkadang, kita hanya perlu berhenti sejenak, menikmati secangkir kopi, dan membiarkan alam berbicara kepada kita.
ADVERTISEMENT
Jika Anda mencari tempat untuk merasakan harmoni antara diri Anda, alam, dan kebersamaan, saya sangat merekomendasikan Kopi Merapi. Bukan hanya secangkir kopi yang akan Anda nikmati di sini, tetapi juga pengalaman yang tak akan Anda lupakan.