Konten dari Pengguna

Begal, Kejahatan yang Semakin Meningkat di Kota-kota Besar: Memahami Penyebabnya

Yayuk Lestari
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
28 Juli 2024 17:29 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yayuk Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Kejahatan Begal di Kota Besar

Sumber: Pexels.com (Kasus Begal di Kota Besar)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pexels.com (Kasus Begal di Kota Besar)
ADVERTISEMENT
Begal merupakan salah satu kejahatan di jalanan yang semakin meningkat secara signifikan dalam bebera tahun terakhir di beberapa kota besar di Indonesia. Fenomena ini tidak hanya mengkhawatirkan masyarakat tetapi juga menimbulkan banyak pertanyaan tentang penyebab yang mendasari maraknya kasus begal. Artikel ini menggali lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus begal di daerah perkotaan.
ADVERTISEMENT
Kesulitan Ekonomi
Salah satu faktor utama yang sering disebut-sebut untuk lonjakan kasus begal adalah kondisi ekonomi yang sulit. Tingkat pengangguran yang tinggi dan kesempatan kerja yang terbatas membuat banyak individu putus asa mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dalam situasi seperti itu, beberapa orang mungkin menggunakan kegiatan kriminal sebagai cara cepat untuk mendapatkan uang. Krisis ekonomi yang mempengaruhi berbagai sektor, yang diperburuk pasca pandemi COVID-19, telah memperburuk kondisi ini, menempatkan lebih banyak orang dalam situasi ekonomi yang mengerikan.
Kesulitan ekonomi sering memicu tindakan kriminal sebagai respons terhadap tekanan keuangan yang mendesak. Banyak yang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi terpaksa mencari cara alternatif untuk bertahan hidup. Dalam beberapa kasus, pilihan ini mungkin melibatkan kegiatan ilegal seperti begal, yang dipandang sebagai solusi cepat untuk kesulitan keuangan. Selain itu, sistem dukungan sosial yang lemah dan akses yang terbatas ke bantuan keuangan membuat situasi ini semakin menantang. Banyak keluarga jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem, di mana kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat tinggal menjadi sulit dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 telah menyebabkan lonjakan pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Data menunjukkan bahwa banyak pekerja informal dan harian, yang tidak memiliki jaminan sosial atau tabungan yang memadai, termasuk di antara kelompok yang paling terpukul. Ketika kondisi ekonomi memburuk, bahkan individu yang sebelumnya stabil secara finansial mulai merasakan ketegangan. Situasi ini memaksa beberapa orang untuk mengambil risiko dengan terlibat dalam kegiatan kriminal, termasuk begal, untuk menopang diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
Urbanisasi yang Cepat dan Kesenjangan Sosial
Urbanisasi yang cepat memperburuk tantangan ekonomi ini. Pertumbuhan kota-kota besar sering melampaui distribusi kesejahteraan sosial yang adil, menciptakan ketidaksetaraan sosial yang signifikan. Banyak migran dari daerah pedesaan, berharap kehidupan yang lebih baik di pusat kota, sering berakhir di daerah kumuh dengan akses terbatas ke layanan dasar. Perbedaan ini menciptakan kondisi di mana kejahatan jalanan seperti begal dapat berkembang. Kehidupan di daerah kumuh yang keras dan persaingan ketat untuk mendapatkan pekerjaan sering mendorong individu untuk terlibat dalam kegiatan kriminal.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan sosial sering memicu frustrasi dan keputusasaan di antara komunitas yang kurang beruntung. Ketika mereka melihat perbedaan yang mencolok antara gaya hidup mereka dan penduduk perkotaan yang lebih kaya, ketidakpuasan yang mendalam dapat muncul. Dalam situasi seperti itu, tindakan kriminal sering dipandang sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan apa yang mereka anggap sebagai hak mereka atau untuk mencari pembalasan atas ketidakadilan yang dirasakan.
Kurangnya Pengawasan dan Penegakan Hukum
Pengawasan dan penegakan hukum yang tidak efektif juga berkontribusi pada prevalensi begal. Sistem penegakan hukum yang lemah dan korupsi yang merajalela di beberapa daerah membuat penjahat merasa kurang khawatir tentang konsekuensi dari tindakan mereka. Mereka percaya bahwa mereka dapat menghindari hukuman atau menerima hukuman ringan. Hal ini tidak diragukan lagi memberikan ruang bagi kegiatan kriminal untuk bertahan tanpa takut tertangkap atau dihukum.
ADVERTISEMENT
Penegakan hukum yang lemah sering disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kekurangan sumber daya, pelatihan yang tidak memadai untuk aparat keamanan, dan korupsi yang meluas. Ketika lembaga penegak hukum tidak dapat melakukan tugas mereka secara efektif, penjahat merasa berani dan yakin bahwa mereka dapat lolos dari keadilan. Selain itu, korupsi dalam sistem peradilan dapat menyebabkan hukuman yang tidak adil atau bahkan pembebasan bagi penjahat, memperburuk masalah.
Kemajuan Teknologi dan Media Sosial
Kemajuan teknologi dan media sosial juga berperan dalam fenomena ini. Di satu sisi, teknologi memfasilitasi pelacakan dan pemantauan oleh lembaga penegak hukum, tetapi di sisi lain, teknologi menyediakan alat bagi penjahat untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan mereka dengan lebih canggih. Media sosial sering digunakan untuk berbagi informasi tentang target potensial, modus operandi, bahkan merekrut anggota baru ke dalam kelompok kriminal. Selain itu, media sosial secara psikologis dapat menekan komunitas yang terpapar berita kriminal yang terus menerus, meningkatkan ketakutan dan ketidakamanan.
ADVERTISEMENT
Teknologi juga memungkinkan penjahat untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan lebih mudah, bahkan melintasi batas geografis. Hal ini membuat tindakan kriminal lebih terencana dan terorganisir. Selain itu, media sosial sering digunakan untuk menampilkan hasil kegiatan kriminal, yang dapat menarik orang lain untuk terlibat dalam kegiatan serupa.
Budaya Kekerasan
Budaya kekerasan yang mengakar dalam segmen masyarakat tertentu juga berkontribusi pada meningkatnya kasus begal. Lingkungan yang keras, di mana kekerasan dipandang sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik atau menunjukkan kekuasaan, dapat mendorong individu untuk terlibat dalam kejahatan kekerasan. Paparan kekerasan sejak usia dini, baik melalui lingkungan sekitar atau media, dapat membentuk persepsi bahwa kekerasan adalah normal dan dapat diterima.
Paparan kekerasan di lingkungan sekitar, termasuk di rumah, sekolah, dan di dalam masyarakat, dapat memengaruhi perilaku individu. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan kekerasan cenderung melihat kekerasan sebagai cara yang sah untuk menyelesaikan konflik atau mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal ini menciptakan siklus kekerasan yang sulit diputuskan dan berkontribusi pada prevalensi begal dan kejahatan lainnya.
ADVERTISEMENT
Eksplorasi komprehensif ini menyoroti interaksi kompleks faktor ekonomi, sosial, kelembagaan, teknologi, dan budaya yang berkontribusi terhadap meningkatnya kasus begal di kota-kota Indonesia. Memahami dinamika ini sangat penting untuk mengembangkan strategi yang efektif untuk mengatasi dan mengurangi kejahatan perkotaan.