Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Transformasi Ketidakadilan: Revolusi Prancis hingga #KawalPutusanMK
29 Agustus 2024 10:57 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Yayuk Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Transformasi Ketidakadilan dari Masa ke Masa
ADVERTISEMENT
Transformasi ketidakadilan adalah sebuah proses yang telah berlangsung sepanjang sejarah, di mana masyarakat berusaha untuk mengatasi ketidakadilan yang tertanam dalam sistem sosial, politik, dan ekonomi. Salah satu contoh paling mencolok dari upaya ini adalah Revolusi Prancis, sebuah peristiwa yang bukan hanya mengubah lanskap politik Eropa, tetapi juga memberikan inspirasi bagi gerakan-gerakan perjuangan keadilan di seluruh dunia, termasuk dalam konteks Indonesia saat ini, seperti yang terlihat pada gerakan #KawalPutusanMK.
ADVERTISEMENT
Revolusi Prancis yang terjadi pada akhir abad ke-18 merupakan salah satu gerakan sosial paling signifikan dalam sejarah manusia. Revolusi ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpuasan terhadap monarki absolut, beban pajak yang berat, dan ketidakadilan sosial yang dirasakan oleh kelas pekerja. Dalam upaya mereka untuk menciptakan perubahan radikal, rakyat Prancis mengadopsi prinsip-prinsip pencerahan yang menekankan kesetaraan, hak-hak kewarganegaraan, dan hak-hak yang tidak dapat dicabut. Salah satu momen paling ikonik dalam Revolusi Prancis adalah penyerbuan Bastille pada tahun 1789, yang menjadi simbol perlawanan terhadap tirani dan awal dari runtuhnya monarki serta kekuasaan elite.
Jika kita melihat kembali pada sejarah, Revolusi Prancis merupakan cerminan dari bagaimana ketidakpuasan sosial dapat meledak menjadi gerakan revolusioner yang mengguncang tatanan kekuasaan yang ada. Revolusi ini akhirnya berhasil membentuk konsep-konsep baru tentang hak asasi manusia, kewarganegaraan, dan pemerintahan yang lebih adil. Prinsip-prinsip tersebut telah memengaruhi gerakan sosial di seluruh dunia, termasuk dalam konteks modern di mana media sosial memainkan peran penting dalam menggerakkan massa dan menuntut perubahan sosial dan politik.
ADVERTISEMENT
Dalam era digital saat ini, peran media sosial dalam gerakan sosial modern sangat mirip dengan prinsip-prinsip pencerahan yang menjadi dasar Revolusi Prancis. Media sosial telah menjadi platform yang memungkinkan prinsip-prinsip transparansi, kesetaraan, dan partisipasi publik untuk berkembang. Revolusi informasi yang dipicu oleh internet dan media sosial telah memungkinkan masyarakat untuk memobilisasi diri dan menuntut perubahan, mirip dengan bagaimana massa di Prancis menuntut penghapusan monarki dan keadilan sosial.
Sebagai contoh nyata dalam konteks Indonesia, gerakan sosial modern yang dipicu oleh media sosial dapat dilihat melalui gerakan #KawalPutusanMK. Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap agenda rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada pada 21 Agustus 2024. RUU tersebut dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya untuk meninjau kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dan syarat usia kandidat dalam Pilkada. Isu ini semakin memanas ketika Baleg DPR memutuskan untuk membawa revisi RUU Pilkada tersebut ke Sidang Paripurna, yang memicu kecurigaan bahwa revisi ini dilakukan untuk menganulir putusan MK.
ADVERTISEMENT
Melalui platform media sosial seperti Twitter, Instagram, dan Facebook, gerakan #KawalPutusanMK mampu menyebarkan informasi dengan cepat, mengorganisasi aksi massa, dan memobilisasi dukungan dari seluruh penjuru negeri. Media sosial tidak hanya memberikan platform bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat, tetapi juga menjadi alat yang efektif untuk menantang struktur kekuasaan tradisional. Fenomena ini menunjukkan bahwa media sosial, seperti halnya prinsip-prinsip pencerahan pada Revolusi Prancis, dapat berfungsi sebagai katalisator bagi perubahan sosial.
Gerakan sosial modern yang dipicu oleh media sosial sering kali didorong oleh ketidakpuasan terhadap ketidakadilan sistemik dan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Sama seperti rakyat Prancis yang bersatu melawan ketidakadilan pada abad ke-18, masyarakat Indonesia kini bersatu melalui media sosial untuk menuntut perubahan. Dalam hal ini, gerakan #KawalPutusanMK mencerminkan semangat revolusioner yang menuntut perubahan dalam struktur kekuasaan dan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya Revolusi Prancis yang menantang dan akhirnya mengubah struktur kekuasaan yang mapan, gerakan sosial modern juga menantang kekuasaan elit yang sebelumnya sulit dijangkau oleh masyarakat umum. Media sosial telah memfasilitasi lahirnya gerakan-gerakan yang berfokus pada perubahan sosial, politik, dan ekonomi, dengan tujuan untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan inklusif. Di Indonesia, gerakan #KawalPutusanMK menunjukkan bahwa masyarakat dapat bersatu melalui media sosial untuk menuntut perubahan, sama seperti masyarakat Prancis yang bersatu melawan ketidakadilan pada abad ke-18.
Selain itu, media sosial juga memberikan akses informasi yang lebih luas dan merata bagi masyarakat. Sebelum era digital, arus informasi dikontrol ketat oleh pemerintah dan elit yang memiliki akses terhadap media tradisional seperti surat kabar, televisi, dan radio. Hal ini menciptakan monopoli informasi di mana hanya segelintir pihak yang dapat mengontrol narasi publik dan, pada gilirannya, struktur kekuasaan. Namun, kemunculan media sosial telah mematahkan monopoli tersebut, memungkinkan setiap individu untuk mengakses, memproduksi, dan menyebarkan informasi secara langsung tanpa harus melalui saluran-saluran komunikasi tradisional yang kerap dikendalikan oleh pihak-pihak berkepentingan.
ADVERTISEMENT
Perubahan ini telah menciptakan pergeseran mendasar dalam dinamika kekuasaan, dimana kontrol atas informasi tidak lagi menjadi hak eksklusif segelintir elit. Masyarakat kini dapat mengakses berbagai sumber informasi, yang memungkinkan mereka untuk membentuk opini sendiri, terlibat dalam diskusi publik, dan berpartisipasi dalam gerakan sosial. Akses informasi yang lebih luas ini juga membuka ruang bagi kolaborasi lintas batas, yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan oleh individu-individu dari lapisan masyarakat yang berbeda. Media sosial, khususnya, telah menjadi alat penting dalam menghubungkan orang-orang yang memiliki pandangan, kepentingan, dan tujuan yang sama, sehingga menciptakan sebuah kekuatan kolektif yang mampu menantang status quo dan mendorong perubahan sosial.
Budaya partisipatif di media sosial kini menjadi komponen kunci dalam gerakan sosial modern. Konsep ini, yang pertama kali diutarakan oleh Henry Jenkins pada tahun 2009, menjelaskan bagaimana individu dapat terlibat dalam isu gerakan sosial. Melalui partisipasi aktif, media sosial dapat berfungsi sebagai infrastruktur yang siap digunakan untuk gerakan sosial sipil sehingga pesan terdistribusikan dan mendapatkan dukungan masyarakat sipil.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Indonesia, budaya partisipatif di media sosial telah menjadi motor penggerak berbagai gerakan sosial, termasuk #KawalPutusanMK. Kaum muda secara aktif terlibat dalam memproduksi dan menyebarkan ide-ide yang menantang status quo. Mereka tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen konten yang mampu memengaruhi opini publik dan menggerakkan perubahan sosial. Namun, transformasi budaya partisipatif ini menjadi keterlibatan sipil yang efektif bukanlah proses yang mudah. Tantangan dalam memobilisasi gerakan sosial dan menerjemahkan partisipasi digital menjadi aksi nyata di dunia offline tetap ada. Kesadaran akan hal ini penting agar harapan terhadap perubahan sosial yang didorong oleh media sosial tetap realistis.