Konten dari Pengguna

Merosotnya IPK dan Korupsi Politik

Isa Thoriq
Peminat Studi Antikorupsi, Penyuluh Antikorupsi, Anti Corruption Youth Community, PNS Pemda
3 Februari 2023 8:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isa Thoriq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Korupsi Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Korupsi Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peter Carey (2017), seorang sejarawan Inggris pernah memberikan perhatian khusus terhadap kondisi korupsi di Indonesia. Menurutnya kondisi korupsi pada saat ini tidak banyak berubah sejak tahun 1817.
ADVERTISEMENT
Pada zaman Pangeran Diponegoro itu masalah korupsi menjadi suatu pemicu utama Perang Jawa. Praktik korupsi yang terjadi pada zaman itu membuat rakyat menjadi sangat miskin dan hidup susah sementara petinggi kerajaan dan penjajah hidup mewah. Lantas bagaimana kondisi korupsi di Indonesia saat ini?
Beberapa hari lalu, Transparansi Internasional Indonesia telah merilis hasil Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Tahun 2022. Indeks ini dibuat oleh Transparansi Internasional yang diikuti oleh 180 negara, data yang diambil dalam penentuan indeks berasal dari 13 sumber survei internasional, khusus untuk Indonesia pada tahun ini mengambil dari 8 sumber survei internasional.
Hasilnya cukup mencengangkan. IPK Indonesia pada tahun 2022 turun 4 poin—dari sebelumnya 38 menjadi 34—turun peringkat dari 96 ke 110 dari 180 negara. Hasil ini disebabkan adanya penurunan signifikan pada 3 sumber survei, sedangkan sumber lain tidak mengalami perubahan signifikan dari hasil sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Atas kondisi ini, rasanya tidak berlebihan jika kita menyebutnya sebagai darurat korupsi di Indonesia. Pada indikator pengukuran korupsi lainnya selama 3 tahun belakangan juga mengalami penurunan. Lihat saja Survei Penilaian Integritas (SPI) yang nilainya selalu turun sejak tahun 2020.
Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) yang mengukur persepsi dan pengalaman masyarakat terkait korupsi juga tidak mengalami perubahan signifikan. Hasilnya masyarakat masih permisif terhadap korupsi.
Menurut Transparansi Internasional, korupsi politik dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi penurunan IPK Indonesia. Ikut campurnya korporasi dalam perpolitikan dapat mengakibatkan suburnya korupsi politik, khususnya pada negara demokrasi liberal.
Relasi korporasi dan penguasa dalam pergumulan politik di Indonesia ini sudah terjalin sangat intens (MA Azhar, 2012). Akibatnya maraknya politik uang dan pemilu yang bersifat transaksional.
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (2019) mengungkap praktik suap dan politik uang dalam pemilu memberikan dampak besar pada pemerintahan, logika pengembalian modal kampanye akan dilakukan dengan cara-cara kotor pada saat menduduki jabatan di legislatif maupun eksekutif.
Keterlibatan pengusaha dan politik bukanlah hal baru. Ada istilah Corporate Political Activity (CPA), sebuah upaya dari korporasi atau dunia usaha untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah melalui politik. Daniel Nyberg (2021) menyebutkan pada CPA inilah terdapat potensi besar terjadinya korupsi politik.
Dalam praktiknya, korupsi politik ini tidak sendirian. Ada birokrasi (eksekutif dan yudikatif) yang melengkapinya. Porta dan Vannucci (1997) dalam artikelnya The ‘Perverse Effects’ of Political Corruption menyebut hubungan korupsi politik dan birokrasi seperti permintaan dan penawaran.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi korupsi politik memerlukan sumber untuk pengembalian modal dan di satu sisi ada birokrasi yang mengelola sumber (APBN/APBD) yang dalam prosesnya perlu persetujuan dari para politisi. Lantas bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah selama ini?
Jika kita melihat upaya pemerintah saat ini nampaknya masih berorientasi pada pencegahan korupsi pelayanan publik dan hal lain yang digolongkan dalam “korupsi kecil”. Pembahasan mengenai pemberantasan korupsi sektor strategis masih dalam tahap kajian yang tidak terimplementasikan.
Upaya pendidikan dan kampanye korupsi masih belum terlihat masif, pendidikan korupsi di berbagai daerah patut untuk dipertanyakan implementasinya, koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah) masih sebatas pemenuhan dokumen, stranas pencegahan korupsi juga masih minim aksi.
Singkatnya, upaya pencegahan korupsi yang dilakukan pemerintah saat ini belum menyentuh akar masalah. Alhasil, sebagaimana yang kita lihat pada IPK Indonesia kali ini.
ADVERTISEMENT
Perlunya memunculkan sense of crisis terhadap permasalahan korupsi ini, apabila permasalahan korupsi ini tidak segera ditanggulangi akan berakibat fatal bagi kita semua. Dampak korupsi tidak hanya dirasakan sebagian kecil orang akan tetapi seluruh penduduk Indonesia.
Selain itu perlu membenahi sistem perpolitikan yang ada. Dengan kajian yang lebih serius terhadap praktik korupsi politik selama ini, termasuk mengevaluasi badan penyelenggara dan pengawas pemilu. Penyelenggaraan yang professional disertai penegakan hukum yang kuat sangat dibutuhkan dalam menjamin pelaksanaan pemilu yang taat asas.
Perubahan paradigma terkait korupsi juga perlu dilakukan mengingat masih minimnya kesadaran masyarakat terkait dengan bahaya korupsi. Membiasakan sesuatu yang baik harus digencarkan daripada menganggap baik sesuatu yang biasa, mitigasi melalui perubahan paradigma akan lebih baik jika dilakukan sedini mungkin.
ADVERTISEMENT
Semoga saja, bangsa Indonesia segera sadar akan kondisi dan segera bangkit dari kondisi korupsi yang semakin menggurita. Merdeka!