Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pemberantasan Korupsi: Ambyar
30 Desember 2024 15:27 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Isa Thoriq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 9 Desember telah diperingati hari antikorupsi sedunia (Hakordia), berbagai instansi pemerintah mengadakan peringatan seremonial dalam berbagai bentuk. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga anti rasuah negara menjadi pihak utama yang menyerukan dan menyelenggarakan peringatan Hakordia skala nasional.
ADVERTISEMENT
Saya sudah ikut peringatan tahunan ini sejak 2016, biasanya kegiatan ini dimeriahkan oleh berbagai acara mulai dari laporan progres pemberantasan korupsi selama setahun, prestasi yang telah dicapai dalam menangkap koruptor, keberhasilan dalam pencegahan korupsi, lelang harta rampasan, hingga pameran praktik baik dalam pelayanan publik dan sistem pencegahan korupsi di pemerintah. Terdapat gelombang yang sama dalam perlawanan terhadap korupsi di setiap even tahunan tersebut. Sayangnya di tahun 2024 frekuensi gelombang perlawanan korupsi hampir hilang, ibarat masakan, Hakordia Tahun 2024 seperti sayur tanpa garam, hambar.
Ada dua hal yang menyebabkan Hakordia Tahun 2024 ini terasa hambar, Pertama, ketidakhadiran Presiden Prabowo Subianto patut menjadi pertanyaan besar, Wakil Presiden pun tidak nampak dalam rangkaian kegiatan. Memang ketidakhadiran Presiden ini bisa dimaknai sebagai bentuk ketidaksukaan beliau terhadap acara yang bersifat seremonial dalam rangka mengefesienkan anggaran negara, atau jangan-jangan sebagai bentuk ketidaksimpatian terhadap kondisi lembaga anti rasuah ini.
ADVERTISEMENT
Hal yang lebih menohok lagi adalah sambutan Presiden dalam peringatan Hakordia Nasional Tahun 2024 diwakilkan kepada Budi Gunawan (BG) selaku Menko polhukam. Roda memang berputar, bagaiamana dulu Budi Gunawan gagal jadi kapolri karena ditetapkan jadi tersangka korupsi oleh KPK, sekarang ia justru bicara mewakili Presiden di acara sakral tahunan para pemberantas korupsi. Kebayang kan, gimana rasanya orang-orang yang dulu pernah menyelidik, menyidik hingga menetapkan BG sebagai tersangka , eee sekarang mereka diceramahin sama dia, soal antikorupsi pula.
Isi sambutan Presiden juga tidak nendang sama sekali, semua kalimat dalam sambutan itu tidak mengandung api yang dapat membakar semangat perlawanan kepada koruptor. Beda dengan sambutan Presiden Prabowo saat pidato perdananya di MPR lalu, yang dengan lantang menyebut korupsi sebagai musuh utama negara yang harus diberantas dan untuk itu harus dimulai dari keteladanan Pimpinan. Sambutan yang dibacakan oleh BG sangat datar dan tanpa ruh, kalah jauh ketimbang orasi para calon kepala daerah saat kampanye.
ADVERTISEMENT
KPK saat berdiri nya diharapkan menjadi antitesa dari kebekuan pemberantasan korupsi, tindak pidana luar biasa (Extra Ordinary Crime) ini harus di babat dengan cara yang luar biasa juga. Maka dengan segala dinamikanya KPK berhasil mengembalikan marwah pemberantasan korupsi dengan nilai standar etika dan integritas yang sangat tinggi dibanding lainnya. Namun, Jika dilihat track record KPK 10 tahun terakhir ini memang mengalami penurunan yang luar biasa, mulai tren nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang terjun bebas, revisi UU KPK yang dinilai sebagai upaya pelemahan, kericuhan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), hingga skandal jual beli kasus, korupsi dan kode etik yang melibatkan pimpinan hingga karyawan KPK sendiri.
Baru saja kemarin Presiden Prabowo melantik Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK yang telah diseleksi di era Jokowi. Seleksi ini bukan tanpa masalah, banyak yang menganggap seleksi ini hanya memilih orang-orang yang dapat dikendalikan oleh penguasa. Terlihat dari mayoritas pimpinan terpilih adalah wajah lama di periode sebelumnya, diantaranya malah punya track record buruk soal kode etik. Selain itu 4 dari 5 pimpinan KPK sekarang berlatar belakang penegak hukum dan lembaga pengadilan, keduanya memiliki stigma yang tidak terlalu baik dalam integritas dan antikorupsi.
ADVERTISEMENT
Melihat kondisi diatas tidak salah jika Zainal Arifin Mochtar atau Uceng mencetuskan ide saatnya membubarkan KPK. Ditengah kondisi terpuruknya lembaga ini soal integritas, kewenangan yang melemah, politisasi dan keberadaan pimpinan yang bermasalah akan sangat mubadzir jika terus menerus mempertahankan keberadaan lembaga ini.
Lalu apakah tidak ada jejak baiknya lembaga ini ? tentu saja banyak, upaya pendidikan dan pencegahan korupsi oleh KPK cukup baik, melalui program-program penyuluh antikorupsi, Monitoring Corruption for Prevention (MCP), Desa Antikorupsi, Pendidikan Antikorupsi, LHKPN dan Pengendalian Gratifikasi, dll. Ide pembubaran lembaga ini bukan serta merta menghilangkan program tersebut, tapi mereorganisasi dan merivatalisasi fungsi pencegahan dan pendidikan antikorupsi dengan tetap mempertahankan standar integritas dan etika yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Saya percaya masih banyak orang berintegritas di KPK, namun keberadaan mereka perlu didukung oleh masyarakat sipil yang peduli dengan masa depan pemberantasan korupsi. Yah, walaupun agak susah kalau liat komen netizen di media sosialnya KPK hampir mayoritas menghujat lembaga ini. Tapi justru kalau kita makin tidak peduli, maka koruptor akan makin senang, maka sikap kritis terhadap pemberantasan korupsi harus tetap ditunjukan. Kepedulian terhadap ketidakberesan ini adalah bukti cinta kita kepada bangsa.
Kita semua ingin nasib pemberantasan korupsi di Indonesia semakin baik, semakin tegas dan lantang dalam melawan koruptor seperti pidato Presiden Prabowo Subianto. Namun, harapan baru itu kayaknya akan pupus, alih alih membuktikan ucapannya melalui perbuatan konkret, Prabowo malah ingin memaafkan para koruptor. Orang yang dengan jahatnya mencuri uang negara, uang rakyat, eh malah akan diampuni, kebangeten nggak tuh. Walaupun akhirnya pernyataan kontroversial itu diralat, bahwa yang dimaafkan perbuatanya, tapi kerugian negara harus tetap dikembalikan.
ADVERTISEMENT
Lembaga pengadilan juga memberikan kontribusi pada kecemasan terhadap kondisi pemberantasan korupsi. Baru-baru ini Harvey Moeis terdakwa kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga 300 triliun hanya divonis hukuman 6 tahun dan denda 210 miliar, banyak pihak menyayangkan vonis yang dirasa jauh dari rasa keadilan ini.
Alhasil , kayaknya harapan-harapan akan keberhasilan pemberantasan korupsi akan makin pudar seiring perbuatan kontradiktif para pejabat yang sering dipertontonkan. Rakyat muak dengan tontonan semacam itu, sampai pada titik apatis terhadap janji atau ucapan para pejabatnya.
Hal-hal yang sifatnya materi lebih dipercaya dan diminati, kayak pembagian bansos, bantuan tunai, bantuan makanan, makan siang gratis, dll. Tapi persoalan yang lebih mendasar mengenai bagaiamana negara ini dikelola, masyarakat acuh dan tak peduli.
ADVERTISEMENT
Ah, jangan terlalu pesimis, semoga saja harapan itu masih ada.