Dengan Semangat Kurban, Mari Jaga Rumah Bersama

Isana Mandasari
Peserta Sesdilu Ke-61, Diplomat di Direktorat Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri.
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2018 19:39 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isana Mandasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dengan Semangat Kurban, Mari Jaga Rumah Bersama
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Kata bijak bestari, kita adalah apa yang sering kita lakukan. Mereka yang berbudi bahasa adalah mereka yang selalu memilih untuk bertutur kata baik, mereka yang sering berbohong akan disebut pembohong. Idealnya demikian.
ADVERTISEMENT
Sialnya, kehidupan kini sarat dinamika prasangka. Warta gosip dan kabar burung laris dikonsumsi. Kepo akan hidup seseorang bahkan menjadi komoditi berating tinggi.
Seharusnya yang dinamis manusianya, yang konstan baik sangkanya, bukan malah syak wasangka. Karena orang baik hanyalah orang yang lebih banyak berbuat baik. Sebaliknya, orang yang dipandang tidak baik, pasti punya sisi baiknya juga. Maka terhadap sebuah berita kita diperintahkan tabayun, dan mencari informasi penyeimbang.
Biasakan memproses sebelum bereaksi. Jika tidak? Kita akan terasah mengutamakan kecenderungan 'hanya ingin mendengar apa yang kita percayai saja'. Jika berbeda, kita menolaknya.
Semakin terbiasa menolak perbedaan, semakin mudah pula menyangkal keberagaman. Semakin dalam penyangkalan, semakin termotivasi untuk berkubu. Mencari teman sepandangan agar nyaman mengolong-golongkan. Jadilah kita dzalim sejak dalam pikiran.
ADVERTISEMENT
Sayangnya pencapaian serba digital tidak selalu dibarengi dengan luhurnya pekerti. Kebenaran dibenturkan dengan kebenaran. Menuntut keadilan tetapi mengabaikan kehormatan dan kepatutan.
Singkatnya; hoax akan tumbuh subur diantara prasangka, kemiskinan literasi, kemalasan mengkonfirmasi, kegemaran memaksakan kehendak dan keterbatasan kuota.
Eits! Jangan anggap remeh kuota data internet.
Meski terlihat sepele tetapi bisa jadi paket pulsa yang ribet dan penuh istilah marketing, patut diduga turut menyumbang peran dalam menyebabkan seseorang biasa mengandalkan 'satu' sumber saja.
Apalagi kalau kena jebakan betmen yang masuk ke ‘inbox’. Jangankan untuk marah karena nomer hp kita digunakan untuk mendulang iklan tanpa izin (meski katanya kerahasiaan data kita terjamin), salah pencet iklan yang muncul secara mengejutkan di layar 'notifikasi' saja sudah bikin lemas. Susah 'unreg', pulsa tersedot. Apalah daya? Rakyat jelata.
ADVERTISEMENT
Tinggalah media sosial gratisan sebagai harapan. Maka jangan salahkan jika broadcast whatsapp dan meme facebook terlihat lebih masuk akal. Daripada harus terhina mengemis wifi ?
Nah masalahnya, jika yang nampak masuk akal itu hoax provokatif, kemudian bersentuhan dengan sesuatu yang sensitif, maka dampaknya bisa sangat merusak. Berpotensi menyulut kebencian, perundungan, persekusi, polarisasi, mobokrasi, bahkan pertumpahan darah. Mengerikan.
Padahal motif hoax tidak selalu canggih. Lebih sering urusan perut, meski ada juga yang hobi.
Hoax menyerang sporadik, korbannya bisa siapa saja. Tidak melulu pesohor, petinggi, tetapi bisa saja warga biasa.
Bisa jadi, yang menimpa Meliana yang dihukum penjara 18 bulan penjara dan denda Rp5 ribu karena curhatannya (yang sensitif) pada seseorang berbuntut panjang, bercampur bumbu.
ADVERTISEMENT
Sebentar. Sabar.. Dengar dulu? Saya tidak dalam kapasitas mengomentari benar dan salah, tidak juga sedang membela siapa-siapa. Tapi saya juga tidak akan sudi setuju dengan cara-cara pengrusakan tempat ibadah.
Setelah vonis diketok palu oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara pada Selasa (21/8/2018) beritanya turut menghiasi lini massa berbagai media luar negeri. Beragam sudut pandang artikel ditulis. Meskipun pemberitaan dan artikel yang ditulis jelas sumbernya, berbobot dan bukan hoax, tetap saja mengganggu citra Indonesia yang dikenal sebagai negara multikultural yang toleran dan negara muslim moderat terbesar di dunia.
Sementara menurut Ellen Huijgh dalam buku The Public Diplomacy of Emerging Powers, Part 2: The Case of Indonesia, (Figueroa Press, Los Angeles, 2016), 7-47); kebijakan luar negeri pada dasarnya tergantung dari kondisi politik di dalam negeri, yang oleh mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Hasan Wirajuda diberi istilah intermestic (international domestic).
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, imej yang baik diperlukan suatu bangsa karena berdampak positif pada berbagai sektor seperti pariwisata, investasi dan perdagangan. Stabilitas dalam negeri juga memudahkan kerja-kerja diplomasi di luar negeri.
Meneladani Semangat Kurban
Pada Idul Adha atau Hari Raya Kurban, berita menyejukkan kembali hadir. Masyarakat Hindu di Bali membantu dan bahkan turut menyumbangkan sapi untuk kurban. Sebaliknya di Kudus, Jawa Tengah, masyarakat muslim Muria yang telah turun-temurun tidak memotong sapi untuk menghormati umat Hindu kembali berkurban dengan kerbau, kambing, dan domba. Betapa indah budaya rukun di negeri ini.
Hari Raya Kurban juga disebut Lebaran Haji. Saudara kita yang sedang menunaikan ibadah haji menjalani wukuf dengan mengenakan ihram, kain serba putih tanpa jahitan. Menanggalkan segala perbedaan, status sosial dan kepentingannya untuk lebur dalam tujuan yang sama; memenuhi panggilan sujud Pemilik Semesta Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengampun.
ADVERTISEMENT
Sebelum berangkat haji, calon jamaah biasanya berusaha menyelesaikan segala urusannya, dari membayar hutang hingga bersilaturahmi. Bertamu ke sanak saudara dan berpamitan dengan tetangga. Justru calon jamaah haji yang memohon didoakan agar selamat dalam menjalankan ibadah dan mabrur. Mempertontonkan kerendahan hati dan hubungan antar manusia yang begitu mesra.
Selama berada di tanah suci, para jamaah menjaga tutur katanya, bersikap lembut dan menyejukkan hati. Persis yang kita lakukan saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, menjadi pribadi yang mampu menahan syahwat dan selalu menyenangkan.
Sekembalinya ke tanah air, menjadi mabrur adalah soal implementasi. Bagaimana terus mempraktekkan keluhuran pekerti, yang dicerminkan dalam tindak tanduk maupun bahasa yang berbudi.
Gamblang sebetulnya. Menjaga rumah bersama itu bisa senikmat memanggang sate kurban bersama keluarga, diiringi alunan syahdu "Deen Assalam" dari Nissa Sabyan.
ADVERTISEMENT