Ketika Diplomat Blusukan ke Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Isana Mandasari
Peserta Sesdilu Ke-61, Diplomat di Direktorat Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri.
Konten dari Pengguna
4 Agustus 2018 7:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isana Mandasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketika Diplomat Blusukan ke Perbatasan Indonesia-Timor Leste
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Untuk kali pertama, Sekolah Dinas Staf Luar Negeri (Sesdilu) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu) mengadakan program pengabdian masyarakat ke perbatasan.
Sebanyak 32 orang siswa Sesdilu angkatan ke-61 akan bertolak ke Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, pada 14 Agustus 2018 dan tinggal selama 5 hari di pintu gerbang utama menuju Negara Republik Demokratik Timor Leste tersebut.
Atambua adalah kota terbesar kedua di pulau Timor yang multietnis. Mayoritas penduduknya berbahasa Tetun dan Dawan, serta beragama Katolik. Sedangkan Belu yang terletak di Timor Barat, sesuai namanya yang berarti teman, menjadi penampungan terbesar bagi pengungsi dari Timor Timur pada tahun 1999.
Sejak pukul 2 dini hari seluruh diplomat harus siap di Bandar Udara (Bandara) Soekarno-Hatta, Cengkareng, untuk terbang menuju perbatasan. Penerbangan dari Cengkareng ke Bandara A. A. Berre Tallo Attambua akan ditempuh lebih dari 8 jam dengan 1 kali transit di Bandara El Tari Kupang.
ADVERTISEMENT
Rombongan yang dipimpin langsung oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemenlu, Yayan G.H. Mulyana, dan didampingi oleh Direktur Sesdilu, M. Aji Surya, direncanakan akan disambut oleh Bupati Belu, Willy Brodus Lay, S.H.
Siswa Sesdilu yang terdiri dari 18 diplomat pria dan 14 diplomat wanita akan dibagi menjadi 3 kelompok dan dijadwalkan melakukan serangkaian kegiatan yang padat selama di Belu. Mulai dari diskusi dan berbagi cerita bersama masyarakat mengenai eksodus masyarakat Timor Leste pasca jajak pendapat, mengajar di sekolah berbagai tingkatan, memberi kuliah umum di universitas, hingga menggali problematika perbatasan Indonesia dan Timur Leste di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain.
“Kegiatan mengajar dimulai 6.30. Hari pertama di SD Negeri Wirasakti Atambua, SMP Negeri 1 Atambua, dan SMA Katolik Suria,” kata Fenny, ketua siswa Sesdilu 61. “Untuk kuliah umum di IISIP Fajar Timur. Tema yang diminta tentang Perlindungan WNI, Problematika Perbatasan, dan Human Trafficking.
Ketika Diplomat Blusukan ke Perbatasan Indonesia-Timor Leste (1)
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Hari ketiga akan diawali dengan sharing session yang dihadiri 150 Kepala Sekolah dan guru se-Atambua. Dalam keterangannya, M. Aji Surya menjelaskan, “Ketika ke Atambua untuk pengaturan program, banyak sekali permintaan dari sekolah. Karena tidak memungkinkan didatangi satu persatu dalam waktu singkat, maka kami kumpulkan seluruh kepala sekolah. Mereka senang sekali.”
Malam harinya, bersama Bupati Belu beserta jajaran dan masyarakat, siswa Sesdilu 61 akan tirakatan di Taman Makan Pahlawan. Tirakatan untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur berjuang untuk kemerdekaan Indonesia telah menjadi tradisi masyarakat Belu.
Pada 17 Agustus 2018, siswa Sesdilu 61 akan mengikuti upacara bendera tepat pukul 07.30 dengan memakai pakaian adat Atambua di perbatasan Motaain.
PLBN Motaain yang sebelumnya hanya memiliki pos penjagaan telah diperbaharui dan berubah wajah. PLBN Motaain yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 28 Desember 2016, kini memiliki gedung utama, tempat pemeriksaan kendaraan, dan power house. Pembangunan terus dilakukan hingga direncanakan rampung Maret 2019 nanti dengan dilengkapi berbagai fasilitas, di antaranya pasar, wisma dan pemeriksaan x-ray baru.
Joko Widodo meresmikan PLBN Motaain di Belu, NTT (Foto: Yudhistira Amran/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo meresmikan PLBN Motaain di Belu, NTT (Foto: Yudhistira Amran/kumparan)
“Kami akan berbaur dengan masyarakat dalam 'Pesta Rakyat'. Kami akan mengikuti berbagai lomba sampai upacara penurunan bendera,” kata Oka, siswa Sesdilu 61, antusias.
ADVERTISEMENT
Kegiatan di perbatasan akan menjadi program penutup Sesdilu 61 yang berlangsung 2 bulan atau 1 bulan lebih padat dari program-program Sesdilu sebelumnya.
Namun sebelum blusukan ke perbatasan, siswa Sesdilu 61 masih harus menyelesaikan Tugas Akhir Perorangan (Taskap) dan lulus sidang pendadaran Taskap, dengan tim penguji dan penilai yang terdiri dari para Duta Besar. Taskap yang cara penyusunannya mirip dengan proposal disertasi diharuskan memuat solusi kebangsaan yang dapat diaplikasikan.
Selain itu, untuk dapat lulus Sesdilu para diplomat diwajibkan mengikuti seluruh kegiatan pendidikan dan pelatihan dari pagi hingga petang, menghadapi ujian mingguan, mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok, dan menulis artikel.
Khusus untuk blusukan, siswa Sesdilu 61 tengah mempersiapkan berbagai materi ajar dan alat peraga. Siswa Sesdilu 61 juga nampak giat berlatih vokal dimentori oleh Indra Aziz, agar dapat menyanyikan lagu Rakyat Belu berjudul “Oras Loro Malirin”, yang jika diterjemahkan berarti "Waktu Surya Terbenam" sebagai persembahan untuk saudara-saudara kita di perbatasan.
ADVERTISEMENT