Mana Yang Lucu, Joke Musim Jerebu atau Pembakaran Berulang?

Isana Mandasari
Peserta Sesdilu Ke-61, Diplomat di Direktorat Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri.
Konten dari Pengguna
23 Agustus 2018 18:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isana Mandasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Korang mana?” “Indonesia.”
“You tau ade brapa musim kat Malaysia?” “Sama lah. Dua.”
ADVERTISEMENT
“Salah.. Jiran pun kau tak tau. Tak bekawan..” “Dua. Musim kemarau dan musim hujan”
“Lagi satu?” “Musim durian?”
“Bukaannn.. Masa jerebu..”
Ya, ada 3 musim di Malaysia. Musim kemarau, musim penghujan, dan musim jerebu (kabut asap). Lelucon seperti itu kerap kami dengar ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan gambut di tanah air, yang asapnya sampai ke negeri tetangga.
Pada tahun 2015, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Penang bahkan sempat didatangi masyarakat Malaysia yang berunjuk rasa dengan membawa banyak awak media. Demonstran menuntut permintaan maaf karena 891.375 hektare luas area yang terbakar di Indonesia telah menyebabkan kabut asap paling buruk dalam sejarah sejak kemerdekaan Malaysia (31 Agustus 1957), menurut media setempat.
ADVERTISEMENT
Saat itu, KJRI Penang berhasil meyuguhkan data titik api, menjelaskan karakter lahan gambut yang terbakar, korelasinya dengan musim kemarau di wilayah khatulistiwa dan terjangan badai El Nino yang kering sejak 2014, serta upaya yang telah dan akan dilakukan Indonesia. Perwakilan demonstran dapat menerima. Pemberitaan media Malaysia berimbang tanpa harus memenuhi permintaan maaf, citra bangsa terselamatkan.
Pemerintah kemudian membentuk Badan Restorasi Gambut (BRH) melalui Perpres No. 1 Tahun 2016. Kebakaran Lahan gambut turun drastis. Meski ada saja pihak yang belum mengakuinya sebagai keberhasilan kinerja BRH, dan memilih mengaitkannya dengan La Nina dan curah hujan yang tinggi. Apresiasi dari Malaysia datang dan disampaikan Ketua Menteri Pulau Pinang secara langsung,
Tahniah (selamat). 2 kali tahniah. Selamat atas emas ganda campuran (cabang bulu tangkis) di Olimpiade Rio, dan selamat atas kerja kerja mengatasi jerebu,” Kata Lim Guan Eng di Resepsi Diplomatik HUT RI ke-72.
ADVERTISEMENT
Kebakaran hutan dan lahan gambut kembali terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat. Jumlah titik api memang telah turun, dari 1.061 titik api pada 16 Agustus 2018 menjadi 914 pada hari Kamis (23/8/2018). Namun 2 hari terakhir, kualitas udara Pontianak masih dalam level berbahaya, dan berpotensi mengganggu kesehatan warga.
“Kebakaran lahan ada unsur kesengajaan,” Kata Irjen Didi Haryono, Kapolda Kalimantan Barat.
Citra Indonesia juga dipertaruhkan. Apalagi sorot kamera wartawan seluruh negara Asia bahkan dunia, sedang diarahkan ke gelaran Asian Games ke-18 di negara kita. Jika asap terbawa angin mencapai Sarawak atau Singapura, dapat diprediksi akan menjadi highlights pemberitaan media asing yang tentunya sangat merugikan.
ADVERTISEMENT
Saat ini upaya pemadaman terus diupayakan. Polisi yang melakukan investigasi telah menetapkan 2 tersangka dan yakin 99% lahan dibakar dengan ditemukannnya barang bukti jerigen dan bekas korek api.
Wali Kota Pontianak 2 periode (2008-2018), yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Wali Kota Pontianak 2 periode (1998-2008), Sutarmidji merespon dengan mengeluarkan Peraturan Wali Kota No. 55 Tahun 2018 tentang Larangan Pembakaran Hutan yang efektif berlaku Senin (20/8/2018).
Wali Kota Pontianak terpilih 2018, Edi Rusdi Kamtono, yang telah berpengalaman menjadi Wakil Wali Kota Sutarmidji (2013-2018), diharapkan telah menyiapkan langkah ampuh mengatasi pembakaran lahan yang terus berulang.
Namun Pemerintah Daerah tidak bisa sendiri, perlu kerja kolektif. Bukan hanya berjibaku di hilir dalam kerja pemadaman, tetapi juga di hulu, dalam hal ini penegakan hukum yang tegak lurus termasuk di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebetulnya telah memiliki perangkat, mulai dari Pasal 187 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) hingga Undang Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Lengkap memuat definisi berikut sangsi hukum yang jelas untuk memberikan efek jera.
Pasal 187 KUHP; Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam: dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang; dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain; dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.
ADVERTISEMENT
Sudah setegas itu, kenapa masih terjadi?
Apakah pelaku pembakaran terinspirasi Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang tahun 2016 yang kontroversial dalam sidang gugatan Rp7,8 triliun Kementerian Lingkungan Hidup terhadap anak usaha Grup Sinar Mas, PT Bumi Mekar Hijau?
Yang lolos karena Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang, Parlas Nababan menilai kebakaran itu tak merusak lahan karena masih bisa ditumbuhi tanaman.
Atau karena pelaku yang selalu orang suruhan mudah menggunakan celah pembenaran kearifan lokal?
UUPPLH pasal 69 ayat 1 huruf h, melarang pembakaran lahan.
Dalam UUPPLH pasal 69 ayat 2, memang tertulis: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh sungguh kearifan lokal di daerah masing masing.
ADVERTISEMENT
Tetapi dalam Penjelasan UUPLH pasal 69 ayat 2, memberikan prasyarat ketat; Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.
Yang pasti, jika negara mengalah pada korporasi dan mengorbankan kepentingan masyarakat, itu menjadi bagian yang paling tidak lucu.