Konten dari Pengguna

Shinto dan Buddha serta Tradisinya di Jepang

Ratna Indra Sari
Mahasiswa Studi Kejepangan Universitas Airlangga
23 Oktober 2023 17:09 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ratna Indra Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gunung Fuji yang ada di Jepang. Foto : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gunung Fuji yang ada di Jepang. Foto : Pixabay
ADVERTISEMENT
Jepang adalah salah satu negara yang unik, banyak hal yang menarik dari Jepang baik dalam hal budaya, agama hingga alamnya, tak mengherankan bahwa negara yang dijuluki matahari terbit itu sangat popular dan banyak orang yang ingin pergi kesana. Pembahasan yang akan penulis sampaikan kali ini adalah mengenai kepercayaan di Jepang khususnya Shinto dan Buddha beserta tradisinya.
ADVERTISEMENT
Shinto adalah salah satu kepercayaan yang terkenal di Jepang dan merupakan kepercayaan asli orang Jepang. Kepercayaan ini di latar belakangi oleh perkembangan urbanisasi modern Jepang yang pada awalnya menyembah fenomena alam [Reischauer, 1977]
Shinto adalah kata majemuk dari “Shin” yang artinya roh dan “To” yang artinya jalan. Jadi “Shinto mempunyai arti jalannya roh, baik roh orang yang meninggal maupun roh langit dan bumi. Kata “To” berdekatan dengan kata “Tao” dalam Taoisme yang berarti jalannya dewa atau jalannya bumi dan langit. Sedangkan kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin” dalam Taoisme yang berarti gelap basah, negatif dan sebagainya [Mulyadi, 2017]
Ilustrasi Izumo Taisha yang merupakan kuil Shinto yang ada di Kota Izumo. Foto : Pixabay
Didalam kepercayaan Shinto terdapat Tuhan sebagai objek yang disembah. Dalam bahasa Jepang disebut sebagai “Kami sama”. Tidak hanya terdiri dari satu karena dalam kepercayaan ini mengusung banyak Tuhan seperti dewa-dewi Hindu dan Buddha. Di Jepang terdapat kata “Yaorozu no kami” yang artinya adalah adanya delapan ribu dewa-dewa yang dipercaya orang Jepang.
ADVERTISEMENT
Selain Shinto, kepercayaan yang menempati urutan terbanyak kedua adalah Buddha. Sama seperti agama Hindu, agama buddha berasal dari India yang dibawa oleh Shiddarta Gautama. Agama buddha masuk ke Jepang melalui Tiongkok dan Korea pada sekitar abad 6 masehi. Perkembangan agama buddha yang pesat sangat mengkhawatirkan bagi kepercayaan Shinto sehingga menimbulkan persaingan diantara keduanya. Untuk itu demi mempertahankan kepercayan asli negara Sakura tersebut, pendeta Shinto memasukkan unsur-unsur buddha ke dalam sistem keagamaan mereka. Oleh karena itu, tidak heran jika ditemui adanya ajaran agama buddha dalam acara keagamaan Shinto. Dapat dikatakan pula secara umum agama resmi di Jepang adalah Shinto dan Buddha.
Ilustrasi kuil Todaiji yang merupakan kuil buddha yang terletak di Kota Nara. Foto : Pixabay
Kedua agama ini sudah sangat melekat dengan Jepang, bagaimana tidak pada saat tahun baru saja orang-orang Jepang akan pergi ke Jinja yaitu sebutan untuk kuil Shinto dan pada saat Obon matsuri atau festival Obon mereka akan pergi ke Otera, sebutan kuil Buddha. Bahkan mereka mempunyai dua tempat pemujaan, yaitu Kamidana dan Butsudan. Kamidana adalah tempat pemujaan untuk agama Shinto, sedangkan Butsudan merupakan tempat pemujaan untuk agama Buddha.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu ada yang mengatakan bahwa penduduk Jepang pada masa kini sudah tidak terlalu mempedulikan ajaran agama dan kepercayaan, padahal faktanya masyarakat Jepang masih melakukan banyak kegiatan – kegiatan rutin yang berhubungan dengan keagaaman. Mereka setiap tahunnya masih melakukan perayaan-perayaan, apalagi hal itu sudah bukan lagi sekedar acara keagamaan melainkan menjadi budaya bagi mereka. Seperti yang diketahui bahwa Jepang adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi kebudayaan.
Berikut ini adalah tradisi atau adat istiadat dari Shinto dan Buddha :
Kan-nushi
Kannushi atau pendeta Shinto adalah seorang yang melayani layanan dan ritual Shinto. Kannushi bertanggung jawab mengelola kuil, tidak hanya itu saja seorang kannushi juga memanjatkan doa untuk pengunjung pada perayaan penyucian dan menangani upacara pernikahan menurut ritual Shinto. Tugas kannushi dalam mengelola kuil adalah mengawasi akuntansi penjualan produk omikuji (ramalan tertulis), omamori dan engimono (jimat keberuntungan) serta Saisen (persembahan uang yang diletakkan ke dalam kotak persembahan)
ADVERTISEMENT
Miko
Miko atau gadis kuil adalah seorang yang membantu Kannushi dalam melakukan beberapa tugas. Dalam ritual Shinto, Miko biasanya menampilkan tarian kagura, music dan tarian suci Shinto yang didedikasikan kepada dewa. Pada masa Jepang kuno, upacara diadakan di mana miko dibuat memiliki roh para dewa, kemudian dia akan berbicara mengenai ramalan.
Tori
Ilustrasi Tori. Foto : Pixabay
Kawasan kuil Shinto merupakan tempat yang suci sehingga pada pintu masuk diletakkan sebuah tori yakni gerbang dari kuil Shinto sebagai batas antara Kawasan kuil yang sakral dan lingkungan kehidupan Masyarakat biasa.
Juzu
Juzu adalah sebuah benda yang terbuat dari manik-manik kayu atau batu yang berbentuk bola dan melingkar menyerupai sebuah gelang tangan. Jumlah bola adalah 108 yang menyimbolkan keinginan dan kekhawatiran duniawi yang ada didunia ini. Cara penggunaan juzu ini adalah dengan menggantungkan ditangan yang menyatu untuk berdoa. Digunakan saat upacara pemakaman, misa peringatan buddha dan saat mengunjungi makam leluhur.
ADVERTISEMENT
Omamori
Masyarakat Jepang percaya bahwa omamori adalah sebuah benda keramat yang menyimpan kekuatan dewa atau buddha. Dalam artikel ‘Omamori dalam Kepercayaan Masyarakat Jepang’ Omamori milik Yuliani Rahmah mengatakan bahwa omamori mempunyai banyak jenis, tetapi yang umum digunakan oleh masyarakat Jepang sendiri terbagi menjadi tujuh jenis yang memiliki fungsi berbeda :
1. Yaku Yoke : Melindungi pemilik dari hal-hal yang bersifat gaib
2. Kaiun : Membukakan pintu keberuntungan bagi pemiliknya
3. Gakugyoujoju : Melancarkan Pendidikan dan membuat pemiliknya lulus pada saat ujian sekolah ataupun kerja.
4. Shoubai Hanjo : Memperoleh kesuksesan dalam bisnis
5. En Musubi : Membantu pemiliknya menemukan jodoh dan pernikahan
6. Anzan : Mendatangkan kesehatan kandungan dan kelancaran kelahiran
ADVERTISEMENT
7. Kotsuu Anzen : Menjaga keselamatan pemiliknya pada saat melakukan perjalanan
Saisen
Saisen adalah persembahan uang kepada para dewa dan buddha yang dilakukan dengan cara dilemparkan ke dalam sebuah kotak persembahan yang ditempatkan di depan altar atau bangunan utama tempat pemujaan. Kotak persembahan itu disebut dengan nama saisen bako.
Oharai
Oharai bisa disebut juga dengan harae atau harai merupakan upacara membersihkan diri dari dosa atau kesalahan dengan cara dibantu oleh pendeta Shinto yang berdoa kepada para dewa dan memberikan ucapan selamat. Oharai ini dianggap sebagai upacara agama Shinto yang penting bahkan dilakukan sebelum melakukan upacara – upacara keagamaan yang lain. Ada dua alat yang digunakan pada upacara ini yaitu, Harai-gushi atau O-nusa (Tongkat kayu yang diberikan sobekan-sobekan kertas atau kain pada ujungnya) dan Ko-nusa (Alat kecil untuk membersihkan diri sendiri).
ADVERTISEMENT
Omikuji
Ilustrasi Omikuji. Foto : Pixabay
Seperti yang tertera pada penjelasan kannushi diatas, omikuji adalah ramalan tertulis. Maksud dari ramalam tertulis ialah selembar kertas yang bertuliskan nasib baik atau buruk diikuti dengan penjelasan mengenai keberuntungan hingga nasehat hal-hal individual seperti studi, keuangan, percintaan.
Ema
Ilustrasi Ema. Foto : Pixabay
Ema adalah papan kayu yang digunakan untuk menuliskan harapan atau keinginan pada saat mengunjungi kuil Shinto untuk berdoa. Ema berbentuk seperti rumah segi lima karena meniru atap kuda. Sawalnya adalah mempersembahkan kuda asli. Namun, lama kelamaan Masyarakat jepang membuat persembahan papan kayu dengan gambar kuda.
Referensi
Ismatulloh, M. K. Shinto Agama Endemik dari Jepang. p. 44.
Mulyadi, B., 2017. Konsep Agama dalam Kehidupan Masyarakat Jepang. p. 21.
Rahmah, Y., 2019. Omamori dalam Kepercayaan Masyarakat Jepang.
ADVERTISEMENT
Shalihah, B. M., 2014. Peranan Ritual dan Festival (Matsuri) dalam Shinto bagi Masyarakat Jepang. p. 11.