Konten dari Pengguna

Kompilasi Jawaban atas Prasangka Warga terhadap Pengungsi Rohingya

Islah Satrio
Staf Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS
10 Januari 2024 8:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Islah Satrio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sebuah perahu kayu yang membawa imigran etnis Rohingya terlihat di lepas pantai Sabang, provinsi Aceh, Rabu (22/11/2023). Foto: Riska Munawarah/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah perahu kayu yang membawa imigran etnis Rohingya terlihat di lepas pantai Sabang, provinsi Aceh, Rabu (22/11/2023). Foto: Riska Munawarah/REUTERS
ADVERTISEMENT
Beberapa minggu belakangan, kita disuguhkan dengan narasi kebencian terhadap sekelompok Etnis Rohingya yang mengungsi di Provinsi Aceh. Etnis yang berasal dari Myanmar tersebut seakan-akan menjadi public enemies imbas informasi yang berseliweran di jagat maya mengenai berbagai perilaku mereka, seperti meminta jatah makan yang lebih banyak dari porsi umumnya masyarakat Indonesia, keluhan terhadap fasilitas yang disediakan di tempat pengungsian, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Namun saya menemukan banyaknya misinformasi serta tuduhan yang berakibat pada kebencian warga yang semakin masif terhadap pengungsi Rohingya. Bahkan, Misinformasi ini seakan diamini oleh beberapa pejabat publik yang juga tidak mau ketinggalan untuk mengomentari masalah ini. Salah satunya Wali kota Solo sekaligus Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming. yang mengatakan bahwa Warga Rohingya masuk ke Indonesia secara ilegal, yang disampaikan pada tanggal 11 Desember 2023 lalu.
Tulisan ini mencoba memberikan jawaban atas berbagai misinformasi tersebut. Setidaknya, pembaca dapat memahami duduk permasalahan atas situasi yang menimpa Etnis Rohingya yang mengungsi di Provinsi Aceh tersebut. Berikut daftar pertanyaan yang seringkali menimbulkan misinformasi dan jawaban atas pertanyaan tersebut;

Mengapa Masyarakat Rohingya harus mengungsi ke Indonesia?

Etnis Rohingya tidak mendapatkan hak-hak dasar sebagai warga negara di Myanmar sejak disahkannya Undang-Undang Kewarganegaraan pada tahun 1982. Bahkan, pada tahun 2017 Etnis Rohingya mengalami genosida oleh Junta Militer, sehingga sekitar 1-2 juta warga Rohingya harus mengungsi ke berbagai negara untuk mempertahankan kehidupannya.
ADVERTISEMENT
Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi tempat pengungsian warga Rohingya. Dalam hal ini, Indonesia memiliki hukum positif dalam penanganan pengungsi. Beberapa di antaranya yaitu Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, serta Pasal 26 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2019 tentang Hubungan Luar Negeri.
Walau Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, berbagai instrumen nasional tersebut menjadi penegasan bahwa Indonesia harus terlibat secara aktif dalam menangani pengungsi, salah satunya warga Rohingya.

Apakah Masyarakat Rohingya mengungsi ke Indonesia secara ilegal?

Dalam situasi diskriminasi etnis yang melibatkan militer di Myanmar sehingga mengancam keselamatan jiwa, satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah mengungsi ke negara lain. Mereka tidak memiliki waktu untuk mengurus dokumen administratif sehingga dapat dikategorikan sebagai “pengungsi yang sah”. Alih-alih mengurus dokumen, Masyarakat Rohingya bahkan tidak mendapatkan kewarganegaraan di negara asalnya.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, perdebatan legal atau ilegal dalam konteks Rohingya bukanlah hal yang bijak. Dalam situasi seperti itu, semestinya rasa kemanusiaan kita terbangun untuk bergotong-royong menolong mereka.

Mengapa terjadi berbagai tindakan tidak sopan dan kurangnya rasa bersyukur dari Masyarakat Rohingya atas fasilitas yang diberikan?

Setelah Undang-Undang Kewarganegaraan di Myanmar terbentuk, masyarakat Rohingya kehilangan seluruh kesempatan untuk menikmati hak-hak dasarnya, salah satunya hak untuk mengenyam pendidikan. Pembatasan itu membuat hampir seluruh masyarakat Rohingya tidak memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan secara layak. Saya menduga bahwa perilaku yang warganet cap tidak sopan berangkat atas minimnya pendidikan yang mereka dapatkan di Myanmar.
Daripada mengutuk perilaku masyarakat Rohingya, saya mengajak kita semua untuk memberikan pemahaman secara baik kepada mereka mengenai kearifan lokal di wilayah tempat mereka mengungsi, serta bersama-sama memberikan fasilitas pendidikan yang memadai kepada mereka.
ADVERTISEMENT

Apakah UNHCR melakukan perdagangan manusia terhadap Etnis Rohingya?

Sebelum menjawab hal itu, perlu dipahami bahwa United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR) merupakan badan pengungsi PBB yang bergerak atas dasar kemanusiaan. Melalui definisi tersebut, jelas menegaskan bahwa lembaga tersebut dibentuk oleh Persatuan Bangsa-Bangsa untuk fokus terhadap penanganan pengungsi. Dalam hal pengungsi Rohingya di Aceh, UNHCR bertugas untuk membantu pemerintah Indonesia dalam memberikan kebutuhan dasar serta mencari Solusi bagi pengungsi.
Tuduhan bahwa UNHCR melakukan tindak pidana perdagangan orang karena mendatangkan pengungsi ke berbagai negara merupakan sebuah kekeliruan. Hal tersebut karena sudah menjadi tanggung jawab dari UNHCR sebagai organisasi yang fokus untuk menangani pengungsi.

Apakah pemerintah harus terus memberikan kebutuhan dasar kepada masyarakat Rohingya, di samping banyak warga negara sendiri yang mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dasar tersebut?

UNHCR telah memastikan bahwa seluruh bantuan kepada pengungsi Rohingya tidak menggunakan APBN maupun APBD. Seluruh sumber dana untuk membiayai kebutuhan dasar pengungsi Rohingya dibiayai oleh UNHCR. Tentu hal itu terlepas dari donasi publik yang diberikan oleh warga Indonesia secara sukarela kepada pengungsi. Namun, UNHCR telah memberikan penegasan bahwa uang negara tidak dipergunakan untuk memberikan fasilitas kepada pengungsi, sehingga pertanyaan komparasi di atas menjadi tidak valid untuk diperdebatkan.
ADVERTISEMENT
Sekian beberapa pertanyaan dan jawaban yang sering kali menjadi percikan api warganet untuk mengutuk pengungsi Rohingya di Aceh. Saya yakin masih banyak misinformasi lain yang belum terjawab pada tulisan singkat ini. Namun, saya berharap kita dapat mendinginkan kepala sejenak untuk memahami akar permasalahan dari masyarakat Rohingya sebagai korban ketidakadilan di negara asalnya.