Konten dari Pengguna

Terbunuh Dua Kali di Tangan Polisi

Islah Satrio
Staf Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS
15 Juli 2024 13:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Islah Satrio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Orang tua Afif Maulana melakukan orasi menuntut keadilan pada Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (4/7/2024). Foto: Bagas Andhita Putra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Orang tua Afif Maulana melakukan orasi menuntut keadilan pada Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (4/7/2024). Foto: Bagas Andhita Putra/kumparan
ADVERTISEMENT
Tragedi kemanusiaan yang melibatkan aparat kepolisian kembali terjadi. Seorang anak di bawah umur berinisial AM (13) menjadi korban tindak penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota Polsek Kuranji. Jenazah korban ditemukan di bawah jembatan di samping persis kantor Polsek Kuranji pada tanggal 9 Juni 2024.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, AM diduga tewas akibat tindak penyiksaan oleh anggota kepolisian karena banyaknya luka lebam di tubuh jenazah.
Alih-alih melakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai fungsi dan tugas institusi kepolisian, aparat kepolisian justru melakukan berbagai atraksi wacana untuk mengaburkan fakta adanya tindak penyiksaan yang dialami oleh AM. Salah satunya yaitu dilakukan oleh pemimpin anggota kepolisian tertinggi di Sumatera Barat, yakni Irjen Suharyono, Kapolda Sumatera Barat.
Irjen Suharyono melakukan berbagai bentuk pemutarbalikkan opini di tengah berbagai fakta yang justru disuarakan oleh masyarakat sipil terkait kasus penyiksaan yang dialami AM. Kapolda Sumatera Barat melontarkan berbagai pernyataan yang bertentangan dengan fakta yang terjadi.
Dimulai dari pengabaian terhadap tindakan penyiksaan yang dilakukan anggotanya hingga mencari pihak yang memviralkan kasus kematian AM, yang disampaikan oleh Irjen Suharyono pada tanggal 23 Juni 2024. Padahal, tugas pokok dan fungsi kepolisian yaitu penyidikan, di mana polisi harusnya mencari pelaku tindak pidana, bukan mencari pihak yang justru membantu kepolisian dalam melakukan tupoksinya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Polda Sumatera Barat juga membantah hasil investigasi LBH Padang serta mengatakan bahwa tidak ada tindak penyiksaan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap AM, yang disampaikan Kapolda Sumatera Barat pada tanggal 24 Juni 2024. Lewat pernyataannya, Kapolda secara tak langsung mengamini bahwa penyebab kematian AM bukanlah akibat tindak penyiksaan, melainkan akibat melompat ke sungai.
Hal ini menegaskan bahwa Kapolda Sumatera Barat abai terhadap berbagai temuan LBH Padang mengenai banyaknya luka lebam yang dialami oleh AM, yang tentu tidak logis jika berbagai luka lebam tersebut hanya disebabkan karena jatuh dari sungai.
Padahal, untuk menjawab ada atau tidaknya tindakan penyiksaan oleh aparat kepolisian, Kapolda cukup menunjukkan bukti rekaman CCTV saat peristiwa penyiksaan berlangsung, baik di dalam kantor Polsek Kuranji maupun di lingkungan sekitar Kantor. Namun, lagi-lagi CCTV saat peristiwa tidak dapat ditunjukkan dengan alasan kapasitas memori hard disk untuk menyimpan rekaman CCTV tidak mencukupi.
ADVERTISEMENT
Namun, di samping berbagai ketidakprofesionalan yang dilakukan Polda Sumatera Barat dalam menangani kasus AM, ada satu hal yang menjadi awal jatuhnya marwah kepolisian dalam menjalankan tupoksinya sebagai lembaga penegak hukum, yakni ‘membunuh’ karakter korban yang telah meninggal dunia. Hal ini terjadi sejak Kapolda Sumatera Barat mempertahankan pernyataannya terkait keterlibatan AM dalam peristiwa tawuran, sehingga ‘menormalisasi’ tindak penyiksaan yang dialami oleh AM.
Salah satunya lewat pernyataan Kapolda Sumatera Barat yang mengatakan bahwa mereka memiliki video AM yang mengajak tawuran sambil membawa pedang, yang disampaikan pada tanggal 3 Juli 2024. Pernyataan itu menyambung dengan pernyataan serupa oleh Kapolda di acara berjudul ‘Catatan Demokrasi’ yang diselenggarakan oleh TV One, pada tanggal 2 Juli 2024.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata, foto AM yang membawa pedang diambil jauh sebelum peristiwa tawuran itu terjadi. Hal itu dapat dilihat dari baju yang dikenakan AM saat di foto berbeda dengan pakaian yang dikenakan saat jenazah AM ditemukan di bawah jembatan. Fakta ini juga dipublikasikan oleh media IDN Times pada tanggal 5 Juli 2024.
Tindakan pembunuhan karakter itu juga dilakukan Kapolda Sumatera Barat lewat pernyataannya bahwa jika AM tidak loncat dari jembatan, dirinya tidak akan mati. Hal ini disampaikan oleh Irjen Suharyono saat dihubungi media pada tanggal 4 Juli 2024. Pernyataan itu merupakan bentuk penggiringan opini untuk menegaskan bahwa kematian AM disebabkan oleh tindakan AM sendiri, dan menggeser segala fakta tentang adanya tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
ADVERTISEMENT
Berbagai pernyataan itu menunjukkan bahwa Polda Sumatera Barat sedang melakukan pelemahan berbagai bukti yang ada (obstruction of justice) sehingga fakta yang telah ditemukan menjadi kabur. Selain itu, Polda Sumatera Barat juga secara aktif telah melakukan pembunuhan karakter kepada AM dengan menuduh bahwa AM merupakan salah satu pelaku tawuran.
Padahal poin krusialnya adalah anggota polisi dilarang keras melakukan tindakan penyiksaan, selama proses penyidikan, terkhusus kepada anak di bawah umur, baik yang telah terbukti melakukan tindak pidana maupun tidak terbukti, sebagaimana telah diatur dalam berbagai instrumen hukum. Moralitas institusi kepolisian telah musnah, karena membiarkan anak yang telah mati dan tidak bisa membela diri dibunuh dua kali oleh aparat polisi.