Konten dari Pengguna

Mengobati Wabah Hoaks dengan Meningkatkan Literasi

Islam Syarifur Rahman
Peneliti PUSAD UMSurabaya
30 Juli 2021 14:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Islam Syarifur Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
images from Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
images from Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seiring dengan melonjaknya kasus dan angka kematian karena covid-19 ini, saya banyak mendengar berita dan mendapatkan pesan dari media sosial yang mengatakan bahwa virus ini dapat sembuh dengan rebusan air dari bawang putih, makan telor dan lain-lain, bahkan juga ada yang sempat mengirim video tutorial dan testimoninya bahwa pengobatan dengan metode ini sangat ampuh.
ADVERTISEMENT
Masyarakat hari ini lebih reaktif dan bahkan sensitif karena banyak mendengarkan dan beredar video seputar covid, kita ketahui semua di media sosial setiap orang saja sudah banyak muncul berita-berita tentang covid-19. Terkadang, masyarakat sendiri juga belum tahu mana berita yang mengandung unsur Hoaks atau berita yang valid untuk dikonsumsi, harus kita akui berita-berita aktual, valid, dan yang berbobot akan menambah pengetahuan serta edukasi yang baik bagi masyarakat itu sendiri.
Namun, informasi yang sudah membanjiri media sosial kita saat ini tidak sedikit yang mengandung unsur hoaks dan berita itu banyak dikonsumsi oleh masyarakat yang secara literasi tidak kuat. Saya pikir literasi adalah upaya preventif sebagai penangkal sebelum kita mengkonsumsi banyaknya berita yang yang membanjiri laman sosial media saat ini, pertanyaan besarnya apakah masyarakat Indonesia kuat secara literasi?
ADVERTISEMENT
Kita bisa lihat keadaan literasi di negara ini sangatlah rendah. Fakta yang pertama, UNESCO mengatakan bahwa negara ini berada dalam urutan kedua dari bawah terkait persoalan literasi di dunia yang artinya minat baca orang Indonesia masih dikatakan lemah dan juga memprihatinkan. Menurut berita KOMPAS Indonesia berada dalam peringkat ke-60 dari 61 negara, akhirnya masalah ini jelas akan semakin mengkhawatirkan bagi masyarakat dalam menangkal berita hoaks di tengah pandemi seperti ini.
Kita sebenarnya sudah tidak asing lagi dengan adanya istilah hoaks. Informasi hoaks ini seringkali disebut sebagai informasi bohong dan tidak terbukti kebenarannya, istilah hoaks biasanya juga digunakan untuk berita yang bersifat rumor kebohongan untuk menipu
Ironisnya, masyarakat Indonesia meskipun saat ini minat baca berada dalam posisi rendah, data dari WEARESOCIAL dijelaskan bahwa orang Indonesia ini mampu menatap layer di gadget kurang lebih 9 jam per harinya. Bayangkan Indonesia, ilmu yang minimalis, orang-orangnya secara literasi malas, tapi lebih suka bermain gadget berjam-jam yang akhirnya imun intelektualnya menurun dan akan mudah terpapar berita hoaks.
ADVERTISEMENT
Krisis kesehatan terhadap masyarakat akan menjadi dampak selanjutnya setelah kita melihat orang-orang terperdaya berita-berita bohong, apalagi kasus saat ini berita hoaks bermuatan Agama dan Politik akhirnya pikiran mereka sangat susah untuk diubah. Menolak fakta dan bukti-bukti ilmiah yang sudah dilakukan, ini menyebabkan intoleran yang mengakibatkan konflik.
Sebetulnya kita sebagai masayarakat yang sedang berada dalam era digital saat ini, harusnya lebih sensitif dalam menerima segala macam berita. Masyarakat menjadi penyebar berita tercepat yang terkadang menyebabkan kontroversi. Dengan adanya kemajuan teknologi yang canggih dan cepat masyarakat harusnya mampu mencermati dan mengkonfirmasi kebenarannya.
Infodemi Di tengah Pandemi
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki angka kasus tertinggi di Asia dan hari ini kesehatan masyarakat yang menjadi taruhannya karena mereka terpapar oleh berita-berita palsu yang di propaganda. Akibatnya, banyak masyarakat yang masih merasa takut, cemas mendapatkan berita palsu terkait pengobatan.
ADVERTISEMENT
Wabah ini dari awal sudah ditandai dengan fenomena yang lain bisa kita sebut sebagai “Infodemi”, kita bisa lihat sendiri fenomena vaksin yang katanya mengandung microchip yang beredar di berbagai macam media sehingga mengganggu proses jalannya vaksinasi ke masyarakat. Ada juga yang mengatakan setelah terinfeksi COVID-19 ataupun setelah mendapatkan vaksin tidak akan terpapar oleh virus corona lagi.
Secara psikologis, berita hoaks tentang Covid-19 ini membuat mental masayarakat semakin down, pikiran mereka menjadi semakin stress dan was was. Permasalahan ekonomi yang belum selesai pekerjaan yang semakin susah, emosi masyarakat semakin terkuras dan pikirannya yang harus mendapatkan berita-berita hoaks
Masyarkat saat ini harus mampu mengubah pola pikir yang sehat terkait bagaimana memfilter sebuah informasi, budaya literasi harus diperkuat dan dikembangkan sebagai penangkal hoaks yang sudah banyak terjadi saat ini. Dengan sebuah literasi kuat akan melatih kemampuan berpikir yang logis dan rasional serta mampu menganalisa informasi-informasi baru.
ADVERTISEMENT
Literasi Informasi sebagai Penangkal Hoaks
Perkembangan informasi yang terjadi saat ini semakin cepat di era digital, masyarakat harus mampu mengimbangi dengan memiliki tingkat literasi yang baik, salah satunya yaitu literasi kesehatan. Hal ini melatarbelakangi sebagai upaya pencegahan informasi hoaks yang sangat masif di tengah wabah yang sampai saat ini belum berakhir, literasi kesehatan ini sangat penting dan mempunyai efek pada pelayanan kesehatan.
Literasi kesehatan sebagai upaya yang untuk pencegahan hoaks, apabila masyarakat terlalu sering mengkonsumsi berita palsu, yang menjadi dampak lainnya adalah mereka bisa membahayakan keselamatan orang lain dan tenaga medis yang sudah bekerja keras menyelamatkan pasien akan merasa sakit dan kecewa.
Lemahnya budaya literasi yang terjadi di masyarakat akan membuat nalar menjadi lemah. Saat kemampuan bernalar lemah maka seseorang akan susah untuk berpikir jernih, alhasil isu-isu provokatif yang sifatnya menghasut akan dengan mudah diembuskan dan disebarluaskan.
ADVERTISEMENT
Peran literasi sangatlah penting karena dengan itu kita mampu untuk berpikir kritis, dan inovatif dalam menghadapi masalah yang terjadi saat ini. Ketika budaya literasi masyarakat meningkat kerja otak akan semakin maksimal, wawasan akan bertambah luas walaupun banyak informasi yang diterima serta dapat melatih kemampuan berpikir yang logis.