Berziarah dengan Nuansa Sejarah di Makam Sunan Pandanaran

ismail Misbachul Choiri
Saya adalah mahasiswa yang saat ini sedang menempuh jenjang S1 Program Studi Pariwisata di Universitas Gadjah Mada. Saya tertarik di dunia travel, tourism, dan fotografi.
Konten dari Pengguna
10 Desember 2022 14:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ismail Misbachul Choiri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gedhong Inten, bangunan utama makam Sunan Bayat. (sumber: dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Gedhong Inten, bangunan utama makam Sunan Bayat. (sumber: dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Kabupaten Klaten terkenal dengan destinasi wisata yang sangat beragam mulai dari alam, budaya, hingga wisata religi. Hal ini membuat Klaten ramai dikunjungi wisatawan ditambah dengan lokasinya yang berada di dekat Yogyakarta. Salah satu destinasi wisata religi yang cukup populer di kalangan peziarah nusantara adalah makam Ki Ageng Pandanaran atau biasa dikenal sebagai makam Sunan Bayat. Lokasi makam Sunan Bayat cukup unik karena berada di atas perbukitan Jabalkat, tepatnya di Kelurahan Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT

Sejarah Sunan Bayat

Sunan Bayat merupakan salah satu tokoh penyebar agama islam di tanah Jawa yang cukup popular. Sebelum menjadi tokoh penyebar agama islam, Sunan Bayat adalah bupati pertama Kabupaten Semarang yang memiliki kisah kelam saat menjabat sebagai seorang bupati.
Selama beliau menjabat sebagai bupati, Sunan Bayat adalah seorang yang rakus dan gila harta. Setiap hari beliau hanya mengumpulkan harta dari rakyat sebanyak-banyaknya, salah satunya dengan menaikkan pajak. Suatu Ketika datanglah seorang penjual rumput yang menyadarkan Sunan Bayat atas kerakusannya pada harta, dia adalah Sunan Kalijaga. Setelah kejadian itu, Sunan Bayat mulai berguru kepada Sunan Kalijaga dan merelakan jabatannya sebagai bupati untuk memperdalam ilmu ajaran islam.
Hingga akhir hayatnya, Sunan Bayat sangat gigih dalam menyebarkan ajaran islam di Jawa. Oleh karena itu, Sunan Bayat dikenal banyak kalangan dan setiap harinya Makam Sunan Bayat tidak pernah sepi dari pengunjung.
ADVERTISEMENT

Arsitektur Bangunan Makam

Gapura Pemancar. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Arsitektur bangunan makam cukup unik karena untuk mencapai makam utama haru menaiki anak tangga yang disekelilingnya terdapat makam lain serta kios-kios pedagang souvenir dan oleh-oleh. Di kompleks makam Sunan Bayat terdapat beberapa gapura yang akan dilewati pengunjung. Bangunan gapura memiliki gaya akulturasi islam dan hindu. Gapura tersebut diantaranya ada Gapura Segara Muncar yang berada di pintu masuk, kemudian ada Gapura Dhuda, Gapura Pangrantunan, Gapura Plengkung Yayasan Enggal, Gapura Panemut, Gapura Pemencar.
Mendekati komplek makam utama, terdapat Bale Kencur yang merupakan gerbang menuju makam Sunan Bayat. Melewati Bale Kencur, pengunjung akan masuk disebuah pendopo untuk mengantri ke makam utama. Bangunan uatam makam Sunan Bayat disebut Gedhong Inten. Untuk memasukinya, pengunjung melewati sebuah pintu kecil dan sempit.
ADVERTISEMENT
Selain melakukan ziarah, pengunjung juga bisa belajar sejarah dan merasakan nuansa sejarah yang cukup kental di makam Sunan Bayat.