Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Setelah PSBB dan Larangan Mudik, Bagaimana Nasib Jalan Tol?
29 April 2020 9:52 WIB
Tulisan dari Ismi Makarimal Saffa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kota Wuhan di China merupakan kota pertama yang mengumumkan pasien terjangkit virus COVID-19 yang saat ini telah menyebar luas ke lebih dari 200 negara termasuk Indonesia. Hingga saat ini update Selasa 28 April 2020 Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengumumkan terdapat 9.511 pasien positif, 1.254 pasien sembuh dan 773 pasien meninggal.
ADVERTISEMENT
Virus COVID-19 ini menjadi perbincangan global karena penyebarannya yang begitu cepat. Untuk menekan angka penyebarannya, pemerintah mengimbau masyarakatnya untuk menggunakan masker saat keluar rumah dan mengaplikasikan social distancing atau pembatasan interaksi sosial. Dalam istilah ekonomi, virus corona merupakan barang publik yang memiliki eksternalitas negatif karena dampaknya merugikan bagi orang lain.
Dikarenakan kesadaran masyarakat akan pengaplikasian social distancing mandiri masih sangat rendah, akhirnya pada Jumat 10 April 2020 kota DKI Jakarta menjadi kota pertama di Indonesia yang menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), dilanjutkan oleh Bogor, Depok, Bekasi dan kota-kota lain yang ada di Indonesia. Beberapa hal yang dibatasi saat PSBB berlangsung yaitu aktivitas sekolah, aktivitas bekerja, kegiatan keagamaan, kegiatan di tempat umum dan juga operasional transportasi umum.
ADVERTISEMENT
Setelah PSBB diberlakukan, terbitlah larangan mudik sebagaimana yang telah diumumkan oleh Presiden Republik Indonesia Jokowi Dodo pada video conference dari Istana Merdeka (21/04/20). Larangan mudik ini diberlakukan karena Indonesia masih darurat virus corona di mana angka pasien positif semakin hari semakin meningkat sehingga untuk mengindari adanya penyebaran virus corona yang semakin luas, larangan mudik ini diberlakukan mulai tanggal 24 April 2020.
Pembatasan kegiatan-kegiatan tersebut akhirnya mengakibatkan masyarakat berkegiatan #DiRumahAja tentu memiliki banyak dampak, salah satunya ialah berkurangnya aktivitas lalu lintas di jalan tol.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 terdapat 14 ruas tol tersebar di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat menerapkan PSBB dengan prinsip utama untuk membatasi pergerakan dan membatasi interaksi orang. Penurunan aktivitas lalu lintas di jalan tol selama PSBB berkisar 42 hingga 60 persen. Angka ini masih didominasi oleh pergerakan lokal pada kawasan Jabodetabek dan pergerakan logistik (angkutan barang).
ADVERTISEMENT
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dikutip pada detik.com, Selasa (28/04/20), dalam siaran persnya mengatakan layanan jalan tol tetap beroperasi sebagai jalur logistik untuk pergerakan barang kebutuhan pokok/pangan, alat kesehatan, serta layanan kesehatan/kendaraan medis, juga untuk pergerakan orang pada skala lokal atau kawasan Jabodetabek. Dan dalam rangka menekan potensi penyebaran virus COVID-19 selama masa mudik Lebaran 2020. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menerbitkan surat izin penutupan sementara jalan tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) sebagai upaya pembatasan dan pengendalian transportasi. Penutupan sementara Tol Japek II Elevated berlaku sejak Jumat, 24 April 2020 hingga berakhirnya periode larangan Mudik Lebaran 2020.
Di tengah situasi ini, pemerintah ternyata belum mau menghentikan sementara proyek-proyek yang tengah berjalan. Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengatakan proyek jalan tol lanjut terus. Meski demikian, ia menegaskan kalau PUPR telah siap merealokasi anggaran yang jumlahnya sebesar Rp 8 triliun untuk menanggulangi pandemi.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari tirto.id, Jumat (10/4/2020), peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa proyek-proyek tol bisa ditunda dan uang untuk itu biasa dipakai untuk penanggulangan COVID-19. Menurut beliau, ada 3 hal yang mendasari pemikiran tersebut. Pertama, menghentikan proyek berarti melindungi pekerja. Kedua, infrastrukur yang dipaksakan dibangun tak akan bisa dimanfaatkan maksimal di tengah perlambatan ekonomi imbas pandemi.
Bila pemanfaatannya tak optimal, tentu pemasukan juga jadi minim dan bisa bikin perusahaan yang jadi operator malah merugi. Dan yang ketiga adalah perkara anggaran. Baik pembangunan infrastruktur maupun program penanggulangan COVID-19 butuh anggaran yang besar, sementara di sisi lain sumber daya yang tersedia terbatas. Pemerintah harus berani menentukan mana anggaran yang perlu diprioritaskan.
ADVERTISEMENT
Penulis berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan terbaiknya untuk mengatasi pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia. Pandemi ini tidak akan berakhir apabila masyarakatnya tidak ikut membantu pemerintah dalam mewujudkan tujuan kebijakannya. Maka dari itu, sebagai masyarakat sudah sepatutnya untuk menaati peraturan dan kebijakan yang telah dibuat demi cepat berakhirnya pandemi COVID-19 di Indonesia.