Konten dari Pengguna

Foto AI Bergaya Ghibli Viral, Seniman Cemas Hak Cipta Terancam

Isnie Nur Fajriah
Mahasiswa Politeknik Negeri Media Kreatif Program Studi Penerbitan
9 April 2025 10:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isnie Nur Fajriah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tren gambar bergaya Studio Ghibli yang dihasilkan kecerdasan buatan (AI) tengah ramai di media sosial dan memicu perdebatan. Di satu sisi, teknologi ini dipuji karena membuka akses luas ke dunia seni, namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran soal hak cipta, etika penggunaan, hingga ancaman terhadap profesi seniman. Keterlibatan lembaga resmi seperti Gedung Putih dalam tren ini turut memperluas polemik di ranah publik.
Contoh foto bergaya stuio ghilbi hasil AI | Isnie Nur Fajriah
zoom-in-whitePerbesar
Contoh foto bergaya stuio ghilbi hasil AI | Isnie Nur Fajriah
Jakarta – Tren foto bergaya Studio Ghibli yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI) tengah menggemparkan media sosial global. Fenomena ini menuai respons beragam, dari apresiasi terhadap inovasi teknologi hingga kekhawatiran terhadap dampaknya pada industri kreatif.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa pekan terakhir, berbagai platform seperti Instagram, X (sebelumnya Twitter), dan TikTok dibanjiri unggahan gambar bertema Ghibli—gaya visual khas studio animasi Jepang yang dikenal melalui film Spirited Away dan My Neighbor Totoro. Gambar-gambar tersebut dihasilkan oleh model AI seperti GPT-4o milik OpenAI, yang mampu mengubah foto biasa menjadi ilustrasi fantasi bergaya anime dalam hitungan detik.
Popularitas tren meningkat drastis setelah CEO OpenAI, Sam Altman, mengganti foto profilnya di X dengan versi Ghibli pada awal April 2025. Langkah ini diikuti oleh sejumlah figur publik, selebritas, bahkan lembaga resmi seperti Gedung Putih.
Unggahan ini menuai sorotan luas karena dianggap mengejutkan datang dari lembaga resmi sekelas Gedung Putih. Gambar tersebut menampilkan sosok Virginia Basora-Gonzalez, seorang imigran ilegal yang divonis atas kasus perdagangan fentanyl, digambarkan dengan gaya animasi ala Studio Ghibli—menampilkan ekspresi tangisannya secara dramatis dalam suasana bergaya fantasi.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan New York Post yang dirilis pada (28/03/2025), gambar ini dipublikasikan di akun resmi Gedung Putih pada (27/03/2025). Unggahan itu ditujukan untuk menyoroti keberhasilan operasi penegakan hukum oleh ICE, namun penggunaan gaya visual animasi justru memicu kontroversi.
Apresiasi terhadap Demokratisasi Seni
Sebagian pengguna menyambut tren ini sebagai bentuk ekspresi diri yang inklusif. AI dinilai membuka akses bagi masyarakat umum untuk menghasilkan karya visual estetik tanpa keterampilan menggambar manual. Beberapa ilustrator bahkan memanfaatkannya sebagai referensi awal atau alat bantu dalam proses kreatif.
Sam Altman, CEO OpenAI, dalam wawancara dengan Business Insider pada (8/04/2025), menyatakan bahwa seni yang dihasilkan AI merupakan "keuntungan bersih" bagi masyarakat, dengan menekankan bahwa teknologi ini menurunkan hambatan kreatif dan memungkinkan lebih banyak orang untuk berbagi ide secara bebas.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran terhadap Hak Cipta dan Orisinalitas
Namun, di balik antusiasme publik, seniman profesional menyuarakan kekhawatiran. Mereka menilai tren ini berpotensi mengaburkan batas antara karya manusia dan produk mesin, serta mengancam keberlangsungan profesi kreatif.
Hayao Miyazaki, pendiri Studio Ghibli, secara terbuka menentang penggunaan AI dalam seni. Dalam sebuah wawancara yang ditayangkan dalam dokumenter NHK berjudul "NHK Special: Hayao Miyazaki — The One Who Never Ends" pada (13/11/2016), ia menyebut karya AI sebagai "penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri."
Persoalan hak cipta juga menjadi sorotan. Meski gaya visual belum diatur secara eksplisit dalam undang-undang, kemiripan dengan elemen khas Ghibli dikhawatirkan melanggar hak kekayaan intelektual. Beberapa seniman bahkan menggugat perusahaan pengembang AI karena diduga menggunakan karya mereka sebagai data pelatihan tanpa izin.
ADVERTISEMENT
Teknologi di Balik “Ghiblifikasi”
Gambar-gambar ini dihasilkan melalui model AI berbasis diffusion dan autoregression. Sistem ini dilatih dengan jutaan data visual untuk meniru estetika tertentu—seperti palet warna lembut, latar fantasi, dan ekspresi karakter khas Ghibli.
OpenAI mengklaim telah menerapkan sistem penolakan terhadap permintaan gambar yang menyerupai gaya seniman hidup. Namun, gaya studio seperti Ghibli masih bisa diakses, sehingga kontroversi terus berlanjut.
Masa Depan Seni di Era AI
Tren ini memunculkan pertanyaan mendasar: bagaimana mendefinisikan seni ketika mesin mampu menciptakan gambar memukau secara otomatis? Para pengamat menyebut peran seniman ke depan akan bergeser sebagai kurator, bukan hanya kreator.
Regulasi baru dinilai perlu untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan hak seniman. Tanpa kerangka hukum yang jelas, industri kreatif dikhawatirkan akan mengalami ketimpangan.
ADVERTISEMENT