Konten dari Pengguna

Ikhlas walau Tak Terbalas: Puisi “Aku Ingin” Karya Sapardi Djoko Damono

Iswahyudi Candra Kusuma
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25 Desember 2021 13:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iswahyudi Candra Kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: instagram.com/damonosapardi
zoom-in-whitePerbesar
sumber: instagram.com/damonosapardi
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak tertarik soal cinta? Sepertinya hampir semua orang tertarik. Cinta merupakan sebuah kodrat yang diberikan Tuhan kepada manusia. Jadi, jangan terlalu apatis jika berbicara mengenai cinta, karena memang sudah sejatinya manusia yang lahir ke dunia dibekali rasa cinta. Percintaan memang sudah menjadi hal yang paling laris untuk dibicarakan, khususnya bagi muda mudi yang sedang berada dalam euforia merasakan jatuh cinta.
ADVERTISEMENT
Istilah unik muncul untuk menggambarkan fenomena percintaan di kalangan remaja bahkan anak-anak, yaitu cinta monyet, gambaran kondisi dimana seseorang yang ingin memenuhi hasrat hanya untuk bermain-main dan cenderung kurang mencintai pasangannya. Istilah unik lainnya yaitu cinta buta, saya jadi ingat kalimat yang diucapkan guru saya sewaktu masih duduk di bangku SMP, kalimat singkat, menarik nan penuh humor yang menggambarkan keadaan cinta buta, yaitu “kalau cinta sudah melekat, tai kucing terasa coklat”.
Melihat fenomena percintaan yang luar biasa, akan menjadi hal yang luar biasa pula jika diarahkan ke hal yang positif. Hal ini merupakan sebuah potensi dalam meningkatkan produktivitas karya, baik berupa film pendek, lagu, maupun cerita-cerita yang terdapat di Wattpad atau Webtoon, tentunya dengan tujuan utama memberikan kemaslahatan untuk banyak orang, bukan malah menjadikan karya yang berbau romansa sebagai sarana untuk merusak moral generasi bangsa. Kalau saya perhatikan, karya sastra lama berupa puisi ataupun cerpen yang terbit pada masa lampau lebih sarat akan nilai dan makna yang bermanfaat. Tidak ada salahnya kalau di masa sekarang ini menjadikan karya-karya sastra pada masa lampau sebagai kiblat dalam berkarya.
ADVERTISEMENT
Kondisi karya masa lampau dan sekarang
Karya yang muncul saat ini terkadang jauh dari nilai yang mencerminankan moral yang baik, terlebih di bidang romansa. Saya lebih tertarik dengan salah satu puisi karya Sapardi Djoko Damono yang merupakan sastrawan Indonesia juga seorang guru besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia, puisi yang beliau tulis hanya dalam waktu 15 menit yang berjudul Aku Ingin. Sebuah puisi bertemakan percintaan dengan bahasa sederhana namun memiliki kedalaman makna dan penggunaan majas personifikasi yang mengubah benda mati seolah-oleh memiliki nyawa.
Interpretasi puisi Aku Ingin
Sedikit interpretasi dari saya mengenai puisi ini. Puisi yang secara umum menggambarkan kebesaran hati tokoh aku dalam mencintai seseorang. Kalimat “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana”. Kata sederhana menunjukkan bahwa tokoh aku tidak memaksakan orang yang dikasihinya untuk membalas cintanya. Saya pikir, penulis ingin menyampaikan pesan kepada pembaca bahwa ketika kita mencintai seseorang, cintailah dengan sewajarnya, karena pada hakikatnya semua yang kita cintai bisa saja hilang sewaktu-waktu.
ADVERTISEMENT
Saya lanjut ke kalimat berikutnya, yaitu “dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang mejadikannya abu”. Kata tak sempat merepresentasikan bahwa tokoh aku tidak sempat mengungkapkan perasaan kepada orang yang dikasihinya. Tidak sampai disini, “kayu kepada api yang menjadikannya abu” menunjukkan bahwa tokoh aku mengalami sakit hati atau kekecewaan luar biasa, karena abu merupakan hasil dari kayu yang terbakar api, proses pembakaran inilah yang bisa saya analogikan sebagai rasa sakit dan kecewa yang mendalam. Abu menggambarkan sesuatu yang tidak mungkin bisa terulang. Sama seperti kalimat nasi yang sudah menjadi bubur. Kayu yang sudah terbakar menjadi abu tidak mungkin bisa kembali menjadi kayu.
Kalimat “dengan isyarat yang tak sempat disampaikan”. Kata isyarat ini bisa dimaknai sebagai perbuatan atau tanda, artinya tokoh aku belum sempat menunjukkan suatu perbuatan sebagai tanda dari perasaannya terhadap orang yang dicintainya. Setelah tokoh aku mengalami kekecewaan, ada kalimat yang menunjukkan keikhlasan hati tokoh aku yaitu “awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”. Kalimat tersebut bisa diartikan sebagai pengorbanan terhadap orang yang dikasihi. Meskipun ada rasa yang tidak tersampaikan, tetapi tokoh aku rela memberikan yang terbaik untuk orang yang dikasihinya. Mengapa saya katakan demikian? Karena, saya menganggap bahwa hujan merupakan simbol dari rahmat dan kebaikan. Kata tiada bisa saya definisikan sebagai kenihilan dari eksistensi dua insan yang menyebut dirinya aku dan kamu yang merupakan sebutan bagi orang yang dikasihi tokoh aku sebagai kita. Maksudnya, aku dan kamu tidak bisa bersatu yang menjadikan ketiadaan kita.
ADVERTISEMENT
Ada hal yang menarik bagi saya. Ya, makna dari kata sederhana yang ada di dalam puisi tersebut. Setelah melihat makna dari kalimat-kalimat setelahnya, seperti “dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu” dan “dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”. Makna dari dua kalimat inilah yang menunjukkan rasa cinta yang luar biasa dan mengindikasikan adanya kontradiksi dari kata sederhana itu sendiri.
Hal menarik lainnya yaitu gambaran kondisi perasaan cinta luar biasa yang dialami tokoh aku didukung dengan kata ingin yang terdapat pada kalimat “aku ingin mencintaimu dengan sederhana”. Kata ingin menandakan bahwa adanya harapan terhadap suatu hal. Keinginan tokoh aku mencintai seseorang dengan sederhana. Artinya apa? Tokoh aku tidak bisa mencintai orang tersebut dengan sederhana. Jadi, pada intinya rasa cinta terhadap seseorang yang terlambat untuk disampaikan atau bahkan sudah tersampaikan namun tak terbalaskan, tetapi tetap disikapi dengan kebesaran hati. Kurang lebih itulah interpretasi saya terhadap puisi Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, karya sastra khususnya puisi memang bersifat multitafsir, karena itulah tidak ada batasan-batasan khusus ketika sudah memasuki ranah pemaknaan puisi. Misalnya seorang guru yang memberikan kebebasan kepada para siswanya untuk menafsirkan sebuah puisi karena penafsiran terhadap sebuah karya itu bergantung pada pengalaman dan pengetahuan pembaca yang mengakibatkan kekayaan interpretasi terhadap sebuah puisi. Hal lain yang membuat sifat karya yang multitafsir yaitu tujuan dari karya sastra itu sendiri adalah mencerdaskan pembacanya. Sehingga, kadang ada kalanya penulis menggantungkan cerita yang ditulisnya agar menuntut kekreatifan dan imajinasi pembacanya.
Karya sastra sebagai wadah yang positif
Ketika melihat karya-karya dari Pak Sapardi, menjadikan bukti bahwa emosi dari rasa kekecewaan yang cenderung negatif bisa diubah menjadi hal yang positif jika diekspresikan ke dalam suatu karya. Malahan, memang pada saat menulis karya sastra diperlukan emosi dari pengarang, sehingga karya yang dihasilkan lebih merefleksikan atas apa yang benar-benar dirasakan pengarang. Selain menyalurkan emosi pada hal yang positif, sebuah karya tulis juga bermanfaat untuk orang banyak, mulai dari untuk hiburan, sumber informasi, pelajaran hidup dan masih banyak manfaat yang bisa kita ambil dari karya sastra.
ADVERTISEMENT