Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Menatap Potensi Pusat Data
21 Januari 2025 18:10 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Iswanda F Satibi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah mengalami pasang surut, dinamika kepemimpinan, dan pergantian nama, kementerian yang menjadi garda terdepan transformasi digital Indonesia kini menyandang kata “digital” sebagai nomenklatur resmi lembaga negara. Hal ini merupakan langkah signifikan di tengah keterlambatan pemerintah dalam menangkap perubahan digital, yang juga diperburuk oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Transformasi digital yang sering digaungkan sebagai tahapan perubahan dalam ekonomi, kesejahteraan, bahkan kesehatan, selalu menjadi tajuk utama reformasi di era internet cepat, kecerdasan buatan (artificial intelligence), dan uang kripto.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak inisiatif digital yang digembar-gemborkan pemerintah daerah hanya berkutat pada pandangan ekonomi digital yang berpatokan pada penambahan huruf “e” di berbagai lini penggerak ekonomi. Sebut saja e-catalog, e-money, e-procurement, dan lainnya, yang sejak era Presiden Joko Widodo menjadi semacam “candu digital” bagi para pemangku kepentingan.
Jika Anda setuju, artinya visi transformasi digital yang termaktub dalam proyek Indonesia 4.0 telah berjalan dengan baik. Saya pun setuju.
Sayangnya, visi ambisius ini terhambat oleh perlambatan ekonomi yang memengaruhi kemampuan pemerintah untuk menginvestasikan sumber daya yang cukup dalam transformasi digital. Lihat saja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 yang mengalami defisit Rp 507,8 triliun. Indikator ini sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana tekanan fiskal menghambat kinerja ekonomi di tahun pergantian rezim.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, kita perlu menatap potensi ekonomi digital Indonesia ke depan di bawah komando pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Mari kembali menyoroti transformasi digital Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi) dalam hampir 100 hari kerjanya telah menetapkan langkah strategis terkait kinerja lima tahun ke depan. Strategis dalam arti mampu memetakan potensi terlebih dahulu sebelum memastikan langkah perubahan. Meskipun pada fase awal sudah menghadapi tantangan besar seperti sindikat judi daring, kementerian ini tetap konsisten. Alhasil, ilustrasi potensi ekonomi digital mulai muncul ke permukaan, memberikan tolok ukur kinerja yang dapat diharapkan untuk beberapa tahun ke depan.
Salah satu potensi ekonomi yang muncul adalah industri pusat data (data center). Industri ini ibarat tulang rusuk transformasi digital di Indonesia dan berpotensi menjadi tulang punggung ekonomi digital nasional. Namun, berbagai tantangan, seperti ketertinggalan infrastruktur dan regulasi yang kurang optimal, masih menghambat perkembangannya.
ADVERTISEMENT
Dengan infrastruktur pusat data sebesar 202 MW pada 2024, Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan Singapura yang sudah mencapai 973 MW pada semester pertama 2024. Dengan kata lain, Indonesia masih perlu berbenah. Untuk mengejar ketertinggalan ini, diperlukan strategi komprehensif yang melibatkan investasi besar, pengembangan talenta digital, dan kolaborasi lintas sektor.
Sebagai contoh, Digital Edge, pemilik mayoritas PT Indointernet Tbk (EDGE), baru-baru ini berhasil menggalang pendanaan sebesar US$1,6 miliar (Rp25,9 triliun). Dana ini dialokasikan untuk membangun dan mengoperasikan lebih banyak pusat data guna memenuhi permintaan atas layanan cloud dan kecerdasan buatan. Digital Edge saat ini mengoperasikan dua pusat data di Indonesia, yakni EDGE1 di Mampang dan EDGE2 di Kuningan, dengan kapasitas total 500 MW di seluruh Asia. Keberhasilan ini mencerminkan kepercayaan investor internasional terhadap potensi pasar Indonesia yang terus berkembang.
ADVERTISEMENT
Kendati investasi signifikan terus mengalir, tantangan utama yang dihadapi industri pusat data di Indonesia adalah ketidakpastian regulasi. Ketua Asosiasi Cloud dan Hosting Indonesia (ACHI), Rendy Maulana Akbar, menekankan bahwa regulasi yang jelas dan konsisten sangat diperlukan untuk menarik lebih banyak investasi. Kepastian hukum memberikan rasa aman bagi investor dan memacu adopsi teknologi baru.
Di sisi lain, percepatan pembangunan infrastruktur pusat data menjadi krusial untuk mendukung adopsi internet dan bisnis cloud secara lebih luas. Pemerintah perlu bekerja sama dengan sektor swasta untuk mengidentifikasi hambatan dan merancang solusi inovatif yang dapat mempercepat pembangunan.
Potensi Ekonomi Digital yang Luar Biasa
Menurut Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan bernilai US$360 miliar (Rp 5,8 kuadriliun) pada 2030. Dengan pertumbuhan transaksi digital yang diperkirakan mencapai US$90 miliar pada 2024, Indonesia menjadi pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Angka ini menunjukkan peluang besar bagi perusahaan teknologi, startup, dan pelaku UMKM untuk berkembang pesat.
ADVERTISEMENT
Namun, cerita seperti Bukalapak, eFishery, Investree, dan TaniFund akhir-akhir ini menjadi pelajaran penting bagi pelaku usaha digital. Bertahan dan menghindari “bakar uang” berlebihan menjadi hal yang krusial.
Pemerintah memang tidak bisa sepenuhnya menopang gejolak yang dialami perusahaan startup yang mengalami kendala pada tahun 2024. Namun, inisiatif pemerintah yang menargetkan pengembangan 9 juta talenta digital pada tahun 2030 untuk mendukung transformasi digital yang inklusif patut diapresiasi. Langkah konkret seperti pelatihan, sertifikasi, dan kemitraan dengan institusi pendidikan harus terus ditingkatkan agar target tersebut tercapai.
Memang terdengar “klasik” jika melihat potensi digital Indonesia yang begitu besar ini. Namun, potensi ini menjadi daya tarik utama bagi para investor untuk turut berpartisipasi. Apalagi, sejak 6 Januari 2025, Indonesia resmi menjadi anggota blok ekonomi BRICS. Posisi strategis ini diharapkan dapat mendorong perubahan ekosistem ekonomi digital di masa depan.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama Bersama Digital Data Center (BDDC) telah meluncurkan Indonesia Internet Exchange Jakarta Kedua (IIX-JK2). Infrastruktur ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan keandalan interkoneksi data, sekaligus mendukung pertumbuhan lalu lintas internet yang diprediksi melonjak hingga 14 tbps pada akhir 2024. Langkah ini merupakan bagian dari strategi untuk memperkuat ekosistem digital nasional dan menjaga kedaulatan data. Selain itu, IIX-JK2 memberikan akses yang lebih luas bagi pelaku usaha di berbagai daerah untuk terhubung ke jaringan global, mendukung pemerataan ekonomi digital di seluruh Indonesia.
Di tingkat ASEAN, Malaysia dan Singapura masih menjadi pemain dominan. Salah satu pusat data di Johor, Malaysia, memiliki kapasitas sebesar 253 MW, jauh melampaui Cyberjaya (74,7 MW) dan Kuala Lumpur (45,3 MW). Keberhasilan ini didukung oleh infrastruktur yang stabil dan kebijakan pemerintah Malaysia yang proaktif dalam memberikan insentif. Indonesia dapat belajar dari strategi negara-negara ini untuk menarik lebih banyak investasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur digital. Kebijakan seperti pemberian insentif pajak dan penyederhanaan proses perizinan dapat meningkatkan daya saing Indonesia. Selain itu, kolaborasi regional juga dapat menjadi strategi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam membangun industri pusat data yang tangguh.
ADVERTISEMENT
Saya meyakini Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama di industri pusat data dan ekonomi digital. Dengan langkah-langkah strategis seperti peningkatan regulasi, percepatan pembangunan infrastruktur, dan pengembangan talenta digital, visi Indonesia Emas 2045 sebagai kekuatan ekonomi digital global dapat terwujud.
Kolaborasi lintas sektor, baik antara pemerintah, akademisi, maupun dunia usaha, menjadi kunci dalam merealisasikan potensi ini. Inovasi teknologi seperti pengembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence), blockchain, dan Internet of Things (IoT) juga diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi ekosistem digital Indonesia. Hal ini dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.