Politik Sakoku: 2 Abad Isolasi Diri Jepang sebelum menjadi 'Cahaya Asia'

Shafa Sultanudin
Mahasiswa Ilmu Sejarah yang belajar masa lalu untuk masa depan
Konten dari Pengguna
4 Juli 2023 20:09 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shafa Sultanudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tokyo, Jepang. Foto: MaxFrost/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tokyo, Jepang. Foto: MaxFrost/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jepang yang dengan julukan Negeri Matahari Terbit dan Negeri Sakura, setiap tahunnya menarik jutaan wisatawan mancanegara dengan berbagai Atraksi yang dihadirkan. Kemajuan teknologi yang dibarengi dengan terjaganya kultur kebudayaan asli Orang-orang Jepang. Membuat para wisatawan betah dan terus bertandang menghabiskan masa liburan mereka di Negara yang berada di wilayah Asia Timur.
ADVERTISEMENT
Hingar bingar kemajuan dan betapa laris manisnya Jepang sebagai tujuan Wisata dan Studi, siapa sangka jika di masa lalu Jepang adalah sebuah Negara tertutup yang tak terjamah sedikitpun oleh kehidupan di luar daratan Jepang atau singkatnya Jepang telah melakukan Lockdown sejak dini. Letak Geografis Negara Jepang yang merupakan sebuah kepulauan yang Besar dengan beberapa pulau kecil di sekitarnya membuat dengan mudah Jepang saat itu melakukan sebuah Isolasi negara dari pengaruh luar yang disebut sebagai Politik Sakoku.
Politik Sakoku adalah Kebijakan politik untuk mengisolasi diri atau menutup dari dari segala macam pengaruh dan campur tangan pihak asing di berbagai bidang. Politik Sakoku ini terjadi pada tahun 1639 hingga 1839 atau sekitar 2 Abad lamanya. Selama Jepang melakukan Isolasi diri ini, orang-orang dari luar negeri dilarang untuk masuk ke daratan Jepang dan sebaliknya orang-orang Jepang dilarang untuk pergi meninggalkan daratan Jepang. Bagi warga yang nekat untuk melarikan diri dan tertangkap oleh pihak berwajib maka mereka terancam hukuman Mati.
ADVERTISEMENT
Klan yang memprakarsai dibuatnya kebijakan Politik Sakoku ini adalah Klan yang saat itu sedang berkuasa di Jepang. Klan Tokugawa yang saat itu Iemitsu Tokugawa yang merupakan Shogun ketiga dari Klan Tokugawa yang memprakarsai dibentuknya kebijakan Politik Sakoku atau Kebijakan Isolasi diri jepang. Sebelum itu bagaimana bisa Shogun bisa membuat sebuah kebijakan yang sangat mempengaruhi Jepang? Dan bukankah Jepang adalah sebuah negara yang dipimpin oleh Kaisar, lalu siapa itu Shogun apakah sama dengan Kaisar?

Shogun dan Kaisar apa bedanya?

Jepang memasuki Zaman Edo pada tahun 1603 dan berada di bawah kendali Keshogunan klan Tokugawa. Ieyasu Tokugawa adalah Pemimpin pertama dari Klan Tokugawa yang berkuasa dari tahun 1603 sampai 1616. Selama kepemimpinan era Klan Tokugawa total memiliki 15 orang Shogun yang menjabat. Shogun terakhir dari Klan Tokugawa adalah Yoshinobu Tokugawa yang memerintah pada tahun 1837 hingga 1913.
ADVERTISEMENT
Shogun yang memiliki nama asli Seii Taishogun 将軍 yang memiliki arti Panglima tertinggi pasukan ekspedisi dalam menghadapi orang-orang biadab. Jika dalam penggambaran sistem masa kini pada Militer, Shogun yang merupakan gelar Panglima Tertinggi dalam pasukan militer Jepang ini akan setara dengan Jenderal di Militer masa kini.
Bagaimana dengan Kaisar? Kaisar sendiri adalah gelar yang ditujukan untuk pemimpin tertinggi dalam kekaisaran yang dipercaya sebagai keturunan dari dewa matahari atau Amaterasu. Posisi Kaisar yang lebih tinggi dari Shogun, membuat Kaisar dapat dengan mudah mengangkat dan memberhentikan para Shogun. Walaupun Kaisar memiliki posisi yang lebih tinggi dari Shogun, dalam praktik pemerintahan. Shogun adalah orang yang menjalankan roda pemerintahan Negara. Hal ini serupa dengan posisi Perdana Menteri dalam sistem Kerajaan.
ADVERTISEMENT

Awal mula Politik Sakoku

Pedagang Portugis yang mulai melakukan pelayaran pada Abad ke-15 melakukan perjalanan menuju arah Barat dan sebagian berakhir ke daratan Jepang. Kedatangan mereka ke Jepang tidak hanya untuk melakukan perdagangan melainkan membawa misi untuk menyebarkan agama Kristen. Misionaris yang datang bersama dengan para Pedagang melakukan penyebaran Agama Kristen dengan cukup masif yang berakhir dengan pemberontakan Shimabara (1637-1638).
Pemberontakan ini dipicu dari ketidak sukaan dari keshogunan era Tokugawa dengan masuknya agama Katolik yang dinilai tak sesuai dengan kondisi warga jepang yang saat itu mayoritas adalah penganut Shintoisme. Keshogunan saat itu menganggap keberadaan agama Kekristenan katolik yang asing sebagai ancaman untuk menggoyahkan kesetiaan masyarakat Jepang terhadap Pemerintahan.
Keshogunan melakukan persekusi terhadap penganut agama Katolik hingga ke semenanjung Shimabara. Daimyo Shimabara yang saat itu melakukan mark-up terhadap harga tanah atas perintah Shogun Tokugawa dengan tujuan membangun kastil Shimabara. Selain itu terjadinya penindasan terhadap orang-orang beragama Kristen yang dilakukan oleh pihak pemerintah, hal ini menghadirkan kebencian warga semakin meningkat terhadap keshogunan. Sesaat sebelum meletusnya Pemberontakan Shimabara, Warga Amakusa dan Shimabara menunjuk seorang remaja katolik bernama Amakusa Shiro yang berakhir tewas dalam pemberontakan bersama pengikutnya.
ADVERTISEMENT
Pemberontakan Shimabara menelan korban sejumlah puluhan ribu korban, dari total korban pasukan pemerintah maupun pemberontak. Hal ini membuat para penguasa Jepang baik Daimyo (Pemimpin Provinsi setara Gubernur) hingga Shogun menganggap keberadaan bangsa asing sebagai sebuah ancaman di Jepang serta kekhawatiran bila akan terjadi kerusuhan yang lebih parah terjadi seiring dengan datangnya bangsa asing dengan pengaruhnya di Jepang.
Melihat hal itu muncullah wacana untuk mengisolasikan diri dari dunia luar. Pemerintahan Jepang ingin memastikan model pemerintahan Kaisar yang dijalankan oleh Shogun itu tetap berjalan. Mereka khawatir jika pengaruh asing yang terus masuk dan perlahan warga jepang akan dijejali oleh pengaruh asing hingga terjadi lagi peristiwa pemberontakan seperti sebelumnya.
Selain alasan utamanya adalah karena para pemimpin Jepang khawatir dengan konsep Kolonialisme yang dibawa oleh bangsa-bangsa Eropa. Di mana bangsa Eropa yang awal mula datang untuk berdagang, mereka perlahan menjadi pemilik dan penguasa di daerah tersebut. Dan alasan terakhir karena mereka takut pengaruh asing ini bisa membuat Budaya asli Jepang yang telah mereka pertahankan berabad-abad lamanya pudar.
ADVERTISEMENT
Berbagai dialog dan wacana terhadap kebijakan isolasi ini terjadi secara bertahun-tahun sebelum pelaksanaanya. Sebelum dimulai pelaksanaanya pemerintah mulai mengusahakan dengan membuat berbagai kebijakan-kebijakan yang mengarah terhadap Isolasi Diri. Pada akhirnya kebijakan Isolasi diri atau Politik Sakoku terlaksanakan pada kepemimpinan Shogun ketiga dari Klan Tokugawa, yaitu Iemitsu tokugawa. Pada kepemimpinan Iemitsu ini adalah sebuah gebrakan setelah bertahun-tahun Wacana isolasi ini terus dikumandangkan oleh setiap Shogun yang menjabat dari Klan Tokugawa. Pada kepemimpinan Iemitsu, politik Sakoku ini berhasil berjalan hingga 200 tahun lamanya.

Dampak Politik Sakoku pada Jepang

Kebijakan Politik yang sangat berani untuk mengisolasi diri dari Dunia luar selama kurang lebih 214 tahun. Membuat Jepang sempat terlupakan dalam sejarah peradaban Dunia. Geografis negara Jepang yang berupa Pulau Besar dan beberapa pulau kecil di sekitarnya tanpa menyambung dengan daratan lain, membuat Jepang semakin dengan mudah melakukan Isolasi Diri tanpa terganggu negara-negara di sekitar. Isolasi berkepanjangan yang lebih dari dua abad ini menghadirkan banyak dampak baik negatif dan positif terhadap masyarakat dan negara Jepang itu sendiri.
ADVERTISEMENT

Dampak Negatif

Politik Sakoku yang menutup seluruh akses bagi warga Jepang terhadap Dunia luar. Membuat orang-orang Jepang banyak tertinggal dengan kemajuan IPTEK yang sedang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya. Beberapa catatan yang ditemukan menuliskan bahwa pada saat pelayaran Kapal USS Powhatan yang saat itu berlayar di sekitar perairan Jepang dan dilihat oleh orang-orang Jepang yang berada di pesisir.Melihat sebuah Kapal besar besi yang melintasi perairan mereka, masyarakat Jepang banyak yang mengira itu adalah jelmaan dari ular raksasa yang sedang marah, kepulan asap yang keluar dari cerutu Kapal disebut sebagai nafas yang keluar dari ular raksasa. Terisolasi selama beratus-ratus tahun membuat mereka tidak mengetahui bahwa di Dunia luar sana Kapal besar bertenaga uap telah diciptakan.
ADVERTISEMENT
Selama masa Isolasi yang terjadi, Selain menutup seluruh akses terhadap berbagai pengaruh luar dan kedatangan bangsa asing. Pemerintah juga membuat kebijakan dengan membatasi pergerakan warga negaranya untuk melakukan perjalanan keluar kota. Setiap orang yang akan melakukan perjalanan keluar kota wajib untuk melakukan pengajuan surat izin perjalanan ke otoritas setempat. Pemberlakuan Jam malam yang cukup ketat dengan dikerahkan pasukan untuk melakukan pengamanan, Setiap warga dilarang untuk berkeliaran diluar rumah tanpa alasan jelas saat matahari telah menyingsing. Selain itu untuk menjaga kekondusifan pemerintah menghadirkan polisi-polisi rahasia untuk memantau setiap pergerakan mencurigakan warga negara. Polisi Rahasia ini diberi nama Shinsengumi.

Dampak Positif

Selama masa Isolasi ini tidak hanya menghadirkan dampak-dampak Negatif, tetapi juga ada dampak positif yang dirasakan oleh para warga Jepang dengan diberlakukannya Isolasi negara.
ADVERTISEMENT
Dampak Positif Pertama, sesuai dengan cita-cita Shogun untuk mewujudkan masyarakat Jepang yang tidak dipengaruhi pengaruh dari luar. Dengan tidak adanya kontak dengan Dunia luar, orang-orang Jepang berhasil menjaga kebudayaan mereka. Menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan mereka tanpa terpengaruh sedikitpun dengan kebudayaan asing. Hal ini juga yang melahirkan rasa Nasionalisme yang tinggi terpupuk dalam darah orang-orang Jepang asli.
Dengan ini tujuan utama untuk tidak ada campur tangan pihak asing dalam bidang perpolitikan terwujudkan. Keshogunan berhasil mewujudkan cita-cita dari Politik Sakoku atau Politik Isolasi Negara ini. Beberapa dampak negatif seperti terputusnya dengan dunia luar membuat masyarakatnya sempat menjadi negara terbelakang, walau demikian mereka berhasil menjaga orisinalitas kebudayaan mereka yang terus terjaga hingga kini.
ADVERTISEMENT

Bagaimana dampak terhadap Perdagangan?

Walaupun sedang dalam masa Isolasi, Jepang tetap melakukan perdagangan. Hanya saja perdagangan ini hanya dilakukan dengan beberapa kelompok kecil dan diawasi secara ketat oleh pemerintah. Jepang hanya melakukan perdagangan dengan Dinasti Joseon dari Korea, VOC—Belanda adalah Negara eropa satu-satunya yang dibolehkan mampir di pelabuhan Jepang, dimana Pelabuhan itu hanya di Pelabuhan Nagasaki—Pedagang Cina, dan Kerajaan Ryukyu, yang merupakan kerajaan kecil Independen di Jepang.
Pemerintah Pun mengatur dalam pembagian Ekspor dan Impor, Melakukan Ekspor pasti ke Kerajaan Ryukyu dan Korea, sedangkan Impor pasti dari Cina dan VOC. Pelabuhan untuk berlabuh nya pun spesifik hanya di Pelabuhan Nagasaki. Orang Belanda yang menjadi satu-satunya orang barat yang diizinkan untuk berdagang di Jepang. Perlahan membawa pengetahuan-pengetahuan tentang Science ini perlahan mulai masuk dan diterima secara objektif disana. Pengaruh dalam bidang Science ini masuk tapi tidak mencemari kebudayaan asli Jepang. Karena saat Ilmu-ilmu dari orang Belanda mulai masuk di saat bersamaan juga Tradisi-tradisi asli Jepang sudah sudah benar-benar dijunjung tinggi. Membuat orang-orang asli di sana sudah dapat memilah-milah dengan mengambil sisi Positifnya dan meninggalkan sisi Negatifnya. Dari masuknya ilmu IPTEK dari Belanda inilah yang menjadi metode dasar dari pembelajaran IPTEK di Jepang.
ADVERTISEMENT
Dengan mengambil ilmu-ilmu yang dibutuhkan tanpa mengkontaminasi kebudayaan asli. Dari faktor mulai berkembangnya Ilmu Pengetahuan dari barat inilah yang menjadi dasar dari mengakhiri politik isolasi Sakoku Jepang yang telah berjalan lebih dari 200 tahun.
Alasan sebenarnya berhentinya isolasi sakoku
Selain karena pengaruh masuknya ilmu-ilmu barat dan mulai masuknya pendapat-pendapat baru yang lebih open untuk menentang politik sakoku. Selama masa akhir periode Isolasi banyak negara yang mulai mencoba berlabuh di Jepang tapi gagal, hingga akhirnya pada 8 Juli 1853 Komodor matthew perry yang merupakan seorang Komodor Angkatan Laut Amerika Serikat datang ke Jepang dengan membawa 4 Kapal Perang. Matthew datang memaksa Jepang untuk memulai berdagang dengan dunia luar. Setahun kemudian Matthew kembali lagi di 31 Maret 1854 dengan membawa 8 Kapal dan lagi memaksa Shogun saat itu untuk menandatangani perjanjian damai dan persahabatan secara terpaksa. Perjanjian ini diberi nama Konvensi Kanagawa.
ADVERTISEMENT
Setelah 5 Tahun semenjak Konvensi Kanagawa, Jepang telah melakukan 5 kali perjanjian serupa dengan berbagai negara lain seperti Amerika, Inggris, Belanda, Perancis, dan Rusia yang hal ini disebut Ansei Treaties. Dan berakhirlah Sakoku isolasi jepang yang telah berjalan selama kurang lebih 2 Abad. Mulai terbukanya Jepang dengan dunia luar tidak mempengaruhi Ideologi-ideologi yang telah ditanamkan selama ini tidak bisa hilang begitu saja. Dapat terlihat dengan banyaknya orang Jepang yang mulai dikirim ke Luar Negeri untuk belajar ini mereka tetap mempertahankan rasa nasionalismenya tanpa pudar sedikitpun.
Terlepas mereka dari ikatan Politik Sakoku dan terbukanya mereka dengan informasi akan betapa luasnya dunia luar. Terjadilah Restorasi Meiji yang menandakan jatuhnya keshogunan Tokugawa yang terjadi selama 3 Tahun dan kebangkitan Jepang. Masyarakat yang telah lelah dikekang selama berabad-abad akhirnya melepaskan diri dari keshogunan Tokugawa, dan dari Politik Sakoku yang berlanjut ke Restorasi Meiji, Jepang akhirnya berhasil keluar dan menjadi satu-satunya negara di Asia yang menjadi aktor utama dalam Perang Dunia II hingga sempat menduduki Indonesia pada 1943 hingga 1945.
ADVERTISEMENT