Konten dari Pengguna

BI Kembali Turunkan Suku Bunga, Bagaimana Nasib Perbankan?

Ivan Cahyadi Kuncoro
Seorang Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN spesialisasi Kebendaharaan Negara.
25 Juni 2020 9:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ivan Cahyadi Kuncoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Ivan Cahyadi Kuncoro Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
Bank Indonesia kembali turunkan suku bunga menjadi 4,25 persen.
zoom-in-whitePerbesar
Bank Indonesia kembali turunkan suku bunga menjadi 4,25 persen.
Pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) membawa dampak yang sangat besar terhadap perekonomian nasional. Berbeda dengan krisis 2008 yang menyerang sektor keuangan, Covid-19 justru menyasar sektor riil. Semua kegiatan sosial-ekonomi masyarakat menjadi terhambat akibat adanya pembatasan sosial. Kegiatan berskala besar yang memicu kerumunan dilarang, mobilisasi massa dibatasi oleh pemerintah. Bahkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di berbagai provinsi dan kabupaten/kota.
ADVERTISEMENT
Kegiatan perekonomian yang lumpuh berdampak pada menurunnya pendapatan masyarakat, apalagi mayoritas rakyat Indonesia berkerja pada sektor informal. Para pekerja di sektor formal juga banyak yang mengalami PHK selama masa pandemi. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya kredit perbankan yang tidak terbayar oleh debitur (Non-Performing Loan (NPL)). Kolektabilitas Kredit yang dapat dikategorikan sebagai NPL adalah kolektabilitas 3, 4, dan 5. NPL yang terlalu tinggi akan berbahaya bagi bank. NPL yang tinggi menyebabkan pemasukan dari pinjaman kredit berkurang tajam yang mengancam likuiditas bank. Bank harus meningkatkan Cadangan Risiko Kredit Macet.
Memang untuk mengatasi potensi NPL tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit. Sebenarnya, kebijakan ini lebih menguntungkan debitur melalui perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit, dan/atau konversi kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara. Namun, bagi perbankan kebijakan ini tetap membuat likuditas bank berkurang atas berkurangnya pendapatan bank.
ADVERTISEMENT
Di lain sisi, Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuan BI (7DRRR) untuk kedua kalinya dalam masa pandemi. Penurunan dilakukan sebesar 25 basis point menjadi 4,25 persen. Kebijakan tersebut diikuti oleh dorongan kepada perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit mereka menyesuaikan dengan penurunan suku bunga acuan BI. Penurunan suku bunga kredit tentu akan sangat memberatkan bagi perbankan. Sumber pendapatan utama perbankan dari pinjaman kredit akan semakin tipis.
Meskipun demikian, bank tetap dapat bernafas lega. BI turut menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan di Bank Indonesia. GWM diturunkan sebesar 200 bps untuk bank konvensional dan 50 bps untuk bank umum sebagai bentuk injeksi likuiditas (Quantitative Easing/QE). GWM merupakan simpanan minimum (rupiah/valas) yang wajib dipelihara oleh bank dalam rekening giro di BI yang besarannya ditetapkan dalam rasio terhadap dana pihak ketiga (DPK). Kebijakan tersebut membawa angin segar bagi perbankan atas meningkatnya likuiditas mereka.
ADVERTISEMENT
DPK yang didapat atas penurunan GWM tersebut harus disimpan dalam bentuk SBN dengan membeli SBN yang diterbitkan oleh pemerintah di pasar perdana. Perbankan bisa menggunakan SBN tersebut kapanpun untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, dengan datang ke BI dan melakukan repurchase agreement (repo) untuk meningkatkan likuiditas apabila diperlukan oleh perbankan. Kewajiban pembelian SBN ini merupakan imbas dari kebijakan peningkatan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar penurunan GWM.
Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Menteri BUMN juga telah sepakat untuk menempatkan uang negara pada bank umum. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70/PMK.05/2020 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional. PMK tersebut berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 22 Juni 2020.
ADVERTISEMENT
Penempatan uang negara pada bank umum tentu memberi suntikan positif bagi likuiditas perbankan. Perbankan harus menggunakan uang ini untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah tidak akan merugi, karena akan mendapatkan imbal hasil yang sama dengan penempatan pada Bank Indonesia. Diharapkan selama 3 (tiga) bulan kedepan penempatan uang dengan total nilai 30 triliun rupiah ini akan memberikan leverage sebesar 3 kali dari nilai awal (menciptakan multiplier effect).
Penempatan tersebut dimulai pada Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN). Keempat bank sistemik dengan modal inti yang besar tersebut dapat memberi eksternalitas yang positif bagi bank-bank non-sistemik lainnya, sehingga diharapkan tekanan pandemi terhadap sektor perbankan dapat diredam. Pihak swasta baik badan maupun perorangan dapat tetap mengajukan kredit kepada bank.
ADVERTISEMENT
Selain penurunan GWM dan penempatan uang negara, perbankan juga mendapat angin segar dari meningkatnya transaksi uang elektronik dan digital banking sebagai pendapatan bank dari jasa lainnya. Berdasarkan data yang dirilis oleh BI, transaksi uang elektronik (UE) pada April 2020 tetap tumbuh tinggi mencapai 64,48 persen (yoy) dan volume transaksi digital banking pada April 2020 tumbuh 37,35 persen (yoy). Pembatasan sosial meningkatkan minat masyarakat terhadap digital payment selama masa pandemi ini yang menambah pendapatan non-bunga bank.
Adanya beberapa kebijakan tersebut membuat bank masih dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19. Kebijakan penurunan suku bunga acuan BI diimbangi dengan kebijakan countercyclical lain yang memberi stimulus bagi perbankan. Penurunan suku bunga acuan BI tetap harus diambil untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor konsumsi sebagai penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia harus didorong untuk tetap tumbuh atau setidaknya dijaga agar tidak terlalu terpuruk. Selain itu publik, misalnya perusahaan swasta dapat mengajukan kredit dengan bunga yang lebih ringan untuk tetap survive. Turunnya suku bunga dapat memberi efek positif terhadap ekonomi secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan baik, namun tidak gegabah dengan melakukan Rush Money. Rush Money merupakan tindakan menarik uang dari bank oleh nasabah secara besar-besaran. Rush Money akan menggerus Capital Adequacy Ratio (CAR) bank yang berbahaya bagi likuiditas bank. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah diperluas kewenangannya untuk memperkuat penjaminan atas DPK nasabah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 sehingga masyarakat tidak perlu khawatir atas dana yang ditempatkannya di perbankan.