Konten dari Pengguna

Bayar Pajak Bukan Cuma Kewajiban, Tapi Tanda Kita Peduli

Ivan Fadillah
Mahasiswa Akuntansi Perpajakan Semester 6 di Universitas Pamulang
4 Mei 2025 14:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ivan Fadillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.istockphoto.com/id/foto/konsep-pajak-suku-bunga-dan-dividen-perhitungan-pendapatan-dan-laba-atas-investasi-gm1663699832-535215531?searchscope=image%2Cfilm
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.istockphoto.com/id/foto/konsep-pajak-suku-bunga-dan-dividen-perhitungan-pendapatan-dan-laba-atas-investasi-gm1663699832-535215531?searchscope=image%2Cfilm
ADVERTISEMENT
Di media sosial, kita sering melihat anak muda vokal soal isu sosial, lingkungan, atau kebijakan publik. Kita marah kalau jalan rusak, protes kalau pendidikan mahal, dan kecewa kalau fasilitas umum buruk. Tapi pertanyaannya, sejauh apa kita ikut ambil bagian dalam membiayai semua hal itu?
ADVERTISEMENT
Inilah titik krusial yang sering luput: kita ingin negara berfungsi optimal, tapi sering lupa bahwa fungsinya ditopang oleh pajak. Dan kalau kita mau negara lebih baik, ya kita juga harus peduli soal pajak. Bukan cuma karena itu kewajiban, tapi karena itu bagian dari tanggung jawab sosial.
Bayar pajak bukan cuma tentang taat hukum. Ini soal empati. Uang pajak kita mungkin tidak langsung kembali ke kita dalam bentuk fasilitas pribadi. Tapi ia kembali ke masyarakat. Ke jalan yang bisa diakses siapa saja. Ke subsidi kesehatan untuk mereka yang tidak mampu. Ke guru-guru di pelosok yang gajinya dibayar dari APBN.
Kalau kita peduli pada pendidikan, maka kita seharusnya juga peduli bagaimana pendidikan dibiayai. Kalau kita ingin sistem kesehatan kuat, maka kita harus sadar bahwa sistem itu tidak akan kuat kalau pajaknya bocor atau dihindari. Pajak adalah fondasi utama keadilan sosial.
ADVERTISEMENT
Sebagai anak muda, kita punya kekuatan besar: jumlah, energi, dan suara. Tapi itu semua akan kurang berarti kalau tidak disertai kesadaran. Kita bisa mulai dari langkah paling sederhana: melapor pajak tepat waktu, tidak ikut-ikutan “akal-akalan” penghasilan, dan ikut mendorong transparansi lewat suara kritis.
Kita hidup di zaman ketika segalanya bisa diaudit, ditelusuri, dan dikritisi. Tapi agar sistem itu sehat, partisipasi publik juga harus aktif. Dan partisipasi itu dimulai dari hal paling mendasar: kesediaan untuk membayar pajak, dan keberanian untuk memastikan bahwa uang itu digunakan sebagaimana mestinya.
Membayar pajak tidak membuat kita lemah. Justru itu bukti bahwa kita berdaya. Karena orang yang peduli, akan selalu bersedia memberi. Bukan karena disuruh, tapi karena sadar: negara ini bisa berdiri karena warganya mau memikul tanggung jawab bersama.
ADVERTISEMENT