Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
16 Ramadhan 1446 HMinggu, 16 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Di Balik Layar Kesempurnaan Media Sosial: Ketika Kita Lupa Caranya Jadi Manusia
12 Maret 2025 10:00 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari ivan Fauzy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dunia maya, terutama media sosial, telah menjadi panggung kehidupan modern. Setiap hari, kita disuguhkan dengan parade visual yang memukau. Seperti liburan eksotis, hidangan mewah, pencapaian karir gemilang, dan wajah-wajah yang tampak sempurna tanpa cela.
ADVERTISEMENT
Kita terbiasa melihat highlight reel kehidupan orang lain, yang seringkali membuat kita merasa insecure dan mempertanyakan nilai diri sendiri. Namun, pernahkah kita merenungkan apa yang sebenarnya terjadi di balik layar kesempurnaan ini?
Ilusi kendali dan Validasi Eksternal
Media sosial memberi kita ilusi kendali penuh atas citra diri. Kita bisa memilih foto terbaik, mengeditnya hingga sempurna, dan menyusun kata-kata yang paling menarik. Kita menjadi sutradara kehidupan kita sendiri, menciptakan narasi yang mungkin jauh berbeda dari realita.
ironisnya, di saat yang sama, kita juga menjadi budak validasi eksternal. Jumlah likes, komentar, dan followers menjadi tolak ukur harga diri. Kita terus menerus mencari pengakuan dari orang lain, seolah-olah tanpa validasi tersebut, eksistensi kita tidak berarti.
ADVERTISEMENT
Kehilangan Autentisitas dan Empati
Ketika kita terlalu fokus pada citra diri yang sempurna, kita beresiko kehilangan autentisitas. Kita takut menunjukkan kelemahan dan kekurangan, karena takut dihakimi atau ditolak. Kita memakai topeng, berpura-pura menjadi orang lain demi memenuhi ekspetasi yang tidak realistis.
Lebih jauh lagi, kita juga bisa kehilangan empati. Terlalu sibuk membandingkan diri dengan orang lain membuat kita lupa bahwa setiap orang memiliki perjuangannynya masing-masing. Kita menjadi kurang perhatian terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain, karena terlalu fokus pada diri sendiri.
Kembali ke Akar Kemanusiaan
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Bagaimana caranya agar kita tidak terjebak dalam ilusi kesempurnaan media sosial?
Sadar dan kritis: Mulailah dengan menyadari bahwa apa yang kita lihat di media sosial hanyalah sebagian kecil dari realita. Jangan mudah percaya pada kesempurnaan yang ditampilkan.
ADVERTISEMENT
Fokus pada Diri Sendiri: Alihkan perhatian dari membandingkan diri dengan orang lain, dan fokuslah pada pengembangan diri. Kenali kekuatan dan kelemahan diri, dan berusahalah untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Batasi Penggunaan Media Sosial: Tentukan batasan waktu yang jelas untuk penggunaan media sosial. Gunakan waktu luang untuk melakukan hal-hal yang benar-benar bermanfaat, seperti membaca buku, berolahraga, atau menghabiskan waktu bersama keluarga.
Media sosial bisa menjadi alat yang bermanfaat jika digunakan dengan bijak. Namun, kita harus selalu ingat bahwa kehidupan yang sebenarnya ada di dunia nyata, bukan di layar ponsel. Mari kembali ke akar kemanusiaan kita, dengan menjadi lebih autentik, empatik, dan peduli terhadap sesama.