Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masih Perlukah Kita Menormalisasi Asmara antara Guru dan Siswa?
4 Oktober 2024 15:49 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Iva Umu Maghfiroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus hubungan tidak senonoh antara seorang guru dan siswinya di Gorontalo yang viral belakangan ini secara tidak lansung telah memberikan gambaran mengenai betapa mengerikannya dunia pendidikan di Indonesia. Terlebih diketahui bahwasanya hubungan antara korban dan pelaku telah diketahui oleh banyak orang, termasuk para guru dan teman-teman korban sendiri. Malah, di beberapa media dinarasikan bila jauh-jauh hari sebelum video antara korban dan pelaku viral, korban telah didatangi oleh istri pelaku untuk menghentikan hubungan tersebut. Namun, korban yang masih di bawah umur justru mengelak dan tidak mengakui hubungan di antara keduanya. Yang mana narasi ini menyulut kemarahan warganet, bahkan tidak sedikit yang memberikan label gatal pada si korban karena pengakuannya suka sama suka pada sang guru.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, bukan hanya pelaku yang akhirnya dikeluarkan dari sekolah tempatnya mengajar, korban pun dikeluarkan oleh sekolah tempatnya belajar. Hal ini tentu menjadi pertanyaan sebab sekolah seolah-olah hendak lepas tangan pada apa yang dialami korban, terlebih diketahui bahwa korban sendiri merupakan seorang gadis yatim piatu yang sangat rawan dipengaruhi. Bahkan hubungan di antara korban dengan pelaku sudah pasti tidak lepas dari manipulasi yang pelaku berikan, sehingga bisa dikatakan bila korban sangat membutuhkan pendampingan termasuk dalam hal ini orang-orang terdekatnya seperti keluarga, sekolah dan teman-teman dekatnya.
Perempuan dalam Perselingkuhan
Serangan yang dialami korban dari masyarakat akibat menjalin hubungan dengan pelaku sebenarnya sama sekali tidak mengherankan, mengingat dalam masyarakat kita selama ini setiap kali terdapat perselingkuhan maka yang akan cenderung disalahkan ialah perempuan. Bahkan ada istilah PELAKOR (Perebut Laki Orang) yang mana memberikan pernyataan secara tidak langsung bahwa hanya perempuan lah yang berperan aktif, sementara pria ialah makhluk reaktif tanpa daya.
ADVERTISEMENT
Padahal, tentu tidak demikian mengingat pria merupakan makhluk hidup yang berkesadaran. Terlebih dalam kasus guru dan siswi ini sang guru sendiri merupakan pria paruh baya, seorang guru (yang menandakan dia bukan manusia bodoh dan berpendidikan). Di sisi lain, korban sendiri merupakan bocah di bawah umur yang belum memiliki kesadaran penuh serta rawan dimanipulasi.
Normalisasi Hubungan Beda Usia
Alasan lain mengapa korban disalahkan ialah karena masyarakat kita sendiri sudah sangat cukup menormalisasi hubungan beda usia. Bahkan banyak konten di media yang mana seorang guru atau siswa memposting dan meromantisasi asmara mereka, yang bedanya karena sama-sama single sehingga tidak mendapatkan serangan dari warganet, lain dengan kasus di atas yang mana sang guru telah memiliki pasangan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri meskipun telah terang dilarang dalam Undang-Undang Perkawinan mengenai batas seseorang boleh menikah, tetapi pengajuan dispensasi nikah terus berlangsung, ditambah tidak ada peraturan jelas mengenai berapa batas seseorang boleh menjalin hubungan dengan seseorang. Yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang terindikasi pedophilia untuk memanipulasi anak-anak dalam jerat cinta palsunya.