Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Politik Identitas dan Identitas Politik serta Bahaya Kesatuan Bangsa
5 Februari 2024 13:15 WIB
Tulisan dari Iva Umu Maghfiroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Semakin dekat dengan hari pemungutan suara, semakin banter pula narasi-narasi mengenai politik identitas di menedia sosial. Namun, apakah yang sebenarnya disebut sebagai politik identitas? Apakah benar bahwa politik identitas akan mengancam persatuan bangsa Indonesia? Lalu, apakah salah bila seseorang membawa identitasnya dalam kontentestasi politik?
ADVERTISEMENT
Indonesia sendiri seperti yang telah kita ketahui bersama merupakan negara dengan tingkat keragaman yang cukup tinggi. Yang mana masing-masing kelompok memiliki identitas masing-masing, yang kemudian untuk mengangkat atau menyuarakan isu-isu yang dihadapinya menggunakan identitas politik. Misalnya, umat islam membentuk partai bernuansa islami untuk mengangkat atau menyuarakan isu-isu islam, sekelompok orang nasionalis membentuk partai beraliran nasionalis untuk mengangkat isu yang penting bagi mereka, atau sekelompok buruh membentuk partai buruh untuk menyuarakan kepentingan kaum buruh dan sebagainya.
Identitas inilah yang nantinya akan dijadikan acuan perjuangan oleh masing-masing kelompok ke depannya. Sehingga tidak salah sama sekali mengangkat identitas kita dalam berpolitik. Namun, akan jadi masalah salah kita menjadikan identitas tersebut dalam politik identitas.
ADVERTISEMENT
Tidak sama dengan identitas politik, politik identitas yang menurut Agnes Heller diidentiifikasikan sebagai konsel dan gerakan politik yang mengfokuskan pada perbedaan (Abdilah, 2002). Akibatnya, politik identitas menjadikan perbedaan di antara golongan atau kelompok yang ada menjadi semakin tajam serta rawan terjadinya kekerasan serta intoleransi.
Sayangnya, menjelang hari pemilihan di media sosial kembali muncul narasi-narasi berbau politik identitas. Bahkan tidak jarang ini justru seolah didukung oleh kalangan yang bisa dikatakan berpendidikan. Mereka membiarkan para pendukungnya di akar rumput menggunakan hal ini tanpa berniat untuk meluruskan dan memberi edukasi. Malah, ketika fatwa-fatwa tertentu dikeluarkan oleh orang-orang yang 'dilabeli' pemuka agama, mereka justru menggunakannya untuk mendulang suara.
Hal ini tentu saja sangat disayangkan, mengingat Indonesia saat ini sedang dalam masa krisis. Jika politik identitas masih terus dibiarkan, dikhawatirkan bisa mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa. Itulah mengapa, diperlukan kesadaran dari para politikus untuk mulai berhenti menggunakan narasi politik identitas dalam kampanye mereka, selain tidak edukatif juga justru menjadi akar pembodohan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Seharusnya, untuk menjadi pemimpin dan wakil rakyat yang lebih ditekankan adalah seberapa besar komitmen seseorang tersebut dalam memperjuangkan kepentingan bangsa Indonesia, bukan hanya sekadar memperjuangkan kelompok atau golongannya semata. Kemampuan seseorang jauh lebih penting alih-alih status dari golongan mana dia berasal. Sebab, dalam beberapa kasus seseorang tidak bisa memilih dari golongan mana dia berasal. Sehingga sangat tidak adil ketika kita menjadikannya senjata untuk menjatuhkan lawan politik.