Konten dari Pengguna

Reformasi Baru, Mahasiswa dan Langkah Indonesia untuk Tetap Baik-Baik Saja

Iva Umu Maghfiroh
Mahasiswi Sosiologi di Universitas Terbuka.
28 Agustus 2024 11:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iva Umu Maghfiroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/photos/penggemar-rakyat-seru-demo-867557/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/penggemar-rakyat-seru-demo-867557/
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa hari terakhir tagar #KawalPutusanMK menggema di media sosial menyusul dikeluarkannya RUU Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang secara tidak langsung mengoreksi keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas pencalonan kepala daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kemarahan mahasiswa bermuara pada aksi demonstrasi yang dilakukan di berbagai titik di kota besar di Indonesia. Sayangnya, di beberapa kota demontrasi tidak berjalan baik dan berakibat ditangkapnya ratusan mahasiswa oleh aparat kepolisian karena dianggap sebagai provokator. Sementara di sisi lain, mahasiswa mengaku mendapatkan kekerasan, pelecehan seksual bahkan dipersulit oleh aparat saat hendak meminta bantuan hukum.
Roti Empas Ratus Ribu dan Dinasti Raja Jawa
Selain karena RUU Pilkada yang memungkinkan pembunuhan pada demokrasi, kemarahan masyarakat semakin membesar karena anggapan bahwasanya presiden Republik Indonesia hari ini, Joko Widodo, seolah ingin melanggengkkan kekuasaannya. Mulai dari isu Tiga Perode, hingga dibuatnya keputusan MK yang menguntungkan dan memungkinkan putranya, Gibran maju sebagai wakil presiden dari Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
Itulah kenapa kabar akan majunya sang putra kedua, Kaesang, ke pilkada Jateng yang seolah kebetulan berbarengan dengan RUU Pilkada telah seolah-olah menunjukkan kesengajaan. Dugaan nepotisme merebak dan menimbulkan kekecewaan pada masyarakat. Terlebih dengan kondisi Indonesia yang demikian mengkhawatirkan, dan merosotnya kaum menengah di negara ini.
Seakan tidak peduli, di saat keluarganya menjadi sorotan di berbagai sisi Kaesang dan istrinya justru membagikan pengalaman liburannya di Amerik Serikat. Bahkan memposting video belanja dan sepotong roti seharga empat ratus ribu rupiah. Yang langsung direspon amarah lebih besar oleh warganet, Erina bahkan dituding mirip dengan Marie Antoinette yang hidup bermewah-mewah di tengah kemiskinan rakyatnya sendiri. Terlebih saat banyak dari warga masyarakat yang kemudian mentaksir biaya pesawat pribadi yang digunakan keduanya untuk ke Amerika seharga milyaran rupiah.
ADVERTISEMENT
Godaan Kekuasaan pada Politisi
Bukan rahasia umum apabila seorang pemimpin kemudian tergoda oleh kekusaan dan ingin abadi. Indonesia sendiri memiliki dua role model untuk ini yaitu Ir. Soekarno dan Soeharto, dua pemimpin bangsa yang menjabat dalam waktu lama bahkan diduga akan menghabiskan masa jabatan seumur hidup pada waktu itu.
Sebagai salah satu sosok presiden paling disambut dan dicintai oleh rakyat di awal masa kepemimpinannya, Joko Widodo justru membuat publik kecewa di akhir-akhir masa jabatannya. Terlebih jauh sebelumnya beliau pernah membuat pernyataan tidak akan ikut campur urusan politik ketika pensiun dan anak-anaknya sendiri pada waktu itu mengaku tidak tertarik masuk ke politik. Yang kemudian diingkari dengan duduknya anak dan menantunya ke jabatan-jabatan publik. Mulai dari menantunya yang menjabat sebagai wali kota, anak keduanya yang belum pernah terlibat politik sebelumnya langsung diangkat menjadi ketua Partai Solidaritas Indonesia, hingga sang putra sulung yang terpilih sebagai wakil presiden dalam lima tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, bergabungnya putra politisi ke dunia politik bukanlah hal baru, akan tetapi apa yang dilakukan Jokowi oleh masyarakat dianggap sebagai 'pencideraan' pada proses demokrasi. Terlebih dengan tidak konsistennya DPR pada putusan MK selepas masuknya beberapa partai ke koalisi KIM+.
BUZZER untuk Indonesia Baik-Baik Saja
Menyusul kampanye Peringatan Darurat yang diluncurkan oleh masyarakat sebagai bentuk kemarahan pada pemerintah, kabar mengenai konten tandingan 'Indonesia Baik-baik Saja' yang diposting beberapa influencer diduga merupakan buzzer yang mendapatkan bayaran besar dari pemerintah. Terlebih setelah beredarnya tangkapan layar berisi tawaran kampanye dengan bayaran puluhan juta di platfom media sosial X. Meskipun belum bisa dikonfirmasi kebenarannya, tetapi maasyarakat yang sudah muak kadung geram dan semakin memanas.
ADVERTISEMENT
Terlebih di televisi banyak politisi yang terang-terangan bilang bahwa Indonesia baik-baik saja. Dan bahwasanya demo mahasiswa ialah hal biasa yang tidak perlu dicemaskan. Yang meskipun pada akhirnya DPR membatalkan RUU Pilkada, tetapi tidak serta merta menurunkan sentimen masyarakat kepada pemerintah. Terlebih setelah tersebarnya video pernyataan Bahil di acara Munas kesebelas Golkar beberapa waktu lalu yang menyebut adanya 'Raja Jawa' yang seolah membenarkan adanya politik dinasti dalam tubuh Republik hari ini.
Perlukah Revormasi (lagi)?
Panasnya konflik kemudian memunculkan narasi salah satunya adalah revormasi sebagaimana yang pernah terjadi di tahun 1998 silam.
Namun, agaknya kali ini masih jauh dari kata revormasi. Karena revormasi yang terburu-buru dan tidak direncanakan dengan matang, atau tidak menyeluruh hanya akan menimbulkan situasi berulang yang sama di Indonesia. Apa yang terjadi hari ini sebenarnya merupakan ulangan dari masa orde baru. Bedanya, partai yang menaungi saja yang berbeda, sementara masyarakat dianggap sekadar angka yang dibutuhkan saat pemilu saja. Selama aktor-aktor di dalamnya tetap sama, maka selama itu pula akan tetap sama.
ADVERTISEMENT