Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kedudukan Anak Angkat dalam Waris Menurut Hukum Perdata
13 Desember 2022 13:32 WIB
Tulisan dari vena tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, permasalahan waris sering terjadi, namun tidak banyak orang yang menaruh perhatian. Orang-orang menganggap bahwa masalah ini adalah permasalahan internal keluarga yang jarang keluar hingga pengadilan, namun hal mengenai pewarisan justru merupakan salah satu hal diatur secara rinci dan bersifat sensitif di hukum. Hal ini terjadi karena ada tiga hukum waris yang berlaku di Indonesia, yaitu menurut Hukum Adat, Hukum Islam, dan Hukum perdata. Setiap hukum tersebut berlaku terhadap masyarakat dengan adat, agama, dan etnis yang sesuai.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, ada banyak orang yang mengadopsi anak di Indonesia. Hal ini merupakan suatu perbuatan yang mulia karena banyak anak yang diberkati dengan keluarga baru yang menopang kehidupannya. Mengangkat anak adalah suatu perbuatan hukum yang harus dilakukan menurut prosedur hukum yang sesuai agar anak angkat memiliki dokumen yang lengkap dan terhindar dari permasalahan yang tidak diinginkan. Salah satu permasalahan yang akan sulit diselesaikan apabila seorang anak angkat tidak diadopsi secara legal adalah terkait pembagian waris.
Dalam teks ini, fokusnya ada pada hukum perdata. Hukum waris menurut hukum perdata berlaku untuk warga negara Indonesia (WNI) nonmuslim, keturunan Tionghoa, dan keturunan Eropa. Secara spesifik, ada 300 pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang mengatur pewarisan. Dalam pewarisan, ada dua pihak yang terlibat, yaitu pewaris dan ahli waris. Pewaris adalah pihak yang meninggalkan harta warisan, sedangkan ahli waris adalah pihak yang akan menerima harta warisan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam waris, ada satu syarat yang diakui oleh KUHPer dalam Pasal 830, yaitu “pewarisan hanya terjadi karena kematian.” Kematian yang dimaksudkan adalah kematian otak. Maka, agar suatu proses pewarisan dapat terjadi, harus ada pewaris yang telah meninggal, ahli waris yang masih hidup, dan harta warisan yang ditinggalkan pewaris untuk diberi pada ahli waris tersebut.
Menurut KUHPer, ada dua cara untuk membagi waris, yaitu dengan cara ab intestato dan testamentair. Cara ab intestato berlaku pada ahli waris yang memiliki ikatan darah atau perkawinan dengan pewaris, sedangkan cara testamentair berlaku bila pewaris ingin menunjuk ahli waris melalui suatu surat wasiat. Kedua cara ini adalah sah dalam hukum perdata. Menurut cara ab intestato, ahli waris dibagi dalam beberapa golongan yang diatur pada Pasal 832 KUHPer. Seorang anak dalam hal ini masuk dalam golongan 1, jadi bagiannya paling banyak bila dibandingkan dengan golongan di bawahnya. Menurut cara testamentair, ahli waris ditentukan oleh pewaris dan dapat dibantu oleh seorang notaris dalam membuat sebuah surat wasiat.
ADVERTISEMENT
Sekarang, apabila salah satu ahli waris adalah seorang anak angkat, cara testamentair dapat dipakai. Hal ini terjadi karena anak angkat tidak memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan orang tua angkatnya. Kalaupun anak itu, pada kenyataannya, adalah saudara atau keponakan dari orang tua angkat, ia tidak dapat dimasukkan dalam golongan 1 karena bukan anak langsung orang tua itu. Maka, cara ab intestato ini tidak dapat diberlakukan terhadap ahli waris anak angkat karena porsi warisnya dapat berbeda dengan anak kandung.
Cara testamentair lebih memberi kebebasan terhadap pewaris untuk memberi kepada siapapun yang dia inginkan untuk menjadi ahli waris. Hal terkait pembagian waris tersebut dapat dituliskan dalam suatu surat wasiat. Surat ini dapat dituliskan secara legal oleh notaris yang ditemani oleh dua saksi lain yang mendengarkan secara langsung apa saja yang ingin diwariskan seorang pewaris. Kehadiran notaris mampu menolong pewaris untuk menuliskan surat wasiat yang sifatnya tidak menyimpang dengan hukum yang berlaku. Surat ini nantinya menjadi suatu akta atau testamen yang menjadi dasar bagi mereka yang tidak berhak dalam cara ab intestato untuk mendapat hak waris.
ADVERTISEMENT
Permasalahan terkait waris memang merupakan topik yang sensitif. Ada banyak cara pembagian waris yang sebetulnya lebih mudah untuk dilakukan, namun diperlukan rasa percaya dan harmonis antara para ahli waris sehingga proses pewarisan tidak menimbulkan perselisihan. Akan tetapi, ada baiknya untuk menghindari permasalahan dengan melakukan pembagian waris selagi pewaris masih hidup. Pewaris juga harus menimbang dengan baik kepada siapa saja ia ingin memberikan hartanya.
Secara spesifik, apabila salah satu ahli waris adalah anak angkat, pewaris sebaiknya mengatur dengan baik agar tidak timbul perselisihan yang dapat menyudutkan posisi anak angkat ketika pewaris meninggal. Anak angkat memang sebaiknya diperlakukan sama dengan anak kandung karena orang tua angkat sudah menerima tanggung jawab untuk merawat anak itu. Untuk itu, anak angkat juga harus diadopsi dengan cara yang sah sehingga jelas keberadaan dan dokumen-dokumennya. Keberadaan surat atau dokumen sah ini sangat berguna sebagai alat bukti untuk mengambil hak warisnya.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, segala sesuatu memang dapat menimbulkan masalah, tetapi segala sesuatu dapat diantisipasi sebelum terjadi. Kematian memang bukan di tangan manusia, maka sangat penting untuk berjaga-jaga agar tidak terjadi penyesalan di akhir. Pembagian waris sendiri adalah konflik yang sering terjadi di dalam keluarga karena warisan adalah seperti hadiah yang dapat menunjang kehidupan para ahli waris. Akan tetapi, jangan sampai harta menjadi bahan rebutan bahkan konflik. Sebaiknya, pembagian waris dilakukan dengan jalan damai dan harmonis sebagai keluarga.