Konten dari Pengguna

Politik Kita dan Sekolah Kehidupan

Nur Iswan
Ex-Jurnalis Majalah Ekonomi & Bisnis, Youtuber NUR ISWAN CHANNEL, Profesional Korporasi, Public Policy Analyst & Member of Board of Advisors PT INDOPOL SURVEY AND CONSULTiNG Alumni Carleton University, Canada
25 Agustus 2024 8:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Iswan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Istilah Sekolah Kehidupan sesungguhnya sudah lama ada. Jadi sebenarnya tak terlalu istimewa. Apalagi buat rakyat seperti kita. Bahkan, “Jemaah Maiyah” Emha Ainun Nadjib sangat terbiasa dengan idiom ini. Sekolah kehidupan atau Universitas Kehidupan amat sangat dihayati dan di selami.
ADVERTISEMENT
Nah, dalam beberapa hari terakhir, “mantra” ini menjadi populer. Untuk itu, kita berterima kasih kepada Surya Paloh, Ketum Nasdem yang mengangkatnya ke arena atau panggung politik. Secara terbuka, Ia meminta agar Anies Baswedan untuk belajar di Sekolah Kehidupan, tepat pada saat mengumumkan pembatalan Anies sebagai Bacagub di Jakarta oleh Nasdem. Pernyataan yang benar adanya, untuk kita semua.
Tentu saja, ucapan itu bukan hanya untuk Anies — juga kita semua belajar beneran. Termasuk Surya Paloh sendiri. Betapa tidak? Kehidupan politik seperti Roller-Coaster. naik-turun dengan cepat. Sedih-bahagia bergonta-ganti seketika. Tak terkendali. Ya, kita semua memasuki “gerbang Sekolah Kehidupan” yang sejati. Tanpa terkecuali.
Pasca partai politik diborong untuk mendukung Ridwan Kamil (kecuali PDIP dan beberapa Partai Non Parlemen), lantas disusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengejutkan. Eh, Baleg DPR RI mendadak-dangdut menganulirnya. Esoknya, RUU Pilkada hasil Panja di Baleg tersebut rencananya diketok palu alias disahkan.
ADVERTISEMENT
Tapi skenario alam semesta bergerak. Berbalik arah. Arus sejarah tak bisa lagi dibendung. Jadi, ini bukan lagi soal PDIP atau Anies, tapi soal isi hati publik yang terluka. Mungkin selama ini publik agak “maklum”. Menonton. Membiarkan. Mengalah. Tapi ketika sudah agak keterlaluan maka yang netral dan apatis pun tersentak. Tergerak. Kali ini harus kita Lawan! (Dalam hati mereka). 
Tak ada yang menduga bahwa tiba-tiba kemarahan publik meluas. Ada Viral “siaran darurat” atau “Peringatan Darurat” dengan latar garuda biru. Seluruh rakyat dari berbagai unsur, elemen dan latar belakang tak bisa lagi diam. Mereka marah, bahkan teramat marah terhadap skenario pembangkangan konstitusi ini. Ribuan orang serentak turun tangan. Enough is enough! (jerit hati mereka).
ADVERTISEMENT
Di titik-titik wilayah negeri, alarm seperti menyala. Intelejen semua angkatan pasti menangkap kegelisahan itu. Apalagi Kepolisian dan BIN. Amarah massa tak bisa lagi dibendung. Diam bukan lagi pilihan, Turun ke jalan atau menyuarakan protes dan keresahan menjadi kewajiban. Kesombongan kekuasaan untuk mengotak-atik putasan MK jadi rontok seketika, diterjang massa. Pertanyaannya, siapa yang bisa menggerakan ini semua? Jika bukan kuasa Illahi.
Syukurnya, elite DPR dan Pemerintah insyaf dan bertindak cepat. Nampak mengikuti arus sejarah. Menunda dan kemudian membatalkan Rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada. Istana, DPR, MK dan KPU mencoba mendinginkan suasana. Ikhtiar meyakinkan dan memulihkan trust rakyat bahwa mereka semua bersetia terhadap Putusan MK yang final Binding.
Konon, tadinya Senin esok tanggal 26 Agustus 2024, KPU akan “sowan konsultasi” ke Komisi 2 DPR RI. Tapi ada kabar dimajukan satu hari ke Minggu pagi karena Draft PKPU sudah siap dan telah diluncurkan. Ahmad Doli Kurnia (F-PG) yang kebetulan menjabat Ketua Komisi 2 pun juga telah “menjamin” bahwa DPR bersama KPU akan taat dan mengakomodir Putusan MK tersebut. 
ADVERTISEMENT
Langkah Komisi 2 mempercepat dan memajukan Rapat Konsultasi dengan Pemerintah dan KPU adalah sangat bijaksana. Tetapi, ingatlah, esok selalu menjadi misteri. Sang waktu-lah yang pada akhirnya akan menjawab. Rakyat bersaksi dan menunggu bukti. Bukan janji. Dan kita setia menantinya esok hari.***