Bebalnya Pemerintah dan Tak Adanya Kultur Transportasi Publik

Iwan Iwe
S.I.Kom. Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya
Konten dari Pengguna
27 Maret 2023 16:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iwan Iwe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kendaraan melintasi sejumlah ruas jalan di Jakarta pada Kamis (19/5/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kendaraan melintasi sejumlah ruas jalan di Jakarta pada Kamis (19/5/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Naik transportasi publik bukan kultur masyarakat kita. Sejak Indonesia merdeka, terlebih di zaman Orde Baru, kebijakan pemerintah soal transportasi lebih banyak ditujukan untuk melayani para pemilik kendaraan pribadi.
ADVERTISEMENT
Jumlah kendaraan pribadi makin meningkat setelah pemerintah membuka kran investasi perusahaan mobil dan motor. Kemudahan dalam berinvestasi membuat banyak perusahaan asing membuka pabrik mobil dan motor di Indonesia.
Pemerintah juga turut mempermudah masyarakat memiliki kendaraan. Rendahnya DP, pajak kendaraan yang tidak terlalu tinggi, tarif parkir yang sangat murah membuat masyarakat berlomba-lomba memiliki kendaraan pribadi. Belum lagi pembangunan jalan yang sangat masif yang mendorong masyarakat membeli mobil dan motor.
Tak heran pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data Polri per 31 Desember 2022, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 152,51 juta unit.
Dari jumlah itu, 83,27 persen (126.993.767) di antaranya berupa sepeda motor. Sementara jumlah mobil berpenumpang mencapai 19.314.077 unit. Jumlah kedua jenis kendaraan ini sangat jauh jika dibanding dengan jumlah bus yang hanya mencapai 212.744 atau 0,1 persen!
ADVERTISEMENT
Perbandingan yang sangat jomplang membuat jalan-jalan dipenuhi mobil dan motor. Hal ini semakin diperparah dengan kebijakan transportasi publik yang sangat buruk di mayoritas daerah. Pada akhirnya, masyarakat memilih bertahan menggunakan mobil dan motor untuk mobilitas.
Keengganan masyarakat memakai transportasi publik harus dibayar mahal dengan tingginya angka kecelakaan. Korlantas Polri mencatat 94.617 kasus kecelakaan terjadi pada Januari-September 2022.
Jumlah itu disebut melonjak dibandingkan periode sama pada 2021, yakni 70 ribu kasus kecelakaan atau mengalami kenaikan 34,6 persen. Mirisnya, 19.054 orang yang didominasi pengguna kendaraan pribadi harus tewas di jalanan.
Tren angka kecelakaan yang terus meningkat seharusnya membuat pemerintah sadar untuk segera memperbaiki transportasi publiknya. Pemerintah didorong untuk semakin serius mengajak masyarakat meninggalkan kendaraan pribadinya. Tentunya dengan menyediakan armada yang layak, aman, dan nyaman.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga memperbanyak rute, mempermurah dan mengintegrasikan tarif, hingga memperbaiki halte dan trotoar. Kultur naik transportasi publik harus segera dibangun. Agar masyarakat kembali dekat dengan isu-isu transportasi publik.
Selama ini, masyarakat memang sangat asing dengan isu-isu tersebut. Banyak yang tidak peduli akan buruknya kualitas transportasi publik di daerahnya. Celakanya, pemerintah pusat hanya memprioritaskan perbaikan transportasi publik di Jabodetabek. Sementara kualitas transportasi publik di luar Jabodetabek sangat tergantung political will masing-masing kepala daerah yang kebanyakan cukup buruk.
Petugas membantu evakuasi penumpang KRL commuter line yang berpindah rangkaian kereta di kawasan Cipinang, Pulo Gadung, Jakarta Timur pada Rabu (23/3) siang. Foto: Paramayuda/ANTARA FOTO
Parlemen yang seharusnya membela kepentingan rakyat juga jarang menyuarakan urgensi perbaikan transportasi publik. Yang terdekat, bagaimana seorang anggota DPR malah tidak berpihak ke pengguna transportasi publik.
Saat Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri Perdagangan, anggota Fraksi Gerindra, Andre Rosiade meminta Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menolak rencana impor kereta bekas dari Jepang yang akan dilakukan PT KAI.
ADVERTISEMENT
Hal ini sontak membuat pengguna KRL meradang. Mereka ramai-ramai mengkritik Andre Rosiade yang tidak peka akan urgensi mendatangkan kereta bekas menggantikan puluhan gerbong yang akan dipensiunkan tahun depan. Andre Rosiade juga diketahui bukan pengguna rutin KRL. Tak mengherankan jika dia tidak mengetahui kondisi riil di lapangan.
Tak hanya Andre Rosiade, mayoritas pejabat negara hingga ASN bukanlah pengguna transportasi publik. Imbasnya, mereka tidak pernah merasakan bagaimana kualitas transportasi publik. Tak heran jika kebijakan transportasi publik yang diambil kebanyakan dari kacamata bukan pengguna.
Menyediakan sistem transportasi publik yang baik merupakan tanggung jawab mutlak pemerintah. Pemerintah dituntut memastikan warganya bisa mobilisasi dengan aman dan nyaman menggunakan transportasi publik
Uang pajak yang dibayar rakyat seharusnya banyak yang disalurkan untuk memperbaiki sistem transportasi publik. Subsidi yang selama ini banyak dinikmati pengguna kendaraan pribadi sebaiknya dialihkan buat pengguna transportasi publik.
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga diminta untuk memiliki visi transportasi publik yang jelas di masa-masa mendatang. Semakin tidak jelasnya visi, semakin masyarakat enggan beralih. Jika kondisi ini tetap dipertahankan, angka kecelakaan akan semakin meningkat dan makin banyak nyawa yang hilang di jalan-jalan.
Masyarakat membutuhkan opsi lain selain kendaraan pribadi untuk mobilisasi. Tak salah jika masyarakat menyalahkan pemerintah yang abai memberikan opsi transportasi publik dalam setiap nyawa yang hilang akibat kecelakaan.