Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Podcast, Kartini & Literasi Era Digital
21 April 2025 12:18 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Mohamad Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah dunia yang semakin cepat dan digital, tantangan pendidikan tidak lagi sekadar mengajarkan anak-anak cara membaca dan menulis. Literasi, dalam makna yang lebih utuh, adalah kemampuan berpikir kritis, memahami makna, serta menyuarakan gagasan dengan kesadaran. Di SMP Alkautsar Temanggung, tantangan ini dijawab dengan cara yang kreatif dan kontekstual: membangun budaya literasi melalui program podcast sekolah, sebagai sarana anak-anak untuk berbicara, mendengar, dan berpikir secara reflektif.

Inisiatif ini berangkat dari keyakinan bahwa literasi bukan sekadar belajar bagaimana berkomunikasi, tetapi juga jembatan menuju kesadaran diri sebagai manusia. Seperti yang diperjuangkan oleh Raden Ajeng Kartini semasa hidupnya, literasi harus membuka ruang berpikir yang merdeka, tak hanya buat perempuan, tetapi untuk semua anak bangsa—agar mereka mampu menyusun masa depan dengan akal yang sehat dan hati yang sadar.
ADVERTISEMENT
Dalam teori pendidikan kontemporer, literasi dipahami lebih luas dari sekadar kemampuan mengenali huruf atau membaca teks. UNESCO (2006) mendefinisikan literasi sebagai “the ability to identify, understand, interpret, create, communicate and compute using printed and written materials associated with varying contexts.” Artinya, literasi adalah kompetensi multi-dimensi yang membentuk dasar berpikir kritis dan pengambilan keputusan yang sadar.
Menurut Bloom’s Taxonomy, keterampilan tingkat tinggi seperti menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta tidak akan berkembang tanpa fondasi literasi yang kuat. Anak-anak yang hanya dilatih untuk menghafal tidak akan mampu memahami realitas yang kompleks di sekitar mereka. Di sinilah pentingnya pendekatan literasi yang kontekstual, kreatif, dan melibatkan pengalaman nyata.
Untuk anak usia SD dan SMP, para pakar literasi seperti Vygotsky dan Freire menekankan bahwa pembelajaran literasi yang efektif harus menghubungkan dunia teks dengan dunia anak. Literasi harus hadir sebagai praktik sosial, bukan sekadar tugas akademik. Anak perlu merasa bahwa apa yang mereka baca, tulis, dan katakan berkaitan langsung dengan hidup mereka, dengan pengalaman, perasaan, dan pertanyaan-pertanyaan yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
RA Kartini adalah figur penting dalam sejarah Indonesia yang menjadikan literasi sebagai alat perjuangan dan pembebasan. Dalam surat-suratnya yang kini dihimpun dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, Kartini menunjukkan bagaimana membaca dan menulis menjadi cara baginya untuk mengolah rasa, mengkritisi ketimpangan, dan menyusun gagasan tentang kemerdekaan berpikir.
Salah satu kutipan paling reflektif dari Kartini berbunyi:
"Habis gelap terbitlah terang. Tetapi cahaya tidak akan datang, bila manusia tidak mencarinya sendiri."
Kutipan ini menegaskan bahwa literasi sejati bukanlah hasil dari proses pasif, melainkan buah dari pencarian sadar. Maka pendidikan yang memanusiakan, seperti yang diperjuangkan Kartini, haruslah memberi ruang bagi anak-anak untuk bertanya, menalar, dan menyuarakan pikirannya—sejak dini.
Di era digital saat ini, praktik literasi harus beradaptasi dunia anak-anak yang semakin terhubung dengan media audio-visual. Di sinilah program Podcast Bisikin SMP Alkautsar Temanggung menemukan relevansinya. Podcast, sebagai media berbasis suara, memungkinkan anak-anak melatih kemampuan berbahasa lisan, menyusun ide, memahami narasumber dan audiens, serta menyampaikan pertanyaan dan pendapatnya dengan struktur yang jelas.
ADVERTISEMENT
Mengapa podcast? Karena ia bersifat inklusif dan rendah hambatan. Tidak membutuhkan produksi visual yang rumit, tetapi mampu menstimulasi keterampilan berpikir tingkat tinggi. Anak-anak belajar menyusun pertanyaan, berdiskusi, menggali latar belakang dan mewawancarai narasumber, dan membangun narasi yang ingin disampaikan melalui percakapan di podcast tersebut. Mereka tak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen makna.
Lebih jauh lagi, podcast membuka ruang refleksi. Dalam proses rekaman, anak-anak belajar mendengarkan dirinya sendiri. Mereka mengoreksi ucapan, memperbaiki struktur pikir, dan menyadari bahwa setiap kata yang keluar mencerminkan cara berpikir mereka. Ini adalah proses yang sangat berharga dalam pembentukan kesadaran diri—sebuah tujuan hakiki dari pendidikan literasi.
Budaya literasi tidak dibangun dalam semalam. Di SMP Alkautsar Temanggung, proses ini dirancang bertahap dan partisipatif. Anak-anak dilibatkan sejak awal dalam merancang tema, menyusun format podcast, hingga mengeksekusi produksi. Guru tidak berperan sebagai instruktur tunggal, melainkan sebagai fasilitator, pendengar aktif, dan pendorong refleksi.
ADVERTISEMENT
Beberapa nilai yang secara konsisten ditanamkan melalui program ini antara lain:
1. Kemandirian Berpikir: Anak-anak dilatih menyusun ide sendiri, mengeksplorasi topik yang dekat dengan mereka, dan tidak tergantung pada template yang kaku.
2. Keberanian Mengutarakan Gagasan: Dalam masyarakat yang masih sering membungkam suara anak, program ini menjadi ruang aman untuk menyuarakan pemikiran mereka.
3. Keterampilan Komunikasi Otentik: Bukan hanya artikulasi, tetapi juga kepekaan dalam mendengar, bertanya, dan memahami perspektif orang lain.
4. Membangun Ketrampilan Berkolaborasi: Podcast ini mengajarkan anak-anak untuk berkolaborasi bekerja bersama-sama anggota tim lainnya guna menghasilkan sebuah karya.
5. Refleksi Diri: Podcast mendorong anak-anak melihat ke dalam diri—menyadari apa yang mereka rasakan, pikirkan, dan perjuangkan melalui pertanyaan yang mereka susun dan jawaban narasumber.
ADVERTISEMENT
Podcast ini juga menghubungkan literasi digital dengan pendidikan karakter. Anak-anak belajar bahwa suara mereka memiliki tanggung jawab. Bahwa kata-kata bukan hanya alat bicara, tapi juga kekuatan untuk membentuk cara pandang dan memperkuat empati.
Satu nilai penting dari program ini adalah inklusivitas. Program podcast di Sekolah Alkautsar tidak dibatasi untuk anak laki-laki atau perempuan saja. Semua anak—apa pun latar belakangnya—didorong untuk mengambil bagian. Hal ini sejalan dengan semangat Kartini yang melampaui perjuangan perempuan semata, menuju perjuangan untuk kesetaraan akal dan kemerdekaan berpikir bagi seluruh manusia Indonesia.
Dalam masyarakat yang masih sering membatasi potensi anak berdasarkan gender, program ini adalah pernyataan tegas bahwa setiap anak berhak berpikir, berhak bersuara, dan berhak tumbuh sebagai manusia yang utuh.
ADVERTISEMENT
Program podcast Bisikin SMP Alkautsar Temanggung ini bukan sekadar bentuk inovasi teknologi pendidikan. Program ini adalah bagian dari perjuangan panjang untuk menyalakan terang dalam jiwa anak-anak generasi alfa yang akan meneruskan eksistensi bangsa ini. Sebuah terang yang tidak akan datang bila tidak dicari, seperti pesan Kartini lebih dari seabad yang lalu.
Dahulu, Kartini melawan keterkungkungan lewat surat. Kini, anak-anak SMP Alkautsar Temanggung melawan kebisuan lewat mikrofon. Menemui dan mengajak berbincang tokoh yang bisa memberi inspirasi. Mereka bukan sekadar murid yang mengejar nilai. Mereka adalah Kartini-Kartini baru yang sedang bertumbuh—dengan akal yang kritis, hati yang sadar, dan suara yang merdeka.
Melalui podcast ini, anak-anak belajar mengenali dirinya, menyusun gagasan, dan menyuarakan pikiran mereka. Mereka sedang belajar menjadi manusia. Dan itulah hakikat pendidikan sejati. Selamat belajar!
ADVERTISEMENT