Konten dari Pengguna

Sistem Agroforestri Multistrata dalam Pembangunan Infrastruktur Perbatasan Papua

Jackson Bisker
Saya seorang mahasiswa manajemen UIN JAKARTA semester 2
2 Juli 2024 19:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jackson Bisker tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Canva, foto: Jackson Bisker
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Canva, foto: Jackson Bisker
ADVERTISEMENT
Papua, dengan kekayaan alamnya yang berlimpah, kini menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan pembangunan infrastruktur dan pelestarian lingkungan, terutama di wilayah perbatasan. Sebuah pendekatan inovatif yang menggabungkan kearifan lokal dan teknologi modern kini tengah diterapkan: sistem agroforestri multistrata.
ADVERTISEMENT
Agroforestri multistrata adalah sistem penggunaan lahan yang mengombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau peternakan dalam suatu bentang lahan, dengan struktur vertikal yang beragam. Sistem ini tidak hanya menjanjikan produktivitas tinggi, tetapi juga menjaga keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem hutan.
Dr. Amalia Sunartono, pakar agroforestri dari Universitas Cenderawasih, menjelaskan, "Agroforestri multistrata adalah jembatan antara konservasi dan pembangunan. Di Papua, kami mengadaptasi konsep ini dengan kearifan lokal masyarakat adat, menciptakan model yang unik dan berkelanjutan."
Implementasi sistem ini di wilayah perbatasan Papua bukan tanpa alasan. Selama bertahun-tahun, pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan kerap menghadapi dilema antara kebutuhan pembangunan dan pelestarian lingkungan. Agroforestri multistrata hadir sebagai solusi yang menjanjikan.
Di Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini, proyek percontohan agroforestri multistrata telah berjalan selama dua tahun. Hasilnya mengejutkan: peningkatan produktivitas lahan hingga 40%, sementara tutupan hutan tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Yustinus Mabel, kepala suku di Kampung Skouw Mabo, berbagi pengalamannya, "Awalnya kami ragu. Tapi setelah melihat hasilnya, kami yakin ini adalah jalan terbaik. Kami bisa menanam sayur, buah, dan tanaman obat di bawah pohon-pohon besar. Penghasilan kami meningkat, dan hutan kami tetap lestari."
Sistem ini tidak hanya bermanfaat secara ekonomi dan ekologis, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan dan energi di wilayah perbatasan. Dr. Sunartono menambahkan, "Di lapisan bawah, kami menanam tanaman pangan cepat panen. Di lapisan tengah, ada tanaman buah-buahan dan kopi. Sementara di lapisan atas, pohon-pohon besar seperti matoa dan gaharu tetap terjaga."
Keberhasilan ini menarik perhatian pemerintah pusat. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah mengalokasikan dana sebesar Rp500 miliar untuk mengembangkan sistem agroforestri multistrata di sepanjang wilayah perbatasan Papua dalam lima tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Dr. Abdul Halim Iskandar, menyatakan, "Ini adalah model pembangunan berkelanjutan yang ideal untuk wilayah perbatasan. Kami berkomitmen untuk memperluas implementasinya, tidak hanya di Papua, tetapi juga di wilayah perbatasan lainnya di Indonesia."
Namun, implementasi sistem ini bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah kebutuhan akan infrastruktur pendukung, seperti jalan akses dan sistem irigasi yang ramah lingkungan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk universitas dan lembaga riset.
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, guru besar ilmu kehutanan dari Institut Pertanian Bogor yang terlibat dalam proyek ini, menjelaskan, "Kami sedang mengembangkan sistem irigasi tetes yang terintegrasi dengan sensor kelembaban tanah. Sistem ini akan mengoptimalkan penggunaan air dan meminimalkan erosi."
ADVERTISEMENT
Sementara itu, untuk mengatasi masalah aksesibilitas, konsep "jalan hijau" sedang dikembangkan. Jalan-jalan ini dirancang dengan mempertimbangkan koridor satwa dan menggunakan material ramah lingkungan. Dr. Ir. Hendra Gunawan, ahli ekologi jalan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan, "Kami menggunakan teknologi perkerasan permeabel yang memungkinkan air meresap ke tanah, mencegah genangan dan mengurangi limpasan permukaan."
Aspek lain yang tak kalah penting adalah pelibatan masyarakat adat dalam setiap tahap pembangunan. Dr. Freddy Numberi, antropolog dari Universitas Papua, menekankan, "Kearifan lokal harus menjadi fondasi dalam setiap langkah pembangunan di Papua. Sistem agroforestri multistrata ini berhasil karena menghormati dan mengintegrasikan pengetahuan tradisional masyarakat adat."
Salah satu bentuk integrasi kearifan lokal adalah penggunaan sistem "sasi", praktik konservasi tradisional Papua, dalam manajemen agroforestri. Dalam sistem ini, ada periode di mana masyarakat dilarang memanen hasil tertentu untuk menjaga keberlanjutan sumber daya.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, implementasi agroforestri multistrata juga berdampak positif pada mitigasi perubahan iklim. Dr. Niken Sakuntaladewi, peneliti senior di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyatakan, "Sistem ini mampu menyerap karbon lebih efektif dibandingkan sistem pertanian konvensional. Estimasi kami menunjukkan potensi penyerapan karbon hingga 200 ton per hektar."
Keberhasilan ini juga menarik minat investor. Beberapa perusahaan besar telah menyatakan ketertarikan untuk berinvestasi dalam pengembangan produk bernilai tinggi dari sistem agroforestri multistrata, seperti kopi luwak dan madu hutan.
Namun, Dr. Sunartono memperingatkan, "Kita harus berhati-hati. Keterlibatan investor harus diatur dengan ketat untuk memastikan keberlanjutan sistem dan kesejahteraan masyarakat lokal tetap menjadi prioritas utama."
ADVERTISEMENT
Ke depan, pemerintah berencana untuk mengintegrasikan sistem agroforestri multistrata ini dengan pengembangan ekowisata di wilayah perbatasan. "Kami membayangkan wisatawan dapat menikmati keindahan alam Papua sambil belajar tentang praktik pertanian berkelanjutan," ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Papua, Maria Latumahina.
Implementasi sistem agroforestri multistrata dalam pembangunan infrastruktur perbatasan Papua membuka babak baru dalam pendekatan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Dengan menggabungkan kearifan lokal, teknologi modern, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan, Papua menunjukkan bahwa pembangunan dan konservasi bukan lagi dua hal yang bertentangan, melainkan dapat berjalan beriringan, menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi manusia dan alam.