Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Gaya Pasha, Gaya Pemimpin Zaman Now
30 Januari 2018 16:19 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Jafar G Bua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penonaktifan Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip mengingatkan kita pada kasus Wakil Walikota Sigit Purnomo Said. Saat itu, Tjahjo Kumolo tak mempermasalahkan tindakan Wakil Walikota yang akrab disapa Pasha Ungu ini. Ia menggelar konser di luar negeri. Menurut Tjahjo konser Ungu di Singapura dan Malaysia itu dilakukan di hari libur sehingga tidak mengganggu tugas Pasha sebagai wakil wali kota.
ADVERTISEMENT
"Kalau toh mengembangkan hobi pada hari libur kan enggak ada masalah. Setiap orang kan punya hobi, punya kesenangan. Sepanjang tidak mengganggu tugas-tugasnya, apalagi dilaksanakan di hari libur, tidak ada masalah," kata Tjahjo saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Rabu, 29 Maret 2017 lalu.
Memang, Pasha bersama band Ungu tampil di Malaysia dan Singapura pada Sabtu, 25 Maret 2017. Kepergian Pasha dalam urusan bermusik itu dianggap sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palu sebagai tindakan yang melanggar etika publik.
Alasannya, Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 memuat larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, diantaranya kepala daerah dan wakilnya tidak boleh terlibat dalam suatu usaha atau terlibat dalam badan usaha.
ADVERTISEMENT
Tjahjo mengatakan sebenarnya pejabat negara tidak boleh merangkap, misalnya sebagai direktur, komisaris, pengacara, atau notaris.
Namun, dalam konteks keartisan, aturan pelarangan itu diakui tidak ada. "Dalam konteks keartisan itu tidak ada aturannya. Anggota DPR ngamen juga enggak ada yang ngatur," kata Tjahjo.
Bila yang itu sudah selesai, di pekan-pekan ini gaya rambut skin fade Pasha lagi yang menuai kontroversi.
Ada yang bilang, sebagai seorang pejabat, Pasha dianggap kurang pantas dengan potongan rambut tersebut.
Usai tayangan Tompi & Glenn yang diunggah di Youtube, Pasha memberikan penjelasan terhadap gaya rambut itu. Dia mengatakan, sebagai pejabat tidak ada tugas dan kewenangan yang dilanggar.
" Namun, tanpa bermaksud membela diri atau melakukan pembenaran secara subyektif, perlu saya informasikan bahwa yang mengikat saya dalam pelaksanaan tugas jabatan selaku kepala daerah ada dua hal: (1) aturan (2) etika," ucap Pasha, diakses dari akun @MataNajwa, Selasa, 23 Januari 2018.
ADVERTISEMENT
Kata Pasha, tidak ada aturan yang mengatur tatanan rambut seorang kepala daerah. Sementara itu, secara etika, dia juga merasa tak melanggarnya.
" Karena saya merasa tampil dengan rapi," ujar Pasha.
Pasha pun menjelaskan ikat rambut yang dikenakannya berfungsi untuk menjaga penampilannya terlihat rapi.
"Sengaja saya tampilkan agar terlihat rapi. Kalau tidak diikat akan terlihat berantakan dan kurang sopan," kata Pasha.
" Sekali lagi tidak ada maksud untuk memberi kesan kurang sopan dan nyeleneh," ucap Pasha menambahkan.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut potongan rambut itu tak menyalahi aturan.
"Potongan rambut wajar (mau cepak atau mau gundul sah-sah saja) yang diatur itu tidak boleh gondrong atau panjang," ujar Tjahjo.
Pasha memang penuh kontroversi. Mulai dari marah-marah saat apel pagi, memakai banyak emblem di baju yang dipakainya, konser di Singapura hingga rambut skin fadenya. Tapi selalu saja kemudian kabarnya seperti angin bertiup.
ADVERTISEMENT
Di luar itu, saat saya bersama Tim Rumah Sepeda, salah satu Klub Sepeda di Palu menemaninya menyusuri jalanan di Kota Palu, saya mendapat kesan berbeda terkait dia.
Sapaan khasnya: "Bro," bila ia menyapa sesiapapun yang ditemuinya. Wakil Kepala Daerah yang seorang musisi ini memang menampilkan sesuatu di luar kelaziman. Itu terlihat saat dia menyapa tukang parkir di Anjungan Nusantara Teluk Palu di Minggu sore, dua pekan silam. Begitu pula saat ia makan nasi kuning berbungkus daun pisang di Kampung Kaili, Teluk Palu. Santai tanpa beban keprotokoleran. Staf protokolernya pun tak kaku. Bahkan cenderung memberi ruang luas bagi dia untuk bersosialisasi.
Lelaki yang lahir di Donggala, 27 November 1979 tampil hampir-hampir nyeleneh. Kedua pangkal lengannya dihiasi tattoo. Ada pula di pangkal kakinya. Tapi menurutnya, selama kewajibannya tidak terabaikan, semua itu bukanlah masalah.
ADVERTISEMENT
Hanya saja bila menyebut dia emosional, bisa jadi. Sekali kesempatan itu saya menyaksikan dia bersuara keras pada stafnya yang lupa di mana satu telepon genggamnya disimpan.
Pasha memang pemimpin zaman now. Lelaki beranak tujuh ini memang penuh gaya dan warna. Kita kadang-kadang memang sesekali harus bertemu dengan pemimpin yang out of box. ***