Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Integritas itu Penyelamat
15 April 2021 7:37 WIB
Tulisan dari Jajang Jaenudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 48 tahun 2005 jo. PP 43 Tahun 2007 saja belum selesai. Ada kabar baru yang mengejutkan, pemerintah akan mengangkat Sekretaris desa (Sekdes) menjadi PNS. Tak tanggung-tanggung mereka diangkat langsung menjadi PNS tanpa melalui CPNS.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kriteria lain yang istimewa yang diatur dalam PP Nomor 45 Tahun 2007 adalah Peratama, Sekdes yang diangkat dengan sah sampai dengan 15 Oktober 2004 dan masih melaksanakan tugas sampai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Kedua, berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun terhitung pada 15 Oktober 2006.
Langkah awal yang dilakukan adalah mendata sekdes. Waktu itu dibentuk tim pendataan yang terdiri dari unsur pemerintahan, pengawasan dan kepegawaian. Saya ditugaskan oleh atasan untuk masuk dalam tim tersebut.
Tim pendataan mendapat informasi resmi, bahwa formasi pengangkatan sekdes menjadi PNS sebanyak 210 orang. Tim waktu itu, bersikukuh mengusulkan menggenapkan data sesuai formasi ke provinsi dan kementerian pusat. Tetapi saya kurang sependapat, karena ada data yang tidak sesuai kriteria. Namun sebagai paling junior, saya pun mengikuti hasil kesepakatan tim.
ADVERTISEMENT
Ditinggal pergi
Setelah pendataan selesai, muncul arahan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk melakukan pemberkasan penetapan NIP. Pemberkasan ini harus ditangani oleh Unit Kerja tempat saya bertugas, bukan lagi oleh tim pendataan.
Bersamaan dengan waktu pemberkasan, atasan saya berhalangan sementara karena menunaikan ibadah haji. Namun yang mengagetkan, saya ditunjuk sebagai pelaksana harian (Plh). Saya bingung mau nolak juga bagaimana, mau diterima sudah terbayang beratnya menangani pemberkasan sekdes. Ditambah beban psikis saya sebagai pegawai paling muda yang harus memimpin rekan kerja yang lebih tua. Namun akhirnya, ada pejabat senior yang menguatkan, agar menerima tugas itu dan beliau siap membantunya.
Ujian dimulai
Proses pemberkasan ini yang paling berat, karena banyaknya perbedaan data. Untuk memastikan data itu benar, saya akan melakukan validasi ulang. Saya jadwalkan beberapa hari supaya data 210 orang tersebut dapat divalidasi.
ADVERTISEMENT
Di ruang rapat yang sempit, rekan saya menata ruangan agar bisa digunakan untuk validasi. Sebelum dimulai, saya menjelaskan teknis validasi, dan meminta saran rekan yang lain. Setelah semua siap, sesuai jadwal satu persatu sekdes yang masuk database dipanggil, dengan membawa berkas-berkas dan didampingi oleh camat dan seorang kepala seksi.
Lembar demi lembar berkas diteliti, sambil sesekali mengkonfirmasi kebenaran berkas kepada yang bersangkutan dan yang mendampingi. Banyak sekali data yang membuat dahi mengkerut. Saya meminta rekan untuk mencatat kejanggalan setiap dokumen yang dimiliki oleh sekdes. Sungguh melelahkan memvalidasi data sekdes, berbeda sekali dengan pendataan tenaga honorer.
Banyak temuan yang bikin mumet kepala, seperti : ijazah di tipe-x, nama ijazah dan sk berbeda, nama di database menggunakan nama panggilan, bukan sekdes sebenarnya, ada sekdes anaknya kepala desa dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Pendekatan validasi secara formal dan materiil sangat efektif menyaring data sekdes sesuai kriteria. Puluhan data sekdes mulai berguguran karena tidak memenuhi ketentuan. Mulai muncul reaksi yang tidak berkenan. Mengadu ke pihak lain, dengan harapan dapat melakukan intervensi. Bahkan ada juga yang membawa puluhan masa, karena merasa kecewa.
Saya sampai ditegur keras oleh orang yang menjadi tempat mengadu sekdes yang tidak memenuhi kriteria. “Jang, sia mah gawe teh siga malaikat” (Jang, kamu kerja seperti malaikat) kata dia dengan nada murka. Mungkin karena saya bekerja dengan ‘kacamata kuda’. Ucapan itu sempat jadi pikiran, namun saya tetap pada pendirian.
Walaupun banyak yang berguguran setelah divalidasi, saya masih meragukan kevalidan data tersebut. Saya menyarankan agar dilakukan uji publik secara terbuka kepada semua camat dan kepala seksi pemerintahan yang menangani perangkat desa. Biasanya kedua pejabat tersebut hanya dirotasi antar kecamatan dan mengenal semua perangkat desa.
ADVERTISEMENT
Saran saya pun diterima, kedua pejabat dari setiap kecamatan dikumpulkan. Satu persatu data sekdes ditayangkan dan dikonfirmasi kepada peserta yang hadir. Baik pejabat definitif maupun yang pernah bertugas, harus memutar kembali ingatannya sebelum memberikan penjelasan. Dan ternyata, masih banyak data yang dieliminasi. Hasil final validasi sekdes berkurang menjadi 165 orang.
Ada yang menggoda
Data hasil validasi final tersebut disampaikan ke kementerian yang menangani. Kalau usul penetapan NIP selain sekdes, pemerintah daerah langsung mengusulkan ke BKN Regional. Namun khusus sekdes ini berbeda, usul penetapan NIP-nya disampaikan oleh kementerian ke BKN Pusat.
Pada saat menyerahkan berkas usulan penetapan NIP, seorang pejabat yang menerima berkas terlihat merasa aneh. Karena jumlah yang diusulkan (165 orang) kurang dari formasi (210 orang) yang diberikan. Dia menanyakan alasan kenapa tidak diusulkan sesuai formasi, menyayangkan ada formasi yang tidak terisi, dan membandingkan daerah lain yang mengusulkan sesuai formasi. Saya tetap bergeming. Dan saya sampaikan bahwa data yang lainnya tidak memenuhi kriteria.
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba ada ancaman
Beberapa minggu menunggu setelah berkas diserahkan, namun belum ada kabar. Tiba-tiba ada telepon dari pejabat kementerian. Alih-alih ada informasi yang menggembirakan, saya malah dapat ancaman. “Kalau tidak kesini saya laporkan ke polisi” kata dia dengan nada tinggi. Saya pun sangat kaget, tidak berani meminta penjelasan tambahan. Rasa lapar ingin santap siang hilang seketika. Saya izin kepada atasan, pergi ke jakarta saat itu juga.
Sesampainya di kementerian, saya langsung menghadap. Sudah ada dua orang duduk, sepertinya mereka yang melaporkan. Saya pun dipersilahkan duduk. Dengan nada tinggi, saya disuruh mengecek nama-nama yang disebutkan kedua orang tersebut. Tidak ada satupun nama tersebut, yang ada dalam usulan. Nama yang disebutkan sudah berguguran saat divalidasi ulang.
ADVERTISEMENT
Lega sekali rasanya, rasa tegang mulai menghilang dan rasa lapar pun mulai datang. Jika waktu itu saya melunak dengan sindiran kata “seperti malaikat”, jika saya menyerah melakukan validasi ulang yang menegangkan, dan jika saya tergoda untuk mengisi penuh formasi, mungkin ancaman itu akan benar terjadi. Saya sangat bersyukur, Allah teguhkan pendirian saya dan telah membimbing saya untuk menghindari jalan yang salah.
Silahkan cara artikel jajang jaenudin lainnya